Kedua
Ada orang mengemukakan dalil untuk menolak mi’raj dengan tubuh ucapan Ummilmu’minin Siti’ Aisyah Rda. Beliau berkata, katanya:
ما فقدت جسد رسول الله ص م وانما اسري بروحه
Artinya:
“Saya tidak pernah kehilangan tubuh Nabi, yang di-“isra’-kan itu adalah ruh”.
Kita Jawab :
Kalau dilihat sepintas lalu seolah-olah dalil ini sangat kuat karena ucapan ini timbul dari orang yang sangat dekat kepada Nabi, isteri beliau Siti’Aisyah Rda.
Akan tetapi kita bertanya, apakah benar ini ucapan Siti ‘Aisyah Rda? Sangat disangsikan ucapan itu.
Petunjuk yang kuat yang menyatakan bahwa ucapan ini tidak terbit dari Siti ‘Aisyah ialah karena Mi’raj itu terjadi setahun sebelum hijrah, yakni ketika Nabi masih di Mekkah.
Siti ‘Aisyah ketika itu belum menjadi istri Nabi. Beliau serumah dengan Nabi pada ketika sudah berada di Madinah. Jadi tidaklah mungkin ucapan ini keluar dari Siti ‘Aisyah. Ini adalah ucapan yang dibuat-buat dengan tujuan khusus oleh orang-orang yang anti mi’raj. Tidak mungkin Siti ‘Aisyah akan berkata, bahwa ia tidak pernah kehilangan tubuh Nabi malam mi’raj, pada hal beliau ketika itu belum berdekatan dengan Nabi.Teranglah bahwa ucapan ini dibuat-buat dan dikatakan dari Siti Aisyah Rda.
Ketiga
Ada orang memajukan dalil untuk membatalkan mi’raj dengan tubuh, perkataan Allah dalam Al-Quran yang diartikannya menurut semaunya saja, firman Allah:
… وما جعلنا الرؤيا التي ارينك إلا فتنة للناس … ( الإسراء 60
Artinya:
(kata mereka): “Dan bukanlah Kami jadikan mimpi yang Kami perlihatkan kepada engkau melainkan untuk jadi ujian bagi manusia” (Al Isra’: 60).
Mereka melanjutkan keterangan, bahwa ayat ini bertali dengan isra’ dus penglihatan dalam mimpi ketika isra’ dan mi’raj itu menjadi ujian bagi manusia, apakah mereka akan terus beriman atau akan jadi kafir, tidak percaya kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam
Arti “Ru’ya” di sini adalah mimpi, kata mereka.
Kita Jawab :
- Arti “ru’ya” dalam ayat ini bukan mimpi, melainkan penglihatan mata. Maka arti ayat ini adalah, bahwa apa-apa yang dilihat oleh Nabi malam mi’raj itu, kalau dikabarkan kepada umum menjadi ujian, apakah mereka akan iman kepada Nabi ataukah ia berbalik menjadi kafir, karena menganggap Nabi pendusta. Kalimat “fitnah” yang berarti “ujian” dalam ayat ini dapat menafsirkan bahwa arti “ru’ya” di sini adalah penglihatan mata, karena ru’ya dengan mimpi tidak akan menjadi fitnah, tidak akan menjadi ujian terhadap keimanan seseorang. Andaikata Nabi mengatakan bahwa beliau bermimpi ke sana dan ke sini, apakah akan ada orang yang berbalik menjadi kafir itu? Tidak ada di dunia ini orang yang membatalkan mimpi orang.
- Marilah kita kutip kitab-kitab tafsir yang bertahan dengan ayat ini: Di dalam tafsir-tafsir yang mu’tabar, umpamanya Tafsir Thabari, Ibnu Katsir, Khazin dan lain-lain kalimat ru’ya dalam ayat ini artinya bukan mimpi tetapi penglihatan mata kepala.
Sumber : 40 Masalah Agama Karya KH. Siradjuddin Abbas