Pada suatu hari Watsilah bin al-Asqa’ menjenguk seorang yang sedang sakit dan bertanya kepadanya, “Tolong katakan kepadaku, bagaimana sangkaanmu kepada Allah?”
Ia menjawab, “Aku telah bergelimang dalam dosa-dosa, dan aku benar-benar berada di pinggir jurang kebinasaan. Namun aku tetap mengharapkan rahmat Tuhanku.”
Mendengar ucapan itu, Watsilah bertakbir yang diikuti oleh semua anggota keluarga orang tersebut. Watsilah berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam bersabda:’Allah swt. berfirman: “Aku tergantung pada sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Silahkan ia menyangka kepada-Ku sekehendaknya.’
Pada suatu hari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam menjenguk seorang pemuda yang hendak meninggal dunia. Beliau bertanya, “Bagaimana perasaanmu?”
Ia menjawab, “Aku tetap berharap kepada Allah, dan aku takut akan dosa-dosaku.”
Beliau bersabda:”Jika kedua perasaan (harapan dan takut) tersebut bersatu di hati seorang hamba dalam keadaan seperti ini, niscaya Allah akan memberi apa yang diharapkannya, dan menyelamatkan dari apa yang ditakutinya.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Tsabit al-Bannani mengatakan, “Ada seorang pemuda yang terkenal sangat pemarah. Berkali-kali ibunya menasehatinya, dan terakhir ia berkata, ‘Wahai anakku, suatu saat kamu akan mati. Ingatlah hal itu!’ Ketika ia jatuh sakit dan sudah dalam keadaan kritis, ibunya berkata kepadanya, ‘Wahai puteraku, aku kan sudah pernah memperingatkan kamu, bahwa kamu pasti akan mengalami hal ini.’ Ia menjawab, ‘Wahai ibu, sesungguhnya aku tetap memiliki Tuhan yang sangat baik. Aku selalu berharap Dia memberikan sebagian kebaikan-Nya kepadaku pada saat-saat seperti ini.’ Berkat sangkaannya kepada Allah itulah, ia diberi rahmat oleh-Nya.”
Jabir bin Wada’ah bercerita, “Ada seorang pemuda yang suka berbuat buruk, dan ia tengah dalam keadaan kritis. Ibunya kemudian bertanya, ‘Wahai anakku, apakah kamu ingin menyampaikan suatu pesan?’ la menjawab, ‘Ya, tolong simpan cincinku ini, yang di situ ada tulisan kalimat-kalimat untuk mengingatkanku pada Allah. Barangkali saja Allah berkenan merahmatiku.’ Selesai upacara pemakaman, seorang temannya bermimpi bertemu dengannya dan ia berkata, ‘Tolong sampaikan kepadaku bahwa kalimat yang ada di cincinku itu benar-benar telah memberikan manfaat kepadaku. Sesungguhnya Allah telah mengampuniku.'”
Suatu ketika seorang badui jatuh sakit. Dan ketika diberitahu kalau ia akan mati, ia bertanya, “Kemana aku akan dibawa?” Seorang anggota keluarganya menjawab, “Kepada Allah.” Ia berkata, “Aku senang sekali, karena aku akan dibawa kepada Tuhan yang adalah sumber segala kebaikan.”
Al-Mu’tamir bin Sulaiman berkata, “Ketika mendekati ajal,ayahku berkata, ‘Wahai Mu’tamir, katakan kepadaku tentang kemurahan-kemurahan Allah. Aku ingin menemui Allah Ta’aladalam keadaan berbaiksangka kepada-Nya.”
Orang-orang salaf dahulu suka membicarakan kebaikan-kebaikan amal seseorang yang akan meninggal dunia, supaya ia bisa mati dalam keadaan berbaik sangka kepada Tuhannya.
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali