Ceramah Al Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Ahmad bin Jindan
Pada Pengajian rutin Jalsatul Isnain – Pancoran
Senin, 29 September 2014
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Hari-hari di sepuluh Dzulhijjah ini merupakan hari-hari yang berkah dan mulia disisi Allah SWT. Hari yang dipenuhi anugerah dan karunia dari Allah SWT, sebagimana dinyatakan oleh Allah SWT di dalam Alqur’an :
والفجر . وليال عشر
Allah SWT bersumpah “Demi waktu fajar dan demi malam-malam yang sepuluh”.
Ahli tafsir dalam hal ini memiliki pendapat dan banyak dari mereka yang berpendapat, sebagaimana Al Imam Assuyuti di dalam.الدور المنشور dalam tafsir beliau menyebutkan pendapat-pendapat sebagian besar para ahli tafsir yang mengatakan bahwasanya yang dimaksud dengan sepuluh malam-malam tersebut adalah sepuluh malam dari bulan dzulhijjah. Secara lebih jelas, hari yang dimaksud tersebut ada di awal dzulhijah yakni sejak awal malam pertama bulan dzulhijjah sampai malam ke sepuluh atau malam takbir di malam hari raya Idul Adha.
Allah bersumpah dengan keagungan-Nya dan Allah tidak akan bersumpah melainkan dengan sesuatu yang agung disisi-Nya.
.والفجر
“Demi waktu fajar”.
Banyak ulama berpendapat bahwa fajar yang dimaksud adalah bukan fajar secara umum. Fajar adalah waktu yang berkah dari Allah SWT dan ayat ini dikhususkan oleh Allah SWT untuk waktu fajar pada hari Arafah. Pendapat lain juga mengatakan bahwa fajar yang dimaksud adalah pada waktu Idul Adha. Hari Idul Adha ataupun hari arafah merupakan hari yang berkah yang dimuliakan dengan terbit fajar rahmat Allah, fajar keberkahan dari Allah, fajar karunia yang besar dari Allah SWT, dan semua itu ada di sepuluh pertama dzulhijah yang sangat diagungkan oleh Allah SWT.
Segala amal ibadah yang dilakukan seorang hamba pada masa ini akan mendapat keberkahan dan pahal berlipat karena karunia Allah SWT tidak terbatas oleh waktu dan tempat. Semua hamba yang berada di tanah suci atau pun tidak, akan mendapat keberkahan dan karunia-Nya. Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menganjurkan agar kita bisa memakmurkan waktu-waktu kita sebagaimana bulan suci ramadhan dimakmurkan dengan ibadah dengan ketaatan kepada Allah SWT. Jika ada ketaatan, amal ibadah yang ingin dilakukan maka segerakanlah untuk melakukannya.
Para ulama mengatakan dan mengajarkan keutaaman berpuasa pada awal bulan, tanggal 1 sampai 9 dzulhijjah karena pahala yang besar, atau minimal pada tanggal 9 dzulhijjah. Dalam sebuah hadits ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam ditanya oleh para sahabatnya tentang puasa di hari arafah, maka beliau mengatakan bahwasanya puasa di hari arafah atau ditanggal 9 bulan dzulhijah itu mengampuni dosa dua tahun, tahun yang lalu dan tahun berikutnya. Jika puasa di hari asyura mengampuni dosa satu tahun, maka puasa dihari arafah mengampuni dosa dua tahun ; dosa yang terdahulu satu tahun dan dosa satu tahun yang akan datang. Ulama mengatakan di dalam hadits ini terdapat kabar gembira dari Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Pertama, kabar gembira bagi orang yang berpuasa ditanggal sembilan adalah pengampunan dosanya untuk dua tahun yakni tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Kedua, selain diampuni dosanya selama dua tahun, hamba tersebut akan panjang umur dan bertemu hari arafah tahun depan, karena pengampunan tersebut tentunya akan diberikan kepada orang yang masih hidup. Hadist ini memberikan gembira bagi yang berpuasa bahwasanya hamba tersebut akan panjang umur sampai ketemu hari arafah tahun berikutnya. Sangat dianjurkan berpuasa untuk mendapat pengampunan Allah dan umur panjang dari Allah SWT di tanggal ini.
Selain berpuasa, kita juga dianjurkan untuk berkurban الأضحية . Kurban adalah ibadah yang disukai, dicintai, dan diganjar dengan pahala besar oleh Allah SWT. Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam beliau bersabda:
ما عمل أدمي من عمل يوم النحر أحب الى الله من إهراق الدام
“seorang anak adam tidak melakukan suatu amal ibadah dihari raya idul adha yang lebih disukai oleh Allah SWT daripada berkurban”.
Rasul shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menambahkan didalam hadits:
وإنها لا تأتي يوم القيامة بقروبها واشعارها وأظلافها
“kelak kurban yang disembelih seseorang dihari raya, akan datang dihari kiamat kepada Allah SWT lengkap dengan tanduknya dengan bulunya dengan kukunya, tidak ada yang kurang sedikitpun untuk menjadi saksi dihadapan Allah SWT, dan bisa memasukin orang ini kedalam surga-Nya Allah SWT.”
Nabi shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menambahkan bahwa kurban yang disembelih oleh seseorang dapat menyampaikannya kepada keridhoan-Nya Allah SWT. Kurban dapat menempatkan orang tersebut kepada derajat yang tinggi disisi Allah dengan waktu yang sangat cepat, bahkan Nabi shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menambahkan sebelum darah menyentuh tanah ini kurban telah membawa orang tersebut kepada derajat yang tinggi disisi Allah SWT.
وإن الدم ليقع من الله بمكانة قبل ان يقع من الأرض
“Darah itu akan membawa pemiliknya naik kepada derajat yang tinggi disisi Allah sebelum darah itu menyentuh tanah.”
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengatakan
فطيبوا بها نفسا
“bahagiakan diri kalian dengan kurban yang bagus”.
Al Imam الشيرازي dalam kitab المهذب Beliau menyebutkan tentang sunnatul udhiyah, bahwasanya udhiyah atau kurban hukumnya Sunnah Muakadah, sunnah yang sangat diperhatikan dan sangat dianjurkan oleh agama untuk dilakukan oleh setiap individu muslim yang memiliki kemampuan. Al imam Abdul wahab As Sya’raniy di dalam sebuah kitab menyebutkan hikmah Allah SWT memerintahkan menganjurkan kepada kita untuk berkurban di hari raya. Kurban yang kita sembelih akan membentengi kita selama setahun penuh dari segala bala musibah bahkan akan membentengi keluarga orang tersebut dari segala bala dan musibah dan menjadi penyebab mendapat pengampuanan Allah SWT.
Para fuqoha diantaranya Al Imam Sya’raniy mengatakan ini sunnah muakadah untuk setiap individu yang mempunyai kemampuan. Jika tidak mempunyai kemampuan untuk menyembelih kurban, maka minimal setiap satu rumah ada yang menyembelih kurban untuk melindungi penghuni rumah tersebut dari segala bala dan musibah dan diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT. Diriwayatkan oleh Al Imam Al bukhori dari Anas ibnu Malik radhiallahu ta’ala anhu ardhoh beliau mengatakan:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يضحي بكبشين
“Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam berkurban dihai raya dengan dua ekor kambing, kambing bagus, gemuk, bertanduk warna putih.” Sahabat rasulullah, Anas ibni Malik mengatakan “dan akupun setiap hari raya akan selalu berkurban dua ekor kambing sebagaimana dahulu nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam berkurban”.
Para ulama mengatakan kurban adalah minimal satu ekor kambing dan waktunya adalah setelah dilaksanakan shalat idul adha dan kedua khutbahnya. Waktu kurban adalah setelah dilaksanakan shalat dan kedua khutbah idul Adha dan jika dilakukan sebelumnya maka tidak dihitung sebagai kurban. Sebagai contoh, seseorang yang memotong kambing setelah sholat subuh untuk dibagikan kepada faqir miskin adalah boleh tetapi tidak dihitung sebagai pahala udhiyah. Para fuqoha (ahli fiqh) mengatakan sangat dianjurkan ketika dilaksanakan shalat idul fitri agar diulur waktu pelaksanaannya, sebab hari raya idul fitri terikat dengan zakat fitrah dan waktu utama untuk menunaikan zakat fitrah adalah sebelum dilaksanakan shalat idul fitri. Hal ini berbeda dengan shalat idul adha yang dianjurkan dilakukan lebih awal karena ada udhiyah. Udhiyah dilaksanakan setelah shalat idul adha sehingga masa untuk berkurban menjadi lebih lama. Sebagai contoh, di Kwitang, Alhabib Ali bin Abdurahman Alhabsyi, sejak zaman Alhabib Ali Kwitang di masjid Riyyad, pelaksanaan shalat idul fitri dimulai jam delapan pagi dan untuk shalat idul adha dimulai jam tujuh pagi. Tujuannya adalah agar orang yang ingin berzakat fitrah bisa memiliki waktu yang lebih panjang di hari idul fitri, dan orang yang berkurban memiliki waktu yang lebih panjang di hari idul adha.
Diriwayatkan di dalam hadits oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yang diriwayatkan oleh Al Imam muslim, dari Umul Mukminin sayidatina Ummu Salamah, Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:
من كان عنده ذِبح يريد ان يذبحه فرآى هلال ذي الحجة فلا يمس من شعره و لا من أظفاره شيئا حتى يضحي
“Barang siapa yang memiliki hewan kurban yang ingin dia kurbankan di hari raya maka apabila telah masuk hari pertama bulan dzulhijah hendaknya dia tidak memotong kukunya atau rambutnya hingga selesai dia menyembelih kurbannya di hari raya.”
Demikian sunnah dari Rasulullah dan hal tersebut bukan hal yang wajib. Hikmah dari sunnah ini adalah agar rahmat dan pengampunan Allah mengalir kepada rambut dan kuku kita karena begitu besarnya karunia dan anugerah Allah SWT. Hal yang perlu diperhatikan dalam urutan memilih kurban yang lebih afdhal adalah sebagai berikut :
Pertama. Hewan yang disembelih adalah unta atau sapi atau kambing. Untuk wilayah Indonesia yang tidak ada unta, maka yang baik adalah sapi, kambing, atau kerbau, dan umumnya adalah sapi dan kambing. Dalam kitab المهذب Al imam الشيرازي beliau mengatakan bahwa kurban sapi untuk 1 orang adalah lebih afdhal (utama) daripada kurban sapi untuk 7 orang. Jika kurban sapi dijadikan untuk 7 orang maka kurban 1 kambing untuk 1 orang adalah lebih afdhal (utama).
Kedua. Hewan yang akan disembelih tidak boleh cacat berupa cacat yang mengurangi daging. Jika cacat tersebut mengurangi daging maka kurban tidak sah. Penjual kurban juga hendaknya menjual hewan-hewan kurban yang sehat dan tidak cacat.
- Hewan kurban disunnahkan untuk disembelih sendiri oleh orang yang berkurban. Jika tidak bisa, dapat diwakilkan oleh tukang potong atau orang yang lebih ahli. Diriwayatkan dari 100 ekor unta yang ketika itu ada di tanah suci, 63 ekor unta disembelih sendiri dengan tangan suci beliau shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Pekerjaan yang cukup berat tersebut dilakukan sendiri oleh rasulullah dan 27 ekor lainnya dilanjutkan oleh Sayyidina Ali ibni Abi Thalib r.a . Kejadian ini menujukan bahwa Rasulullah adalah seseorang yang mempunyai fisik yang kuat, tidak lemah, namun kuat, dan kekar karena pekerjaan memotong 1 hewan kurban cukup berat, terlebih 63 ekor. Disinilah kisah yang melegenda, saat hewan-hewan tersebut berebut ingin lebih dahulu disembelih oleh Rasulullah. Hewan-hewan tersebut berebut ingin mendapat keberkahan dan kemuliaan karena disembelih melalui tangan Rasulullah. Sungguh beruntung 63 hewan tersebut, sedangkan 27 sisanya mendapat keberkahan dari Sayyidina Ali ibni Abi Thalib, r.a yang ditugaskan mewakili Rasulullah. Peristiwa ini memberikan pelajaran dan anjuran agar hewan kurban disembelih sendiri dan diwakili apabila tidak bisa. Apabila diwakilkan maka dianjurkan bagi yang kurban agar menyaksikan hewan kurbannya ketika disembelih. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al Imam Al Baihaqi bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sebagaimana diceritakan oleh Abu said al khudriyi, beliau mengatakan kepada Sayyidatina Fathimah puterinya Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wasallam;
قومي إلى أضحيتك فاشهديها فإنه بأول قطرة من دمها يغفر لك ما سلف من ذنوبك
“wahai Fathimah bangun kepada udhiyahmu saksikanlah kurbanmu karena sesungguhnya dari sejak pertama tetesan darahnya yang menyentuh bumi seluruh dosa-dosamu sudah diampuni oleh Allah SWT.”
Sungguh nikmat orang yang mampu berudhiyah. Berkurbanlah bagi orang yang punya kemampuan berkurban dan jangan pelit karena pahalanya sangat besar, mendapat keuntungan dunia akhirat, dan terjaga dari musibah.
Dalam hadits disebutkan:
عظموا ضحاياكم فإنها على الصراط مطاياكم
“Besarkan kurban kalian sebab keselamatan kalian ketika melewati sirath (jembatan yang dibentangkan Allah diatas api neraka), jaminannya ialah hewan yang kalian kurbankan”.
Ada dua pembagian hukum terkait boleh tidaknya memakan hewan kurban. Pertama adalah kurban yang fardhu misalnya sebuah kurban nazar, maka daging kurban wajib dibagikan kepada fakir miskin seluruhnya. Kedua jika kurban tersebut adalah kurban yang sunnah, maka wajib dibagi kepada fakir miskin walaupun hanya sedikit dari daging kurbannya. Bagian yang harus diberikan kepada fakir miskin adalah daging dan bukan lemak. Orang yang berkurban sunnah boleh memakan daging kurbannya dengan catatan bahwa ada sedikit dari daging kurbanya yang dibagi untuk faqir miskin.
Derajat afdholiyah (keutamaan) untuk memakan kurban sunnah adalah sebagai berikut : Derajat pertama, tidak memakannya sedikitpun namum mebagikan seluruh daging kurbannya. Derajat kedua, memakan daging sedikit dan sisa seluruhnya dibagikan ke fakir miskin. Derajat ketiga, memakan sepertiga bagian untuk sendiri, sepertiga bagian dibagikan ke fakir miskin, sepertiga lainnya dibagikan kepada siapapun walaupun orang kaya.
Daging kurban tidak boleh diberikan kepada non muslim (baik kurban nazar atau sunnah). Kurban hanya diberikan kepada orang-orang islam karena kurban adalah jamuan dari Allah SWT dihari raya untuk hamba-hamba-Nya yang beriman. Jika ada orang non muslim yang ingin diberi maka tidak boleh dari daging tersebut dan bisa dibelikan daging di pasar, asalkan jangan dari daging kurban.
Terakhir, hal yang perlu diperhatikan karena sering kali kesalahan ini dilakukan adalah ketika berkurban, orang tersebut tidak boleh menjadikan daging kurban, kulit, kepala, kaki, atau bagian apapun dari hewan kurban sebagai upah untuk orang yang telah menyembelih (tukang potong). Orang yang menyembelih (tukang potong) boleh menerima bagian hewan tetapi tidak boleh menjadi upah (dianggap sebagai upah). Bagian hewan tersebut adalah sama seperti bagian untuk kaum muslimin. Tukang potong boleh menerima upah dengan hal-hal yang disepakati misalnya uang atau beras atau hal lain selain bagian hewan kurban sebagai upah potong.
***