Kebanyakan orang akan membuat pernyataan yang kira-kira sama tentang “kehidupan di dunia”. Biasanya mereka menggambarkannya sebagai sebuah siklus yang monoton, yaitu tersusun dari rutinitas-rutinitas dan harapan-harapan. Tentunya, pandangan mereka tentang hidup sangat merefleksikan gambaran ini. Diinginkan atau tidak, mereka terbiasa dan beradaptasi dengan semua yang dijalaninya itu. Mereka bertindak seolah-olah telah kehilangan gairah, mengartikan semua keindahan sebagai susunan-susunan biasa yang sudah semestinya terjadi dalam kehidupan. Karena alasan ini mereka tidak dapat memperhatikan keindahan dan sisi lebih mereka.
Dalam Al-Qur’ân Allah menggambarkan situasi mereka sebagai berikut:
“Dan ingatlah pada hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (seraya dikatakan kepada mereka), “kamu telah menghabiskan (rezeki) yang baik untuk kehidupan duniamu, dan kamu telah bersenang-senang menikmatinya, maka pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang menghinakan, karena kamu sombong di bumi tanpa mengindahkan kebenaran, dan karena kamu berbuat durhaka (tidak taat kepada Allah).” (QS. Al-Ahqâf, (46):20)
Allah menceritakan bahwa di hari akhirat Dia tidak akan mencurahkan keberkahan kepada mereka yang mendekati keindahan, kebaikan, dan peristiwa-peristiwa menyenangkan dalam kehidupan dengan ketidakpedulian, dan Allah tidak akan terpengaruh oleh mereka.
Pandangan orang-orang mu’min tentang kehidupan di dunia sungguh berbeda dari mereka yang merasakan peristiwa dalam ketidakpedulian. Bagi orang mu’min, “kehidupan di dunia” penuh dengan kejutan, keindahan, kebaikan, dan kebijaksanaan. Kenyataan bahwa Allah melingkupi mereka dengan perwujudan keindahan perbuatanNya yang tak terhingga dan sifat-sifat luhurNya yang khas, membuat orang-orang mu’min menjalani kehidupan dengan penuh gairah dan antusias. Setiap saat mereka merasakan kesenangan dalam mengenal keindahan lainnya yang Allah ciptakan dan perwujudan rahmatNya yang tidak terhingga.
Mereka yang tidak beriman benar-benar tidak peduli atas anugrah yang begitu besar ini dan mereka dicabut darinya. Karena setiap saat Allah menciptakan keindahan-keindahan yang tidak disangka–beserta detailnya–yang hanya dapat dirasakan dengan keyakinan (iman) dan hati nurani. Bersama peristiwa ini–yang hanya dapat dilihat oleh mereka yang memiliki keyakinan–Allah membuat hamba-hambaNya merasakan kedekatanNya pada mereka. Merasakan kedekatan ini adalah sebuah kebahagiaan dan keberkahan yang besar bagi seorang mu’min.
Terkadang muncul sesuatu yang tampaknya biasa, peristiwa sehari-hari yang terdapat dalam pikiran seseorang; terkadang menerima pemberian melalui cara yang tidak diduga yang–sebelumnya–diharapkan seseorang dalam doa; terkadang menemui peristiwa menyenangkan yang telah ditakdirkan oleh Allah, itu semua merupakan keberkahan yang amat besar, nutrisi bagi pikiran dan perantara untuk dapat mendekatkan diri pada Allah.
Dalam Al-Qur’ân Allah mengingatkan hamba-hambaNya yang ikhlas mengenai rahmatNya yang tidak terbatas pada seluruh manusia; menunjukkan bahwa Dialah Pelindung dan Penolong yang sesungguhnya, dan Dia menjawab doa hambaNya yang tulus. Oleh karena itu, seorang mu’min selalu sadar akan perwujudan rahmat Allah. Bahkan dalam wujud cobaan dan kesulitan pun ia mengetahui bahwa ini merupakan keindahan (nikmat) yang diperuntukkan baginya. Akan tetapi, Allah juga menciptakan keindahan-keindahan tertentu–yaitu tanda-tanda yang menunjukkan ketetapan dan perincian–yang akan menghilangkannya dari cara pandang yang biasa, sehingga ditakjubkan dan dianugrahinya suatu keyakinan yang kuat. Pada masing-masing peristiwa ini, seorang mu’min merasakan kenikmatan dalam menyaksikan perwujudan rahmat Allah yang tidak terhingga, cinta dan kedekatanNya, serta ikatan hangat kepada hambaNya. Jiwa dan raganya diselimuti oleh cinta dan kecenderunganNya. Selama ia masih melihat perwujudan kehendak Allah yang tak terhingga, meyakini bahwa Dia dapat melakukan segalanya dan Dialah yang maha Pemurah dan maha Penyayang, maka kedekatannya pada Allah akan terus meningkat.
Tetapi bagi seorang mu’min untuk mengalami keyakinan yang demikian menyenangkan, ia tidak perlu menyaksikan peristiwa yang besar atau menerima pemberian yang belum pernah diperoleh sebelumnya. Terkadang yang tampak biasa atau peristiwa tidak penting–seperti menerima sesuatu yang begitu diinginkan dalam pikiran, memperoleh jawaban atas pertanyaan ketika begitu dibutuhkan, atau ditawarkan makanan yang disukai di saat yang tak diduga–mungkin juga sudah cukup menunjukkan. Peristiwa-peristiwa itu sendiri mungkin tidak penting, tetapi maksud sebenarnya dari peristiwa ini yang telah ditetapkan oleh Allah sangatlah besar. Semua peristiwa ini adalah perwujudan kekuasaan Allah, rahmatNya yang tak terbatas. Menyatakan bahwa Dialah yang bersama hambaNya sejak semula dan Dia melihat dan mengetahui segalanya. Masing-masing perincian ini adalah keindahan yang tidak diduga yang Allah ciptakan untuk membentuk hambaNya yang dengan teguh mencintaiNya, seraya menunjukkan kedekatanNya pada mereka. Menyaksikan kenyataan yang begitu hebat ini merupakan perantara yang sangat menggerakkan gairah orang-orang mu’min dan mendekatkan mereka pada Allah.
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi perintahKu dan beriman kepadaKu, agar mereka memperoleh kebenaran.” (QS. Al-Baqarah, (2):186)
Sumber : Harun Yahya