Dalam sebuah ceramahnya, Al-Hasan memberi nasihat kepada seluruh yang hadir di majelis ilmunya, “Bergegaslah! Bergegaslah! Sebab, bila nafas sudah berhenti, maka terhenti pula amal-amal yang ingin kamu lakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha mulia lagi Mahaagung. Mudah-mudahan Allah berkenan merahmati seseorang yang mau memikirkan dirinya sendiri, dan menangisi sebanyak dosa-dosanya.” Kemudian ia membaca ayat,”… karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.” (Maryam: 84)
“Yang dimaksud ialah hitungan nafas. Dan hitungan terakhir ialah keluarnya nyawa, perpisahan dengan keluarga, dan ketika memasuki kubur.”
Sebelum wafat, Abu Musa al-Asy’ari sangat sibuk beribadah dengan sungguh-sungguh. Seorang sahabatnya sampai berkata, “Kenapa Anda tidak mau berhenti barang sebentar? Kasihanilah sedikit diri Anda sendiri.”
Tapi ia menjawab, “Sesungguhnya jika seekor kuda dibiarkan lepas begitu saja, ia akan menumpahkan semua yang dibawanya ketika sudah hampir tiba di tempat tujuannya. Padahal yang tersisa dalam hidupku lebih sedikit daripada hal itu.” Abu Musa pun terus tekun beribadah sampai meninggal dunia. Sebelum ajal datang ia sempat berpesan kepada istrinya, “Bersungguh-sungguhlah dalam menempuh perjalanan berat menuju akhirat, karena tidak ada yang dapat membantumu menyeberangi jurang Jahanam.”
Seorang pemimpin berkhotbah di atas mimbar, “Wahai hamba-hamba Allah, (takutlah kepada Allah semampu kalian. Jadilah kalian kaum yang jika diperingatkan mau segera insaf.
Ketahuilah, sesungguhnya dunia bukanlah negeri abadi bagi kalian. Oleh karena itu, tukarkanlah dunia itu dengan sesuatu yang abadi, dengan selalu siaga menghadapi kematian yang selalu membayang-bayangi kalian. Segeralah beramal kebajikan, karena kematian itu selalu mengintai kalian. Sesungguhnya waktu yang berkurang sesaat demi sesaat dan yang hilang sesaat demi sesaat, dengan sendirinya akan mempersingkat perjalanan hidupmu ke batas akhir. Sama seperti sesuatu yang gaib yang terus menerus ditelan oleh waktu siang dan malam yang tiba silih berganti, suatu saat pasti akan muncul. Seseorang yang dihadapkan kepada pilihan bahagia atau celaka, maka ia harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin. Orang yang bertakwa di hadapan Tuhannya ialah orang yang mau menasihati dirinya sendiri, segera bertobat, dan mampu menundukkan nafsunya. Sesungguhnya, ajal seseorang itu sangat misterius, sementara ia selalu tertipu oleh angan-angannya sendiri. Setan juga senantiasa membujuknya untuk menunda-nunda tobat, dan menggodanya untuk memandang baik kemaksiatan agar ia melanggarnya, sampai akhirnya datanglah kematian di saat ia sedang lalai. Kalian hanya menghadapi dua pilihan: surga atau neraka. Dan kematian itu pasti akan terjadi. Maka, malang nian nasib orang yang lalai karena telah menyia-nyiakan usia hidupnya. Dan itu akan menjadi dasar yang memberatkannya di akahirat. Semoga Allah menjadikan kita dalam golongan orang-orang yang tidak dilengahkan oleh nikmat dan tidak dipalingkannya dari taat kepada-Nya, sehingga kita baru menyesal sesudah kematian. Sesungguhnya Allah Maha mendengar doa, dan di tangan-Nya lah segala kebaikan untuk selamanya. Dia melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.”
Allah Ta’ala berfirman:
“Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu seria ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu.” (al-Hadiid: 14)
Seorang ahli tafsir menafsirkan “Tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri” sebagai suka mengikuti kesenangan-kesenangan dan menuruti keinginan-keinginan nafsu. Sedang kata “menunggu-nunggu” maksudnya adalah menunda-nunda untuk bertobat. Yang dimaksudkan dengan “sehingga datanglah ketetapan Allah” adalah kematian, “dan kamu lelah ditipu terhadap Allah oleh yang amal penipu”, maksudnya adalah ditipu oleh setan.
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali