Jika rasa malu itu dianjurkan dalam hubungannya dengan sesama manusia maka hubungan dengan Allah SWT pun sangat dianjurkan pula. Rasa malu dalam hubungan sesama manusia mengantarkan seorang untuk bersikap dan berperilaku baik, sedang rasa malu dalam berhubungan dengan Allah SWT diwujudkan dengan menghindarkan diri dari sifat perbuatan yang dilarang Allah SWT, karena dalam diri dan jiwa selalu merasa bahwa Allah SWT selalu mengawasinya, sebagaimana dalam firman Allah SWT :
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ
Artinya : “Dan dia bersamamu di mana pun kamu berada.” (QS. Al-Hadid : 4)
Dari sini menunjukkan bahwa malu adalah sebagian dari iman, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam :
الْحَيَاءُ مِنَ اْلإِيْمَانِ (رواه البخار و مسلم)
Artinya : “Malu adalah sebagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menganjurkan untuk malu kepada Allah SWT, beliau bersabda :
اسْتَحْيُوْا مِنَ اللهِ تَعَالَى حَقَّ الْحَيَاءِ قَالَ إِنَّا نَسْتَحْيِى مِنَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ قَالَ : لَيْسَ ذَلِكَ مَنِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى، وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى. وَمَنْ أَرَادَ اْلأخِرَةَ تَرَكَ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا. فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ (رواه مسلم)
Artinya : “Dan malulah kamu sekalian kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya, mereka (para sahabat) berkata: sesungguhnya kami sungguh malu kepada Allah SWT. Dan segala puji bagi Allah SWT, Rasulullah SAW bersabda: “Bukannya yang demikian itu, tetapi barangsiapa malu kepada Allah SWT sebenar-benarnya, maka hendaklah ia menjaga kepala dan sekitarnya, dan menjaga perut dan sekelilingnya, dan mengingat mati dan bala’. Dan barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka dia akan meninggalkan perhiasan kehidupan dunia. Barangsiapa melakukan semua itu, maka berarti dia telah malu kepada Allah SWT dengan sebenarbenarnya.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan menjaga kepala dan sekitarnya adalah menjaga sesuatu yang terdapat padanya, seperti pendengaran, penglihatan, perkataan dan akal. Tidak mendengarkan perkataan yang buruk, tidak berbicara dengan ghibah (menggunjing) dan namimah (mengadu domba) tidak melihat kepada yang diharamkan, menghindari kemudharatan bagi orang lain, karena semua itu akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak, sebagaimana firman Allah SWT :
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُوْلاً
Artinya : “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan dimintai pertanggung jawaban. “ (QS. Al-Isra’ : 36)
Maksud dari menjaga perut dan apa yang dikandungnya adalah menjaga diri dari makanan yang haram dan menjaga kehormatan (alat kelamin) dari perbuatan zina.
Sedangkan mengingat mati dan kerusakan (bala’) sangat bermanfaat sebab akan dapat menenangkan hati, mendorong untuk lebih banyak berbuat taat. Meninggalkan perhiasan dunia, karena perhiasan dunia itu hakikatnya sedikit dan fana sedangkan akhirat adalah kekal dan abadi.
Meninggalkan kesenangan kehidupan dunia berarti tidak menuruti kacau balaunya dunia serta menjauhi saling berebut dunia (harta) karena semua itu akan menimbulkan hasut dan saling benci di antara sesama manusia dan berpaling dari mengingat Allah SWT.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa malu kepada Allah SWT, menyebabkan selamat hati, lisan, pendengaran, dan penglihatan dari segala sesuatu yang mengandung keburukan dan kesalahan (bathil), lebih mengutamakan kebaikan dan kebenaran serta membawa kepada keberuntungan dunia akhirat.
Sumber: Pendidikan Anak dalam Islam – Kasyful Anwar Syarwani