Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Nabi Ibrahim a.s. meninggal dunia, Allah Ta’ala bertanya kepadanya, “Bagaimana kamu merasakan kematian, wahai kekasih-Ku?” Ibrahim menjawab, “Seperti sebuah besi pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu yang basah, kemudian ditarik.” Allah berfirman: “Itu karena Kami sudah meringankannya untuk dirimu.”
Diriwayatkan tentang Musa a.s., bahwa ketika ruhnya akan menuju ke hadirat Allah swt., Allah berfirman kepadanya, “Wahai Musa, bagaimana kamu mendapati kematian?” Ia menjawab, “Aku mendapati diriku laksana seekor burung pipit yang dipanggang hidup-hidup di atas pemanggangan. Ia tidak mati agar terbebas dari rasa sakit, dan tidak juga bisa terbang untuk menyelamatkan diri.”
Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi Musa menjawab, “Aku mendapati diriku seperti seekor domba yang dikuliti hidup-hidup oleh tangan seorang jagal.”
Nabi Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam ketika berada di ambang kematian, di dekat beliau ada segelas air. Beliau lalu memasukkan tangannya ke dalam air tersebut, lalu beliau mengusapkannya ke wajah seraya berdoa, “Ya Allah, ringankanlah atasku sakaratul maut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada suatu hari Fathimah r.a. berkata kepada ayahnya, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam, “Alangkah sedihnya aku melihat penderitaan Anda, wahai ayah.”
Beliau menjawab, “Tidak akan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini.” (HR. Bukhari)’
Umar r.a. berkata kepada Ka’ab al-Ahbar, “Wahai Ka’ab, jelaskan kepada kami tentang kematian!” Ka’ab menjawab, “Baiklah, wahai Amirul Mukminin. Kematian itu laksana sebatang pohon berduri yang dimasukkan ke dalam rongga badan seseorang, kemudian ditarik dengan sekuat-kuatnya oleh seseorang yang sangat kuat, sehingga tertariklah semua yang tertarik dan tersisalah semua yang tersisa.”
Nabi Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam bersabda:
“Sesungguhnya seseorang pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian, dan sebagian sendi-sendinya akan terpisah darisebagian yang lain seraya berkata, ‘Semoga kamu baik-baik saja. Kita harus berpisah sampai dalang hari kiamat.'”
Itulah sakaratul maut yang telah terjadi kepada para wali yang menjadi kekasih-kekasih Allah. Lalu bagaimana dengan kita yang selalu tenggelam dalam berbagai kemaksiatan? Kita pasti akan mengalami tiga petaka berat selama proses sakaratul maut itu.
Pertama, petaka tercabutnya nyawa, seperti telah kami kemukakan tadi.
Kedua, petaka menyaksikan sosok malaikat maut dan rasa gentar serta takut begitu melihatnya. Manusia yang paling kuat sekalipun tidak akan sanggup melihat sosok malaikat maut saat menjalankan tugasnya untuk mencabut nyawa manusia yang penuh dosa.
Saat sang malaikat maut datang untuk mencabut nyawanya, Nabi Ibrahim a.s., sang kekasih Allah bertanya kepadanya, “Apakah engkau bisa memperlihatkan sosokmu kepadaku saat sedang mencabut nyawa seorang manusia yang gemar melakukan perbuatan jahat?”
Malaikat maut menjawab, “Anda tidak akan sanggup melihatnya.”
Tapi Ibrahim bersikeras, “Aku pasti sanggup.”
Akhirnya malaikat maut menjawab, “Baiklah. Sekarang berpalinglah dariku.”
Ibrahim pun berpaling darinya. Lalu, ketika ia berbalik kembali, ia melihat di hadapannya sosok makhluk berkulit hitam legam, berambut lurus tegak, berbau busuk, dan mengenakan pakaian serba hitam. Dari mulut dan lubang hidungnya keluar jilatan api. Melihat pemandangan itu, Ibrahim seketika jatuh pingsan. Saat siuman, malaikat maut sudah berubah dalam wujud semula. Ia berkata, “Wahai malaikat maut, bila seorang yang durhaka melihat wajahmu saja pada saat kematiannya, niscaya itu sudah cukup menjadi hukumannya.”
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dari Nabi Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam, beliau bersabda:
“Sesungguhnya Daud a.s. adalah manusia yang sangat pencemburu. Setiap kali hendak keluar rumah, ia selalu mengunci semua pintu. Pada suatu hari, setelah mengunci semua pintu, ia keluar meninggalkan rumah. Namun kemudian isterinya yang tinggal sendirian di rumah mendapati seorang laki-laki di dalam rumahnya. Ia bertanya-tanya dalam hati, ‘Siapa yang telah mengizinkan laki-laki ini masuk? Kalau Daud pulang, ia pasti akan marah.’ Ketika Daud pulang dan melihat laki-laki itu, ia bertanya, ‘Siapa kamu ini?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Aku adalah yang tidak merasa takut kepada para raja, dan tidak pernah bisa dihalangi oleh pengawal raja.’ Daud berkata, ‘Demi Allah, berarti engkau ini malaikat maut.’ Dan saat itu pula Daud a.s. meninggal dunia.
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali