Al-Maghazili menceritakan, “Pada suatu hari aku menjenguk seorang guru yang sedang sakit. Ia berkata, ‘Jika kamu bisa melakukan apa yang aku inginkan, tolong bersikap lembutlah kepadaku.'”
Seorang guru datang menjenguk Mimsyad ad-Dainuri saat menjelang kematiannya. Ia berdoa, “Allah telah bertindak dan berbuat.” Mimsyad tersenyum dan berkata, “Selama tiga puluh tahun surga dan isinya telah ditawarkan kepadaku. Namun meliriknya saja aku tidak.”
Menjelang ajal, Ruwaim dituntun mengucapkan kalimat La ilaha illah. Tetapi ia malah menjawab, “Aku memang tidak bisa mengucapkan yang selain itu dengan baik.”
Ketika Sufyan ats-Tsauri mendekati ajal, ia diminta mengucapkan kalimat La ilaha illallah. Dan ia malah bertanya, “Apakah tidak ada permintaan yang lain?”
Al-Muzani mengunjungi Asy-Syafi’i pada saat sakitnya yang terakhir, dan bertanya, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?
Asy-Syafi’i menjawab, “Pagi ini aku akan pergi meninggalkan dunia, berpisah dengan saudara-saudaraku, berhadapan dengan amal-amal burukku, mereguk cangkir kematian, dan menuju Allah. Tetapi aku tidak tahu, apakah ruh-ku akan pergi ke surga sehingga aku layak diucapi selamat datang, atau ke neraka sehingga aku layak berkabung.” Kemudian ia melantunkan syair:
“Ketika hatiku mengeras,
dan jalanku menyempit,
maka aku jadikan harapanku,
sebagai tangga tuk menggapai ampuan-Mu
Dosaku begitu besar,
Tapi, saat aku bandingkan dengan ampunan-Mu,
Tuhan.tentu ampunan-Mu jauh lebih besar.
Engkau selalu ampuni dosa,
selalu bermurah maafkan kesalahan
Dan engkau maafkan.
Karena nikmat dan kcmurahan-Mu.
Tanpa Engkau,
tak beda antara hamba dan iblis Bagaimanakah Adam,
insan pilihan-Mu, juga telah digoda oleh Iblis?”
Ketika Ahmad bin Hadhrawaih hendak meninggal, ia ditanya sesuatu oleh puteranya. Seketika ia menangis dan berkata, “Wahai puteraku, pintu yang telah aku ketuk selama sembilan puluh lima tahun sekarang sudah terbuka. Namun aku belum tahu, apakah ia terbuka untuk kebahagiaan atau untuk penderitaan. Jadi, bagaimana mungkin aku masih punya waktu untuk menjawab pertanyaanmu tadi?”
Itulah yang mereka ucapkan! Perbedaan di antara mereka terletak pada berbedanya kondisi dan keadaan mereka masing-masing. Sebagian mereka ada yang lebih dikuasai oleh rasa takut, sebagian oleh harapan, dan sebagian lagi oleh rasa cinta dan rindu. Masing-masing berbicara sesuai dengan keadaannya. Apapun keadaannya, yang mereka ucapkan itu benar.
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali