SEGALA PUJI hanya bagi Allah, yang telah menjadikan bumi ini sebagai tempat berhampar dan gunung sebagai pasaknya. Dia berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? dan gunung-gunung sebagai pasak?”(An-Naba’: 6-7)
Segala puji hanya bagi Allah yang telah menciptakan gurun dan pelbagai negeri, kemudian di sana Dia memancarkan air yang mengalir di sungai-sungai. “Dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu.” (Al-Kahfi: 33) Dia mengalirkan air di lembah-lembah dan oase, dan memberikan petunjuk kepada para hamba-Nya agar membuat tempat bernaung, membuat bangunan yang sempurna. Mereka pun membuat bangunan-bangunan yang kuat dan memakmurkan negeri. Mereka memahat bukit dan gunung menjadi rumah .
“Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin.” (Asy-Syu’ara’: 149)
Mereka ciptakan sumur-sumur dan kolam-kolam. Mereka memberikan perhatian besar untuk semakin mengokohkan apa yang telah mereka bangun, menyempurnakan apa yang telah mereka dirikan dan tancapkan. Semua itu agar apa yang telah mereka upayakan menjadi pelajaran bagi kaum yang lalai, dan menjadi saksi bagi kaum yang akan datang.
Allah Jalla Jalalu Dia adalah sebaik-baik yang menuturkan—berfirman, “Maka apakah mereka tiada mengadakan perjalanan di muka bumi lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Adalah orang-orangyang sebelum mereka itu lebih hebat kekuatannya dan (lebih banyak) bekas-bekas mereka di muka bumi. Maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka.” (Al-Mukmin: 82)
Saya memuji Allah yang atas segala nikmat dan anugerah yang telah dikaruniakan-Nya, yang telah memberikan petunjuk dan ilham kepada anak manusia yang berakal), yang menjelaskan kebenaran dan memberikan keamanan kepada mereka.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi dan Rasul terbaik-Nya, kepada manusia pilihan, yaitu Muhammad yang diutus dengan membawa hidayah dan agama yang menjelaskan. Dalam Al-Qur’an, beliau disifati sebagai, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya’: 107).
Shalawat dan salam semoga juga tercurah atas keluarga beliau yang mulia dan berbakti, sahabat-sahabat beliau yang terpilih.
Apakah Dimaksud dengan Rihlah?
Rihlah adalah proses perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain untuk sebuah safar (perjalanan). Bentuk jamak dari kata rihlah adalah rahhal dan rahhalah, seperti kata rahaalyaitu yang banyak melakukan rihlah. Rahaal juga berarti safar.
Dalam banyak hadits, Rasul kita yang tercinta Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mendorong kita untuk melakukan safar. Dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,”Ber-safar-lah, maka kalian akan menjadi sehat!”1
Dari Abu Hurairah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Berperanglah, maka kalian akan mendapatkan ghanimah! Berpuasalah, maka kalian akan menjadi sehat! Ber-safar-lah, maka kalian akan merasa kaya!’
Imam Syafii Rahimahullah berkata:3
Tinggallah di negeri asing demi kemuliaan
Ber-safar-lah, karena dalam safar ada lima manfaat
Mengurai kesusahan dan meraih penghidupan
Ilmu, adab, dan berteman dengan orang mulia
Jika dikatakan,
“Dalam safar ada kelemahan dan cobaan berat
Menembus sahara dan menyelamai tantangan”
Maka, lebih baiklah jika seorang pemuda itu mati
daripada hidup hina di antara pemfitnah dan pendengki
Dengan kerangka berpikir demikian, para salafus saleh menyukai safar dan rihlah. Sebagian mereka melakukan safar hanya sebagai hobi dan kebiasaan, sebagian yang lain melakukannya dalam rangka berniaga.
Sebenarnya, banyak pelancong Muslim di negeri-negeri Islam dan Arab. Misalnya, pelancong terkenal yang kita kaji sekarang, yaitu Ibnu Bathuthah, sama halnya dengan pelancong Magelan dan Cristhoper Columbus di dunia Barat.
Siapakah Ibnu Bathuthah Itu?
Namanya adalah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Al-Lawati Ath-Thanji, Abu Abdullah, Ibnu Bathuthah, traveller (sang pelancong), dan ahli sejarah.
Ibnu Bathuthah lahir dan tumbuh menjadi remaja di Thanjah (Tangier), tahun 703 H bertepatan dengan tahun 1304 M. Pada tahun 725 H, ia meninggalkan negerinya, berkeliling di negeri-negeri seperti Maroko, Mesir, Syam, Hijaz, Irak, Persia, Yaman, Bahrain, Turkistan, Maa Waraa’ nahr (Transoxania), sebagian wilayah India, Cina, Jawa (Nusantara), Tartar, dan Afrika Tengah.
Dalam rihlahnya itu, Ibnu Bathuthah bertemu dengan banyak raja dan amir. Ia memuji mereka dalam bait-bait syair. Dengan hadiah dan bekal yang diberikan para raja dan amir itu, dia melanjutkan rihlah ke pelbagai negeri yang lain. Kemudian dia kembali ke Maroko dan menjadi orang kepercayaan Sultan Abu Inan, salah satu raja Bani Marin. Dia menetap di negeri itu dan mendiktekan catatan dan kisah perjalanannya untuk ditulis ulang oleh Muhammad Ibnu Juzai Al-Kalbi di kota Fez pada tahun 756 H. Buku itu diberinya judul Tuhfah An-Nuzhzhaar fi Gbaraa’ib Al-Amsbaar wa ‘Ajaa’ib Al-Asfaar. Buku inilah yang sekarang berada di hadapan Anda.
Catatan perjalanan ini telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa asing: seperti Inggris, Prancis, dan Portugis, serta disebarluaskan di negeri-negeri itu. Sebagian isinya ada yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Jerman dan disebarluaskan di negeri itu.
Ibnu Bathuthah menguasai Bahasa Turki dan Persia. Rihlahnya menghabiskan waktu selama 27 tahun, mulai tahun 1325 hingga 1352. Ibnu Bathuthah meninggal di Marakesh tahun 779 H, bertepatan dengan tahun 1377 M. Penting untuk diketahui bahwa Universitas Cambridge dalam buku dan atlas terbitannya menyematkan kepada Ibnu Bathuthah sebuah gelar “Pemimpin Pelancong Muslim.”
Upaya yang Saya Lakukan atas Buku Ini
Buku ini memiliki dua keistimewaan:
Pertama: Dalam bukunya, Ibnu Bathuthah menyebutkan banyak sekali nama imam, ulama, penyair, raja, dan amir. Dan inilah memang yang menjadi dasar rihlah yang dilakukannya.
Kedua: Ia banyak menyebutkan nama pelbagai negeri, wilayah pelosok, dan desa yang dikunjunginya, ditinggalinya, atau tempat-tempat yang sekadar dilewatinya.
Karena itu, saya mencurahkan perhatian untuk memberi syakal (tanda baca) pada nama-nama negeri itu di satu sisi, dan di sisi lain juga memberikan penjelasan seperlunya. Selain itu, saya juga menjelaskan sebagian kata atau mufradat Arab. Itu saya lakukan dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami tulisan Ibnu Bathuthah, bukan untuk berpanjang-panjang atau bertele-tele.
Saya membuang saw bagian dalam buku ini, yaitu halaman 96 dari manuskrip aslinya. Hal itu saya lakukan karena isi halaman itu bisa
menghadirkan kebingungan yang mendalam bagi sebagian kalangan. Namun, demi menunaikan amanah-ilmiah, saya tetap menyatakan hal ini dengan terus-terang. Saya berharap, upaya ini membuat Anda takjub, dan mendapatkan kepercayaan Anda yang berharga. Dan, Allah-lah Dzat yang mewujudkan semua tujuan.
Ucapan terakhir kami, “Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam.”
———–
1 Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 2, hlm. 380; dalam Musnad Ahmad cetakan Darul Fikr: (8954); oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, jilid 7, hlm. 102; Az-Zabidi dalam Ithaaf As-Saadat AI-Muttaqiin, jilid 7, hlm. 410; Al-Hindi dalam Kanz Al-Unrmal, 17468, 17469, 17470, 17471, dan 17472
2 Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam MajmaAz-Zawaa’i, jilid 5, hlm. 324; dalam MegmaAz-Zawaa’id cetakan Darul Fikr (9657); Al-Mundziri dalam At-Tarhib Ai-Tarhib, jilid 2, hlm. 83; dan As-Suyuthi dalam Ad-Durr Al-Mantsur, jilid 1, hlm. 182
3 Mir’aah AI-Jinan wa Ibrah Al-Yaqzaan, jilid 2, hlm. 26; Diiwaan Ay-Syafi’i hlm. 193, qasidah nomor 58.
Sumber : RIHLAH IBNU BATHUTHAH Penulis: Muhammad bin Abdullah bin Bathuthah