Seorang ulama bercerita, “Aku sempat membaca sepucuk surat yang dikirim oleh Muhammad bin Yusuf kepada Abdurrahman bin Yusuf. Surat itu berisi nasihat sebagai berikut.
“Semoga keselamatan selalu dilimpahkan kepadamu. Aku ajak kamu untuk selalu bersyukur memuji Allah Tuhan satu-satunya, Amma ba’dul Aku ingin memperingatkan bahwa kamu pasti akan berpindah dari negeri rantau yang hanya bersifat sementara ke negeri tempat tinggalmu yang kekal. Di sana lah semua amalmu akan dibalas. Kamu pasti akan berada di dalam perut bumi setelah sekian lama pernah tinggal di permukaannya. Malaikat Munkar dan Nakir pasti akan datang kepadamu. Mereka akan mendudukkan kamu dan membentak-bentakmu. Jangan khawatir, jika Allah bersamamu maka kamu tidak akan kesepian dan celaka. Tetapi jika Allah tidak bersamamu, aku berdoa semoga Allah melindungi kita dari bencana yang buruk dan tempat tinggal yang sempit lagi menyesakkan. Kemudian kamu pasti akan mendengar seruan dari padang mahsyar dan tiupan sangkakala. Kamu juga pasti akan menyaksikan bagaimana Allah Yang Maha perkasa akan mengadili dan memuluskan seluruh makhluk yang ada di bumi dan di langit. Semua rahasia akan dibeberkan, api neraka dinyalakan, neraca amal dipasang, para nabi dan para syuhada dihadirkan. Mereka semua akan diberi keputusan dengan adil, dan dikatakan bahwa sesungguhnya segala puji adalah kepunyaan Allah Tuhan seluruh semesta alam. Banyak manusia yang akan dibuka aibnya, tapi banyak pula yang tetap ditutupi. Banyak yang akan binasa dan yang selamat. Banyak manusia yang diazab maupun yang memperoleh rahmat. Aduh, bagaimana nasibku dan nasibmu pada hari itu?
Dalam tulisan ini aku menekankan tentang sesuatu yang dapat menghilangkan kesenangan duniawi, memalingkan orang dari nafsunya, memutus harapannya, membangunkan orang-orang yang tidur, dan menyadarkan orang-orang yang lalai. Semoga Allah berkenan menolong kita dalam menghadapi bahaya yang sangat besar ini, dan menempatkan dunia dan akhirat di hati kita seperti orang-orang yang bertakwa. Sungguh kita ini hidup untuk mengabdi kepada Allah, dan pasti akan kembali kepada-Nya. Sekian.‘”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam salah satu khotbahnya, setelah memanjatkan puji dan puji kepada Allah, mengatakan, “Wahai manusia, sungguh kalian tidak diciptakan seeaia sia-sia, dan kalian pun tidak dibiarkan begitu saja. Sesungguhnya kalian memiliki tempat kembali. Allah akan mengumpulkan kalian di sana untuk memutuskan dan mengadili apa yang telah terjadi di antara kalian. Kelak akan merugi dan celaka seorang hamba yang dikeluarkan oleh Allah dari rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu, dan dari surga-Nya yang seluas langit dan bumi. Pada hari itu, keselamatan hanya bagi orang yang merasa takut, yang bertakwa, dan yang rela menjual sesuatu yang sedikit dengan sesuatu yang banyak, menjual sesuatu yang fana dengan sesuatu yang kekal, dan menukar kecelakaan dengan kebahagiaan. Apakah kalian tidak sadar, bahwa kalian akan mati, dan kalian akan digantikan oleh generasi lain yang akan lahir setelah kalian. Dan apakah kalian juga tidak sadar bahwa setiap hari, pagi dan sore, kalian mengantarkan jenazah yang berpulang kepada Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung karena telah habis masa hidupnya dan telah terputus angan-angannya? Kalian letakkan jasadnya di liang lahat tanpa bantal dan tanpa hamparan sama sekali, la telah meninggalkan sarana-sarana kesenangan, dan berpisah dengan orang-orang tercinta untuk menghadapi peristiwa hisab (perhitungan amal). Demi Allah, aku katakan ini dengan sadar bahwa tak ada seorang pun yang dosanya lebih banyak dariku. Tapi, itulah sunnah-sunnah Allah yang adil, dan dengan sunnah-sunnah itulah aku menyuruh kalian untuk patuh kepada-Nya dan melarang kalian mendurhakai-Nya. Aku selalu memohon ampun kepada-Nya.”
Selanjutnya ia menutup mukanya dengan lengan baju. la menangis sesenggukan sehingga jenggotnya basah oleh air mata. Dan ia wafat sebelum sempat kembali lagi ke tempat duduknya.
Al-Qa’qa’ bin Hakim berkata. “Selama tiga puluh tahun aku telah mempersiapkan diriku untuk mati. Sewaktu-waktu ia datang menjemputku, aku tidak ingin ada yang bisa menundanya.”
Sufyan ats-Tsauri mengatakan, “Aku pernah melihat seorang kakek di sebuah masjid di Kuffah. Ia berkata, ‘Aku telah tinggal di masjid ini sejak tiga puluh tahun lalu untuk menunggu ajal kematian menjemputku. Begitu ia datang, aku tidak akan menyuruh atau mencegah apa pun. Dan aku pun tidak punya tanggungan maupun hak terhadap siapa pun.'”
Abdullah bin Tsa’labah mengatakan, “Kalau kamu masih bisa tertawa, itu mungkin karena kain kafanmu baru diambil dari tukang tenun yang mengerjakannya.”
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali