Asy’ats bin Aslam mengatakan, “Ibrahim a.s. bertanya kepada malaikat maut, dan namanya Izrail. Ia punya dua mata, yang satu di mukanya dan satunya lagi di belakang kepala (tengkuk). Ibrahim bertanya, ‘Wahai malaikat maut apa yang akan Anda lakukan jika ada seseorang sedang sekarat di timur dan ada seorang lagi sedang sekarat di barat, sementara di suatu negara juga sedang terjadi wabah penyakit dan pertempuran yang sengit antara dua pasukan?‘ Malaikat maut menjawab, ‘Akan aku panggil ruh-ruh itu dengan izin Allah, sehingga mereka semua berada di antara kedua jariku ini.’ Ibrahim berkata, ‘Kemudian bumi diratakan dan kelihatan seperti sebuah hidangan, lalu ia makan sebanyak yang diinginkannya.'”
Asy’ats bin Aslam berkata, “Pada saat itulah Allah Ta’ala memberi kabar gembira kepada Ibrahim bahwa ia adalah kekasih-Nya.”
Sulaiman bin Daud a.s. bertanya kepada malaikat maut, “Mengapa aku tidak melihat mu bertindak adil di antara manusia? Buktinya, kamu mengambil nyawa seseorang, tetapi membiarkan yang lain.” Malaikat maut menjawab, “Dalam hal ini aku tidak lebih tahu daripada kamu. Itulah lembaran-lembaran berisi daftar nama-nama yang diberikan dari langit kepadaku.”
Wahab bin Munabbih menuturkan sebuah cerita tentang pertemuan seorang raja dengan malaikat maut.
Ada seorang raja ingin pergi berkunjung ke sebuah wilayah kekuasaanya. Ia meminta diambilkan pakaian untuk dipakainya pergi. Tapi ia tidak tertarik dengan pakaian itu, dan minta diambilkan lainnya. Ini terjadi berkali-kali, sampai akhirnya ia mau memakai pakaian yang disukainya. Begitu pula dengan binatang kendaraan yang akan dinaikinya, sampai akhirnya ia mau naik binatang tunggangan yang terbaik. Lalu datanglah iblis meniupkan sifat takabur lewat lubang hidung sang raja, sehingga tiba-tiba ia menjadi sombong. Sang raja yang dikawal banyak pengawalnya mulai melakukan perjalanan dengan sikap penuh kesombongan. Ia memandang orang lain dengan sebelah mata. Tiba-tiba ia didatangi seseorang dengan penampilan yang kusut kumal. Ia mengucapkan salam kepada sang raja, tetapi tidak dijawabnya. Merasa terhina, orang itu kemudian merampas tali kekang kuda sang raja. Sang raja marah dan membentak:
“Lepaskan! Kamu telah melakukan kesalahan besar.”
Tetapi orang itu dengan berani melawan. “Aku ada satu permintaan kepada Anda,” katanya.
“Sabarlah, sampai aku berhenti,” kata raja.
“Tidak, sekarang saja!” kata orang itu.
Dengan paksa ia menarik tali kekang kuda sang raja, sehingga kuda itu berhenti. Sang raja lalu berkata, “Ayo katakan apa keperluanmu!”
“Ini rahasia,” jawab orang itu.
Maka sang raja lalu mendekatkan kepalanya ke orang itu. Dan sambil berbisik orang itu berkata, “Aku adalah malaikat maut.”
Mendengar itu seketika wajah sang raja berubah pucat pasi. Lidahnya kelu. Dengan gemetar sang raja berkata, “Beri aku tenggang waktu sampai aku kembali kepada keluargaku untuk mengucapkan selamat tinggal dan menyelesaikan semua urusanku.”
Sang malaikat maut itu berkata, “Demi Allah, tidak bisa! Kamu sudah tidak sempat lagi melihat keluargamu, hartamu, dan kerajaanmu.” Setelah berkata begitu sang malaikat maut langsung mencabut nyawa sang raja. Seketika ia sang raja itu jatuh tersungkur laksana seonggok kayu kering.
Sang malaikat maut melanjutkan perjalanannya. Ia lalu bertemu seseorang yang beriman. Setelah mengucapkan salam kepada orang tersebut, dan si mukmin itu membalas salamnya, sang malaikat maut lalu berkata kepadanya, “Aku punya keperluan denganmu. Aku ingin mengatakannya sendiri di dekat telingamu.”
“Baiklah, silahkan!” jawab si mukmin.
Sang malaikat maut lantas berbisik, “Aku adalah malaikat maut.”
Seketika orang itu menjawab, “Selamat datang, wahai malaikat yang lama tidak pernah aku lihat. Demi Allah, tidak ada siapa pun di muka bumi yang lebih aku tunggu-tunggu untuk bisa bertemu selain kamu.”
Mendengar itu sang malaikat maut berkata kepadanya, “Selesaikan dahulu urusanmu yang membuat engkau pergi.”
Tapi mukmin itu menjawab, “Aku tidak punya urusan lain yang lebih penting dan lebih aku sukai daripada bertemu dengan Allah.”
Sang malaikat maut pun berkata, “Kalau begitu silahkan kamu pilih waktunya kapan aku akan mencabut nyawamu?”
Ia bertanya, “Jadi kamu memberiku kesempatan untuk memilih?”
“Ya!” jawab malaikat.”Kalau begitu biarkan aku untuk berwudhu dan shalat terlebih dahulu. Setelah itu cabutlah nyawaku saat aku sedang bersujud.”
Malaikat maut menuruti permintaan si mukmin tersebut.
Bakar bin Abdullah al-Muzani menceritakan seorang laki-laki dari Bani Israil yang rajin mengumpulkan banyak harta. Menjelang ajal, laki-laki itu berkata kepada anak-anaknya, “Perlihatkan kepadaku berbagai jenis kekayaanku.” Lalu didatangkan kepadanya sejumlah besar kuda, unta, budak, dan harta lainnya. Melihat semua itu, ia menangis karena tidak kuasa meninggalkannya.
Malaikat maut lantas bertanya, “Apa yang membuatmu menangis? Demi Allah yang telah mencukupimu, aku tidak akan keluar meninggalkan tempatmu ini sebelum aku memisahkan roh dari jasadmu.”
Ia berkala, “Tolong beri aku waktu sebentar untuk membagi-bagikan kekayaanku.”
Sang malaikat menjawab tegas, “Tidak bisa! Sudah tidak ada waktu lagi untukmu. Kenapa kamu tidak melakukan hal itu sebelum tiba ajalmu?”Sang malaikat lalu mencabut nyawanya.
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Imam Al Ghazali