Ketahuilah, dalam kaitan dengan angan-angan ini, manusia memiliki beberapa tingkatan.
Di antara mereka ada orang yang berharap bisa hidup abadi di dunia, dan menikmatinya untuk selamanya. Allah Ta’ala befirman,
يود احدهم لو يعمر الف سنة
“Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun ” (al-Baqarah: 96)
Ada juga orang berharap agar bisa hidup sampai lanjut usia semaksimal mungkin. Inilah tipe orang yang sangat mencintai dunia.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam bersabda:
“Dalam hal kecintaan mencari kesenangan duniawi, seorang kakek menjadi muda kembali, sekalipun tulang lehernya sudah bengkok dimakan usia tua. Kecuali orang-orang yang bertakwa, dan jumlah mereka ini sedikit.”
Ada pula orang yang berharap dapat hidup selama setahun saja, sehingga ia enggan memikirkan yang lain-lain, karena ia yakin bahwa tahun depan ia sudah tidak ada di dunia. Di musim panas ia selalu dalam keadaan siap siaga menghadapi musim dingin, dan begitu pula sebaliknya. Dan jika sudah berhasil mengumpulkan bekal kebutuhan hidupnya untuk selama waktu satu tahun, ia hanya tinggal fokus untuk beribadah.
Di antara mereka ada juga orang yang hanya berharap masih bisa hidup beberapa waktu saja di musim panas atau di musim dingin, sehingga di musim panas ia tidak perlu menyimpan pakaian untuk musim dingin, dan di musim dingin ia juga tidak perlu menyimpan pakaian untuk musim panas.
Ada lagi yang hanya berharap untuk bisa hidup sehari semalam saja. Orang seperti ini hanya menyiapkan diri untuk waktu sehari saja, bukan untuk esoknya. Nabi Isa as. pemah mengatakan, “Janganlah kalian menganggap penting rezeki esok, sebab jika esok merupakan hari ajal kematian kalian, rezeki kalian akan datang bersama dengan ajal kalian. Tetapi jika ajal kalian belum tiba, janganlah kalian menganggap penting ajal-ajal orang lain.”
Ada juga orang yang memperkirakan usianya tidak lebih dari satu jam saja, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam:
“Wahai Abdullah, jika kamu berada pada waktu pagi hari, jangan kamu berpikir tentang waktu sore hari. Dan jika kamu berada pada waktu sore hari, jangan kamu berpikir tentang waktu pagi hari.”
Di antara mereka ada pula orang yang merasa yakin bahwa usianya hanya tinggal satu saat saja. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam melakukan tayamum meskipun beliau mampu mendapatkan air tidak lama lagi. Sabda beliau, “Boleh jadi aku sudah tak sempat mendapatkannya nanti.”
Di antara mereka ada pula orang yang merasa kematian sudah ada di depan matanya. Bahkan seolah-olah kematian sedang menghampirinya, sehingga ia hanya tinggal menunggu saja. Orang seperti inilah yang selalu melakukan shalat seakan-akan itu shalat yang terakhir.
Tentang hal ini terdapat riwayat yang dari Mu’adz bin Jabal r.a. Ketika ditanya oleh Rasulullah tentang hakikat imannya, ia menjawab, “Setiap mengayunkan satu langkah, aku yakin tidak akan diikuti oleh langkah berikutnya.” Dan juga seperti riwayat al-Aswad, dimana pada suatu malam ia shalat sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Selesai shalat, seorang yang melihat hal itu bertanya, “Ada apa?” Al-Aswad menjawab, “Aku sedang menunggu malaikat maut dari arah mana ia akan mendatangiku.”
Itulah tingkatan-tingkatan manusia. Masing-masing memliki tingkatan di hadapan Allah. Orang yang merasa harapannya hanya selama waktu satu bulan, tidak seperti orang yang harapannya masih selama satu bulan satu hari. Di hadapan Allah, tingkatan mereka berdua berbeda. Sebab, “Sesungguhnya Allah tidak akan berbuat zalim seberat zarrah pun” (an-Nisaa’: 40)
Dan, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan walau seberat zarrah, niscaya ia akan melihat (balasan)nya.” (az-Zalzalah: 7)
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali