h. Meminta ljin Berpuasa
Seorang istri hendaknya meminta ijin kepada suami ketika ingin melaksanakan puasa sunnah, jikalau dia berpuasa tanpa sepengetahuan suami, maka suami boleh untuk membatalkannya. Akan tetapi jika puasa itu wajib maka tidak perlu untuk meminta ijin suami sebagaimana hadits Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam :
لاَ تَصُوْمُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، غَيْرَ رَمَضَانَ (رواه البخار و مسلم)
Artinya : “Tidak halal bagi wanita puasa (sunnah) sedangkan suaminya berada di rumah. Kecuali sudah mendapat ijin darinya, dan bukan puasa bulan ramadhan.” (HR. Bukhori dan Muslim)
i. Tidak Menerima Tamu
Bagi kaum istri tidak diperbolehkan mengijinkan orang asing atau kerabat atau teman suami untuk memasuki rumahnya ketika suami tidak ada di rumah kecuali seorang muhrim dengan syarat tertentu.
Seorang istri tidak boleh menceritakan atau membuka rahasia yang terjadi dalam keluarga kepada orang lain, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam :
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُل يُفْضِى إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا (رواه مسلم و أبو داود)
Artinya : “Sesungguhnya di antara sejahat-jahat manusia di sisi Allah SWT pada hari kiamat, seorang laki-laki yang menggauli (mensetubuhi) istrinya dan sebaliknya, kemudian suami menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Sumber: Pendidikan Anak dalam Islam – Kasyful Anwar Syarwani