Wanita yang tidak mengenakan hijab dinilai telah melakukan perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah SWT, karena dalam hal ini ia telah melanggar ketentuan syariat Islam. Dan dia berhak untuk diberikan sanksi atau ta’zir2 atau sebuah pelajaran oleh hakim syar’i sehingga ia tak mengulangi lagi pelanggaran tersebut.
Syeikh Ibn Hajar dalam kitabnya Az-zawajir ‘an Iqtiraf Al-Kaba’ir menganggap pelanggaran tadi (wanita yang tidak mengenakan hijab) sebagai perbuatan dosa besar yaitu berada pada peringkat ke seratus delapan, beliau berkata, “Wanita yang mengenakan pakaian tipis sehingga membuat kulitnya nampak, menampilkan gemulai dan lenggak-lenggoknya, serta menampilkan perhiasannya seperti emas atau permata dari bawah niqab-nya, begitu pula ketika ia mengenakan wewangian misk di saat keluar dari rumahnya, dan bersolek disaat pergi keluar rumahnya dengan segala sesuatu yang membuatnya dinilai telah ber-tabarruj3 misalnya mengenakan pakaian yang mengkilap atau kain sutera, juga memperlonggar dan memanjangkan lengan bajunya.
Dalam Sunan Ibn Majah disebutkan sebuah hadits berikut :
“Wahai sekalian manusia, laranglah wanita-wanita kalian untuk mengenakan perhiasan dan berpenampilan sombong di dalam mesjid karena Bani Israil tidak dilaknat sebelum kaum wanita dari kalangan mereka mengenakan perhiasan (yang berlebihan) dan berpenampilan sombong di mesjid.”
2. Ta’zir artinya hukuman yang lebih ringan dari hukuman yang ditetapkan agar si pelaku jera dan tak lagi mengulangi perbuatan dosa – pent.
3.Tabarruj artinya menampakkan ‘perhiasan’ yang biasanya tidak dinampakkan oleh wanita baik-baik, atau memakai sesuatu yang tidak wajar dipakai. Seperti bermake-up secara berlebihan, atau berjalan dengan berlenggak lenggok dan sebagainya. Menampakkan sesuatu yang biasanya tidak dinampakkan – kecuali kepada suami – dapat mengundang decak kagum pria lain yang pada gilirannya dapat menimbulkan rangsangan atau mengakibatkan gangguan dari yang usil.