Dalam salah satu khotbahnya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Setiap perjalanan pasti membutuhkan bekal. Oleh karena itu jadikanlah takwa kepada Allah sebagai bekal untuk perjalanan kalian ke negeri akhirat. Jadilah kalian seperti orang yang sudah melihat dengan mata kepala sendiri pahala dan hukuman yang telah disiapkan oleh Allah. Tanamkanlah perasaan harap-harap cemas dalam hati kalian. Jangan habiskan waktu kalian sehingga hati kalian menjadi keras, lalu kalian tunduk kepada musuh kalian. Demi Allah, tidak akan bisa leluasa berangan-angan seseorang yang tidak tahu apakah ia masih mendapati waktu pagi ketika ia sedang berada di waktu sore, dan apakah ia masih mendapati waktu sore ketika ia sedang berada di waktu pagi. Sangat boleh jadi di antara waktu sore dan waktu pagi ada kematian.
Betapa sering kita melihat orang yang tertipu oleh dunia. Orang boleh bergembira karena yakin bakal selamat dari azab Allah. Tetapi sebenarmya yang patut bergembira ialah orang yang selamat dari huru-hara kiamat. Seseorang yang tidak segera mau mengobati lukanya, maka luka itu akan menjalar ke mana-mana. Jadi, mana mungkin ia bisa bergembira? Aku berlindung kepada Allah, jangan sampai aku menyuruh kalian melakukan sesuatu yang tidak aku lakukan. Sebab itu akan membuat aku rugi, aib-aibku akan terungkap, dan kemiskinanku akan terlihat nyata pada hari ketika kekayaan dan kemiskinan diperlihatkan dan ketika neraca amal dipasang. Kalian akan melihatnya dengan mata kepala sendiri. Jika hal itu dilihat oleh bintang-bintang ia akan berguguran, jika dilihat oleh gunung-gunung ia akan runtuh, dan jika dilihat oleh bumi ia akan terbelah. Kalian tahu, di antara surga dan neraka tidak ada tempat lain, dan bahwa kalian pasti akan menju ke salah satunya.”
Seorang ulama menulis sepucuk surat kepada salah seorang temannya sebagai berikut, “Ammn ba’du! Sesungguhnya dunia itu mimpi dan akhirat itu terjaga. Sementara antara mimpi dan terjaga adalah kematian. Kita semua ini sedang dalam mimpi. Sekian.”
Seorang ulama yang lain berkirim sepucuk surat kepada seorang temannya sebagai berikut, “Sesungguhnya kesedihan atas dunia sangat panjang. Padahal posisi seseorang itu sangat dekat dengan kematian. Setiap hari bagiannya dari dunia terus berkurang. Dan bencana terus merangkak menggerogoti tubuhnya. Oleh karena itu, bergegaslah sebelum terdengar seru a n untuk pergi ke akhirat. Sekian.”
Abdullah bin Shamit pemah mendengar ayahnya berkata, “Wahai orang yang tertipu oleh kesehatan yang cukup lama! Apakah kamu sama sekali tidak pernah melihat orang yang mati tanpa lebih dahulu sakit? Wahai orang yang tertipu oleh usia yang panjang! Apakah kamu sama sekali tidak pemah melihat orang yang tiba-tiba mati disambar petir? Jika kamu selalu memikirkan tentang usia panjang, niscaya kamu akan lupa pada kesenangan-kesenangan yang telnh kamu nikmati. Kamu ini sedang tertipu oleh kesehatan, atau kamu sedang pongah karena jarang sekali sakit? Kamu ini sedang merasa aman dari kematian, atau kamu berani menentang malaikat maut? Sesungguhnya kalau malaikat maut sudah datang, ia tidak akan dapat dicegah oleh harta kekayaanmu atau oleh banyaknya pengikutmu. Kamu harus tahu, bahwa sesungguhnya saat kematian itu penuh dengan kesulitan, penyesalan, dan ratapan atas kesalahan. Semoga Allah berkenan mengasihi seorang hamba yang mau beramal demi kehidupan sesudah mati, dan semoga Allah berkenan mengasihi seorang hamba yang mau memikirkan dirinya sebelum datang kematian.”
Abu Zakaria at-Taimi mengatakan, “Ketika Sulaiman bin Abdul Malik tengah berada di Masjidil Haram, tiba-tiba ada seseorang datang dengan membawa seonggok batu berukir tulisan. Ia lalu mencari orang yang bisa membacakan tulisan itu. Didatangkan Munabbih, dan ia membacakan tulisan tersebut, ‘Wahai anak cucu Adam, seandainya kamu bisa melihat betapa sisa ajalmu yang sudah sangat dekat, niscaya kamu akan menjauhi angan-anganmu yang panjang, kamu akan bersemangat menambah amal kebaikan, dan segera menghentikan keserakahan serta segala rekayasa. Kelak kamu hanya akan bertemu dengan penyesalan jika kamu sampai terpeleset. Isteri dan harta benda tidak lagi bisa membelamu. Kamu akan ditinggalkan oleh keluarga dekat dan segenap handai tolan. Mereka tak peduli pada nasibmu. Dan kamu sudah tidak punya lagi kesempatan untuk kembali ke dunia untuk menambah amal-amal kebajikanmu. Oleh karena itu, beramallah sebagai persiapan menghadapi hari kiamat sebelum kamu merasa merugi dan menyesal.’ Mendengar semua itu, Sulaiman bin Abdul Malik menangis tersedu-sedu.”
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali