Rasa sakit ini telah melumpuhkan akalnya, membungkam lidahnya, dan melemahkan semua persendiannya. Sebenarnya ia ingin sekali meratap, berteriak, dan menjerit minta tolong. Tetapi ia tidak kuasa lagi melakukan semua itu. Satu-satunya tenaga yang masih tersisa hanyalah suara lenguhan dan desah nafas tersengal-sengal yang terdengar dari tenggorokan dan dadanya saat nyawa sedang dicabut. Warna kulitnya juga berubah dan menjadi keabu-abuan mirip warna tanah liat, yaitu tanah yang menjadi sumber asal penciptaannya. Seluruh urat tercabut kekuatannya, yang menimbulkan rasa pedih di sekujur tubuh Bagian dalam dan luarnya. Bola matanya terbelalak ke atas, bibirnya tertarik ke belakang, lidahnya mengerut, kedua buah zakar terangkat naik, dan ujung jemari berubah warna menjadi hitam kehijauan. Jadi jangan Anda tanyakan bagaimana sakitnya tubuh ketika seluruh urat dicabut dayanya, hingga menjadi kaku. Sebab, satu saja urat dicabut, rasa sakitnya sudah tidak bisa dibayangkan. Lalu bagaimana rasanya jika yang dicabut adalah ruh atau nyawa itu sendiri?
Selanjutnya satu persatu anggota tubuh akan mati. Mula-mula telapak kakinya menjadi dingin, kemudian betis dan pahanya. Setiap anggota tubuh merasakan sekarat demi sekarat, penderitaan demi penderitaan. Dan itu terus terjadi sampai ruhnya mencapai kerongkongan. Pada tilik ini berhentilah perhatiannya kepada dunia berikut seluruh penghuninya. Pintu tobat telah ditutup, dan ia pun diliputi oleh rasa sedih dan penyesalan.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam bersabda:
تقبل توبة العبد مالم يغرغر
“Tobat seorang hamba masih diterima selama ruh belum sampai di tenggorokan.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Allah swt. berfirman:
وليست التوبة للذين يعملون السيئات حتى اذا حضر احدهم الموت قال إني تبت الان
“Dan tobat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, ‘Saya benar-benar bertobat sekarang.'”(an-Nisaa’: 18)
Mujahid menafsirkan ayat di atas, “Ketika seseorang melihat ulusan (malaikat pencabut nyawa) dengan mata kepala sendiri, maka wajah malaikat maut itu tampak jelas di hadapannya. Jadi janganlah engkau tanyakan betapa pahit dan getirnya kematian dan saat sakaratul maut. Itulah sebabnya Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam selalu berdoa, ‘Ya Allah, tolong ringankanlah sakaratul maut atas Muhammad.”
Jadi, kalau manusia tidak mau memohon perlindungan dari sakaratul maut dan tidak menganggap hal itu sebagai urusan besar yang sangat mengerikan, maka itu adalah karena kebodohan mereka. Sesungguhnya, segala sesuatu yang belum pernah terjadi hanya bisa diketahui lewat cahaya nubuwat dan kewalian. Itulah sebabnya para nabi alaihimus salam dan para wali sangat takut kepada mati. Bahkan nabi Isa a.s. mengatakan, “Wahai segenap kaum Hawari, berdoalah kepada Allah semoga Dia berkenan meringankan sekaratul maul-ku. Rasa takutku pada mati benar-benar sangat besar.”
Diriwayatkan bahwa satu rombongan Bani Israil sedang berjalan melewati pekuburan. I.alu salah seorang dari mereka berkata kepada yang lain, “Bagaimana jika kalian berdoa kepada Allah agar Dia bekenan menghidupkan satu mayat saja di kuburan ini untuk kalian tanyai?” Mereka lalu berdoa kepada Allah. Tiba-tiba saja di hadapan mereka muncul seorang laki-laki yang berdiri dengan sepasang mata yang terlihat tanda-tanda sujud, la keluar dari satu kuburan dan berkata, “Wahai manusia, apa yang kalian inginkan dariku? Lima puluh tahun yang lalu aku telah mengalami kematian, namun sampai sekarang rasa pedihnya belum juga hilang dari hatiku.”
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali