“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan hiasannya, marilah kalian kuberi mut’ah (suatu pemberian dari suami menurut kemampuannya) dan kalian kucerai secara baik-baik. Namun, jika kalian menghendaki keridaan Allah dan Rasul-Nya serta (kebahagiaan) di akhirat maka sesungguhnya Allah telah menyediakan pahala besar bagi siapa saja di antara kalian yang berbuat baik.'”
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam berpoligami, menghimpun sejumlah istri dalam rumah tangga yang besar. Dengan syarat-syarat penghidupan yang serba terbatas saja ternyata beliau dapat mempersatukan mereka dalam kecintaan, ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, dan keimanan kepada beliau sebagai suami maupun sebagai Nabi. Bahkan pada suatu saat ketika beliau menawarkan suatu pilihan mana yang mereka sukai: Bercerai dengan beliau agar mereka dapat bebas menikmati kesenangan hidup di dunia, atau, beroleh keridaan Allah dan Rasul-Nya dengan konsekuensi ikhlas menerima syarat-syarat penghidupan serba terbatas, terbukti tidak seorang pun dari mereka yang menyukai pilihan pertama. Peristiwa itu diabadikan dalam Al-Quranul-Karim Surah Al-Ahzab 28-29.
Memang ada beberapa hikmah di balik pernikahan Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam dengan beberapa orang wanita. Di antara mereka itu hanya seorang saja yang gadis, yaitu ‘A’isyah r.a. Selebihnya adalah janda yang menanggung beban penghidupan anak-anak yang sudah tidak berayah. Mereka itu sebenarnya membutuhkan pertolongan, perlindungan dan bimbingan. Dan di antara mereka yang melahirkan putra-putri hingga dewasa hanya istri pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid r.a.[1] Para janda yang dinikah oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam selain Khadijah r.a.—istri pertama yang sangat besar jasa dan pengabdiannya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan istri tunggal beliau hingga akhir hayatnya. pada umumnya memang benar-benar merasakan betapa besar arti pertolongan yang beliau berikan kepada mereka dengan pernikahan itu. Mereka tidak hanya ditinggalkan para suaminya terdahulu, tetapi juga terangkat derajat dan martabatnya di tengah masyarakat sehingga beroleh peredikat Ummul Mu’minln (Ibu Kaum Mukminin).
Kecuali itu masih tersirat hikmah yang lain lagi, yaitu setiap pemimpin besar tentu mempunyai rahasia kehidupan pribadi yang tidak diketahui oleh orang lain kecuali yang paling dekat hubungannya setiap saat. Lebih-lebih Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam yang setiap gerak dan langkahnya menjadi suri teladan bagi umatnya. Dalam hal itu seorang istri tidak mungkin dapat memantau dan menelusuri semua segi kehidupan beliau. Lain halnya jika banyak pihak yang sangat dekat hubungannya dengan beliau, seperti para istri beliau. Banyak sekali segi kehidupan beliau yang dapat mereka pantau dan mereka telusuri sehari-hari, yang jika semua hasil pemantauan mereka itu dihimpun menjadi satu dapat menjadi tambahan bukti yang membenarkan kenabian dan kerasulan beliau shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam. Tegasnya ialah, dengan sejumlah istri yang mengetahui sedalam-dalamnya berbagai segi kehidupan beliau, maka jika terdapat sesuatu yang aneh, atau yang tidak berkenan di hati, tentu amat sukar disembunyikan atau ditutup-tutupi. Lain hal nya jika yang memantau kehidupan pribadi beliau hanya seorang istri.
Banyak segi kehidupan pribadi Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam yang sehari-hari dipantau oleh para istrinya, baik sikap, sifat, akhlak, perangai, perilaku dan apa saja yang menjadi kebiasaan sehari-hari. Semua itu oleh mereka disampaikan beritanya kepada umat beliau sebagai contoh dan sebagai teladan yang perlu diikuti. Kenyataan membuktikan, dari sekian banyak hadis atau berita riwayat mengenai kehidupan beliau yang mereka sampaikan kepada umatnya, tidak ada satu hadis atau satu berita pun yang negatif. Bukankah itu menunjukkan kemuliaan dan keagungan beliau?
Jelaslah sudah, bahwa pernikahan beliau dengan sejumlah wanita sama sekali tidak lepas dari ajaran agama Allah yang beliau sampaikan kepada umatnya. Tujuannya adalah: Pertama, agar semua segi kehidupan pribadi beliau dapat direkam oleh banyak pihak untuk disampaikan kepada umatnya. Kedua, semua hasil pemantauan itu menjadi tambahan bukti tentang kebenaran beliau sebagai Nabi dan Rasul.
Selain itu semua masih banyak rincian hikmah yang dapat kita kaji dan kita teliti dan poligami yang beliau lakukan, baik yang berupa kemaslahatan bagi setiap istri beliau maupun kemaslahatan bagi dakwah agama Islam sendiri.
Mariyah Al-Qibthiyyahjuga melahirkan seorang putra bagi Rasulullah shalallahu alaihi wa aalihi wa sallam, Ibrahim, tetapi kemudian wafat dalam usia 6 bulan.
Sumber : Baitun Nubuwwah Karya H.M.H. Al-Hamid Al-Husaini