B. Agar Hati Selalu Ingat Kematian
Ketahuilah, sesungguhnya kematian adalah sesuatu yang sangat dahsyat, menakutkan, dan ancaman yang amal besar. Manusia lalai dari mengingat kematian karena mereka jarang memikirkan dan mengingatnya. Bahkan orang yang mengingat kematian tapi dengan hati yang kosong atau dengan tetap sibuk dalam gelimang kesenangan duniawi pun, belum bisa disebut mengingatnya, karena hal itu tidak akan menimbulkan pengaruh positif dalam hatinya. Jadi, cara yang benar dalam mengingat kematian ialah seseorang harus mengosongkan hatinya dari segala sesuatu, sehingga yang ia ingat hanyalah kematian yang berada di depan mata. Ia seperti orang yang hendak bepergian melintasi padang pasir luas yang penuh bahaya, atau hendak mengarungi lautan yang ganas. Dengan demikian ia tidak akan memikirkan sesuatu yang lain.
Ketika perasaan ingat akan kematian menggugah hatinya dan telah membekas padanya, sudah barang tentu ia tidak merasa begitu gembira terhadap kesenangan duniawi, karena hatinya telah hancur berkeping-keping. Cara yang paling efektif1 untuk mewujudkan hal itu .ialah dengan sering mengingat teman-temannya yang telah meninggal dunia lebih dahulu. Ia ingat akan kematian mereka dan jasad mereka yang membusuk di kalang tanah. Ia ingat kembali bagaimana penampilan dan keadaan mereka ketika masih hidup. Ia merenungkan bagaimana sekarang tanah telah melenyapkan kecantikan maupun ketampanan mereka, bagaimana bagian tubuh mereka telah hancur membusuk di dalam kubur, bagaimana isteri-isteri mereka lelah menjadi janda, anak-anak mereka telah menjadi yatim, bagamaimana mereka telah meninggalkan harta benda mereka, bagaimana mereka telah terpisah dari masjid-masjid dan majlis-majlis mereka, dan bagaimana semua jejak langkah mereka telah terhenti.
Jika seseorang mengenang orang lain dan keadaannya saal sudah mati, membayangkan rupanya, mengingat saat-saat gembira bersamanya, bagaimana ia pernah dalang dan pergi, dan bagaimana ia berusaha untuk bisa terus hidup mempertahankan eksistensinya, lantas mengapa ia menjadi lupa akan kematian? Bagamana ia bisa tertipu oleh sarana-sarana kesenangan yang tak bermakna itu? Bagaimana ia membanggakan kekuatan masa mudanya? Kenapa ia bisa begitu ceria dan bersenang-senang sehingga lalai dari kematian yang datang begitu cepat, dan dari kehancuran yang telah menanti di hadapannya? Dan bagaimana ia pernah pergi kesana kemari, lalu sekarang kaki dan tulang-tulang sendinya sudah membusuk di dalam kubur? Dulu ia sangat fasih berbicara, tetapi sekarang ulat-ulat telah memakan habis lidahnya. Ia yang dulu gemar lertawa terbahak-bahak, kini tanah telah melumat habis gigi-giginya. Bagaimana ia dulu pernah mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya sudah tidak berguna dalam waktu sepuluh tahun mendatang, padahal saat itu antara ia dan kematian hanya terpisah oleh waktu satu bulan saja, sementara ia dalam keadaan lalai terhadap sesuatu yang telah direncanakan untuk dirinya sendiri, sehingga akhirnya kematian menjemputnya pada saat yang sama sekali tidak ia perhitungkan? Dengan jelas ia melihat malaikat maut .mendadak muncul di hadapannya dan menyerukan sebuah seruan yang memekakkan telinga, “Tibalah saatnya bagi kamu. Masuk surga atau neraka!” Pada saat itulah ia baru sadar bahwa sesungguhnya ia telah lalai seperti mereka, dan akan menerima akibat yang sama seperti mereka.
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Imam Al Ghazali