Ketika Abu Sulaiman ad-Darani sudah mendekati ajal, beberapa sahabatnya datang menjenguknya dan berkata, “Berbahagialah, karena engkau akan menghadap Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Tapi Abu Sulaiman malah menjawab, “Apakah tidak sebaiknya kalian memperingatkan aku untuk waspada.
karena aku akan menghadap Tuhan yang akan menuntut tanggungjawabku atas dosa-dosa kecil yang pernah aku lakukan, dan yang akan menjatuhkan hukuman atas dosa-dosa besar yang aku lakukan?”
Saat kematian hampir menjemput Abu Bakar al-Wasithi, beberapa temannya meminta wasiat terakhir darinya. Ia menjawab, “Jagalah keinginan Allah Yang Maha Huu; dalam diri kalian.”
Istri seorang ulama sufi menangis melihat suaminya hendak menghembuskan nafas terakhir. Sang suami bertanya, “Apa yang kamu tangiskan?”
“Aku menangis karenamu,” jawab sang isteri.
Sang suami berkata, “Kalau memang kamu harus menangis, tangisilah dirimu sendiri. Sebab, selama empat puluh tahun aku sudah menangis demi hari seperti ini.”
Al-Junaid bertutur, “Aku menjenguk As-Sirri as-Siqthi ketika ia sedang sakit yang sampai merenggut nyawanya. Aku bertanya, ‘Apa yang engkau rasakan?’
Ia menjawab dengan sebuah syair:
“Bagaimana aku mengadu kepada tabibku
tentang sakit yang aku derita,
sementara ia sendiri bisa menderita sakit sepertiku ini?”
Aku lalu mengambil sebuah kipas untuk mengipusinya. Tetapi ia malah mengatakan, ‘Bagaimana angin kipas terasa nyaman oleh orang yang jantungnya sedang terbakar?’
la kembali bersyair:
‘Hati terbakar, air mata bercucuran,
derita menumpuk dan ketabahan terkoyak-koyak
Bagaimana berpijak pada orang,
yang tak punya pijakan sama sekali Karena ia selalu didera oleh cinta, \
rindu, dan gelisah
Ya Tuhan,
seandainya masih tersisa jalan keluar untukku
tolong berikan itu padaku
Sepanjang aku masih bisa bernafas.'”
Diceritakan bahwa beberapa orang teman Asy-Syibli datang menemuinya saat ia hendak meninggal dunia. Mereka berkata kepadanya, “Katakan, tidak ada Tuhan selain Allah.” Tapi ia malah melantunkan syair:
“Rumah yang kamu huni, sudah tidak lagi butuh pelita
Wajah-Mu yang menyimpan penuh harapan adalah hujjahku
Ketika kelak orang-orang dating,
dengan membawa hujah masing-masing
Semoga Tuhan memberiku kelapangan
Ketika aku sedang sangat membutuhkannya.”
Diriwayatkan bahwa Abu al-Abbas bin Atha’ menjenguk Al-Junaid yang tengah dalam kondisi kritis, la mengucapkan salam, tetapi Al-Junaid tidak menjawabnya. Al-Junaid baru menjawab salamnya beberapa saat kemudian, dan berkata, “Maaf, karena tadi aku sedang asyik membaca wiridku.” Selanjutnya ia menghadap ke arah kiblat dan mengucapkan “Allahu Akbar”, lalu meninggal dunia.
Saat akan menghembuskan nafas terakhir, Al-Kattani ditanya, “Apa saja amalmu?”
Ia menjawab, “Kalau saja ajalku masih lama, tentu aku akan menceritakannya kepada kalian. Selama empat puluh tahun aku bediri di depan pintu hatiku. Dan setiap kali yang lewat di depannya bukan Allah, aku langsung menutupnya.”
Al-Mu’tamir meriwayatkan, “Aku ada di dekat Al-Hakam bin Abdul Malik menjelang ia wafat. Aku berdoa, ‘Ya Allah, berilah ia keringanan dalam menghadapi sakaratul maut, karena ia orang yang sangat dermawan.’
Tiba-tiba ia siuman lalu bertanya, ‘Siapa yang berbicara tadi?’
Aku menjawab, ‘Aku!’
Ia berkata, ‘Sungguh, tadi malaikat maut a.s. berkata kepadaku, “Aku bersama orang yang dermawan semasa hidupnya.” Kemudian ia meninggal/”
Ketika maut hendak menjemput Yusuf bin Asbath, Hudzaifah ada di sisinya. Hudzaifah mendapatinya sedang gelisah, lalu ia bertanya, “Wahai Abu Muhammad, inikah saatnya gelisah dan takut?”
Ia menjawab, “Wahai Abu Abdullah, bagaimana mungkin aku tidak merasa gelisah. Aku tidak tahu apakah aku benar-benar beriman kepada Allah dalam setiap amal perbuatanku.”
Hudzaifah berkata, “Sungguh mengagumkan orang saleh yang satu ini. Saat hendak wafat, ia masih sempat bersumpah bahwa ia tidak tahu apakah ia benar-benar sudah patuh kepada Allah dalam setiap amalnya.”
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali