Diriwayatkan oleh Sa’id bin Abdullah, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika kaum Anshar melihat penyakit Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam semakin berat, mereka lalu mengitari masjid. Al-Abbas r.a. masuk untuk menemui Nabi Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam dan memberitahukan kepada beliau tentang posisi kaum Anshar dan rasa simpati mereka. Lalu masuklah Al-Fadhl bin al-Abbas yang memberitahukan hal yang sama. Kemudian giliran Ali yang masuk, dan ia juga mengabarkan hal yang sama kepada beliau.Lantas sambil mengulurkan tangannya beliau bersabda:”Peganglah!” Lalu mereka memegangnya. Beliau pun bertanya, “Apa yang kalian katakan tadi?” Mereka menjawab, “Kami khawatir Anda akan wafat, lalu kaum wanita mereka akan menangis menjerit-jerit karena suami-suami mereka semua berkumpul menemui Anda.”
Maka bangkitlah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam dengan dipapah oleh Ali dan Al-Fadhl, serta dibimbing oleh Al-Abbas yang berjalan di depan. Dengan kepala dibalut beliau melangkah tertatih-tatih, sampai berhasil mencapai mimbar dan duduk di anak tangga yang paling bawah. Orang-orang pun berdatangan dan berkumpul di sekeliling beliau. Setelah memanjatkan puja dan puji kepada Allah, beliau bersabda:
“Wahai manusia, aku sudah mendengar bahwa kalian mengkhawatirkan kematian, seolah olah kalian menolak kematian. Apa yang dapat kalian lakukan untuk mencegah kematian Nabi kalian? Bukankah tanda-tanda kematianku telah kalian ketahui? Bukankah kalian juga telah mendapatkan tanda-tanda kematian kalian? Apakah ada nabi sebelumku yang hidup kekal, sehingga aku pun bisa terus hidup kekal di tengah-tengah kalian? Tidak! Aku akan pergi menemui Tuhanku. Begitu pula dengan kalian nanti. Aku berpesan kepada kalian agar bersikap baik kepada para sahabat Muhajirin yang pertama. Dan kepada mereka aku berpesan agar saling berbuat baik satu sama lain. Sebab, Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
‘Demi masa. Sungguh, manusia itu berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling mansehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.’ (al-‘Ashr 1-3)”
Setelah membaca surat tersebut sampai selesai, beliau bersabda:”Segala sesuatu itu berlaku sesuai dengan izin Allah. Janganlah kalian tergesa-gesa dalam menyelesaikan suatu persoalan, karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mempercepat sesuatu itu bukan karena desakan seseorang. Barangsiapa berusaha mengalahkan Allah, ia pasti akan dikalahkan-Nya. Dan barangsiapa mencoba menipu Allah, niscaya Dia akan membalas tipuannya itu. Akankah kalian berpaling, dengan berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan silaturrahim dengan keluargamu?”
Kepada kaum Muhajirin Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Aalihi Wa Shahbihi Wa Salam juga berpesan khusus:
“Aku berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada kaum Anshar. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang pernah menyiapkan tempat tinggal sehingga kalian tetap bisa beriman. Jadi, betapapun kalian tetap harus berbuat baik kepada mereka. Bukankah mereka pernah berbagi dengan kalian separah dari hasil panen mereka? Bukanlah mereka pernah memberikan tempat tinggal bagi kalian di rumah-rumah mereka? Dan bukankah mereka lebih mengutamakan kalian daripada diri mereka, meskipun mereka sendiri dalam keadaan sangat membutuhkan? Ingat, barangsiapa diberi kekuasaan untuk mengadili di antara dua orang yang sedang berselisih, hendaklah ia menerima dari orang yang berbuat baik di antara mereka, dan memaafkan orang yang berbuat salah di antara mereka. Jangan pernah menuntut balas kepada mereka!”
Beliau melanjutkan, “Ketahuilah, sungguh aku akan mendahului kalian, dan kalian pasti akan menyusulku. Ketahuilah, tempat pertemuan kita adalah telaga, dan telagaku itu lebih luas daripada luilayah yang membentang antara Bashrah di Syria dan Shan’a di Yaman. Dari mata air At-Kautsar mengalir ke telaga itu air yang seputih susu, selembut buih, dan semanis madu. Barangsiapa meminumnya, ia tidak akan merasa haus untuk selamanya. Batu-batu kerikilnya adalah mutiara, dan dasarnya adalah kesturi. Barangsiapa tidak memperolehnya nanti pada hari kiamat, berarti ia tidak akan memperoleh semua kebaikan. Ketahuilah, barangsiapa yang kelak ingin bersamaku, ia harus bisa menahan lidah dan tangannya, kecuali yang dibenarkan.”
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Al Imam Al Ghazali