Dalil kelima
Allah berfirman begini:
… وما جعلنا الرؤيا التي ارينك إلا فتنة للناس … ( الإسراء 60
Artinya:
“Dan tidak Kami jadikan ru’ya (penglihatan) yang Kami perlihatkan kepada engkau, melainkan sebagai cobaan (ujian) bagi manusia”. (Al Isra’: 60).
Arti ayat ini adalah, bahwa di waktu Mi’raj itu Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam banyak melihat tamsil-tamsil dan contoh-contoh hukuman orang yang berbuat jahat bagi manusia, apakah mereka iman atau engkar kepada Nabi tentang penglihatan itu.
Banyak orang-orang kafir di Mekkah ketika itu yang engkar, yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pembohong, pembohong, pembohong, karena tidak masuk akal mereka perjalanan pulang balik ke Palestina dapat dilakukan hanya dalam waktu semalam, pada hal kalau dengan kendaraan onta selama sebulan pergi dan sebulan pulang.
Tetapi di antara yang mendengar cerita Nabi itu ada pula yang iman, seperti Saidina Abu Bakar Shiddiq yang mengatakan bahwa ia percaya kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sekalipun beliau mengabarkan lebih jauh dari itu, ke langit sekalipun dikatakan ia percaya, karena Muhammad adalah Nabi dan Rasulullah, dan Allah berkuasa untuk memperjalankan Rasul-Nya kalau ia sukai dan itulah yang dinamakan Mu’jizat Rasul-rasul.
Dalam menafsirkan ayat 60 Surat Isra’ ini, ahli-ahli tafsir sahabat Nabi dan Tabi’in menyatakan bahwa hal ini terjadi malam mi’raj, yaitu penglihatan mata, bukan mimpi:
- Berkata Ibnu Abbas Rda: Ini adalah penglihatan mata yang diperlihatkan kepada Nabi pada malam mi’raj, bukan mimpi.
- Berkata Sa’ id bin Jubir: Itu adalah penglihatan malam mi’raj.
- Berkata Hasan (Bashri): Orang kafir Mekkah banyak membohongkan Nabi, karena beliau mengatakan bahwa beliau berjalan dari Mekkah ke Baital Maqdis dalam satu malam. Banyak orang yang murtad karena ini. Mana bisa kata mereka, dalam satu malam pulang balik ke Baital Maqdis.
- Berkata Qutadah: itu adalah penglihatan yang dilihat.
- Berkata Qutadah (Tabi’in):” Itu adalah penglihatan yang dilihat beliau ketika Isra’ di Baital Maqdis. Ada orang yang murtad sesudah mendengar kabar ini. Mereka mengatakan: “Bagaimana bisa dijalani dalam satu malam perjalanan yang biasa dilakukan dalam dua bulan”.
- Berkata Ibnu Jurej: “Allah memperlihatkan keajaiban-keajaiban (ayat-ayat-Nya) pada ketika Isra’ ke Baital Maqdis. Hal ini menjadikan orang-orang Mekkah heboh, sehingga mereka berkata : Wah, sore kemaren engkau masih di sini, dan sebelum subuh sudah kembali pula memang hal ini menjadi fitnah yang menghebohkan”.
- Berkata Abu Zaid: “Itu adalah pada ketika beliau berjalan malam hari ke Baital Maqdis, memang hal ini menjadi fitnah yang menghebohkan”.
- Berkata Dhahak (Tabi’i):” Memang Isra’ itu menjadi fitnah (batu ujian) bagi orang kafir. Pulang balik dalam semalam”.
- Berkata Mujahid (Tabi’i) : “Ayat ini menerangkan hal Isra’ Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam”
Demikian tafsiran ayat ini menurut ahli-ahli tafsir salaf (para sahabat dan tabi’in) sebagai yang tersebut dalam kitab tafsir yang paling tua yang terdapat di Indonesia, yaitu tafsir Thabari yang dikarang sekitar pertengahan yang akhir abad ke III H.
Cobalah perhatikan baik-baik.
Melihat kehebohan orang kafir Mekkah mendengar kabar Isra’ dan Mi’raj ini adalah suatu bukti yang tidak dapat dibantah bahwa yang dikabarkan Nabi Muhammad kepada mereka adalah Isra’ dan Mi’raj dalam waktu sadar dengan tubuh dan ruh, bukan mimpi.
Andaikata beliau mengabarkan kepada mereka bahwa beliau bermimpi malam tadi pergi ke Baital Maqdis dan melayang-layang ke langit, tentulah orang-orang kafir Mekkah tak akan mendustakan beliau dan tidak akan menjadi fitnah bagi pendengar dan tidak akan memurtadkan orang dari Islam karena hal itu tidaklah luar biasa, tidak ganjil.
Sudah pasti bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menerangkan begini: “Hai orang-orang Mekkah, saya ini berjalan tadi malam ke Baital Maqdis dengan kendaraan Boraq dan dari sana saya naik ke langit, sampai ke hadhirat Allah menerima perintah sembahyang 5 waktu sehari semalam dan saya kembali ke bumi sebelum waktu subuh sebentar ini”.
Mendengar pidato ini tentu saja orang-orang kafir menjadi geger, berjingkrak-jingkrak berteriak seperti cacing kepanasan dengan mengatakan: Bohong-bohong-bohong!
Mereka mengatakan : “Bohong ! bohong ! Tiada bohong sebesar ini karena Baital Maqdis itu jauh. Berjalan ke sana dengan onta sebulan pulang dan sebulan pergi, bohong! Bohong!”
Begitulah kegegeran orang-orang kafir yang tidak iman. Coba bayangkan sekali lagi.
Andaikata Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam mengatakan kepada umum ketika itu bahwa beliau bermimpi tadi malam berjalan ke Baital Maqdis, tentulah orang tidak akan mendustakan dan membohongkan beliau, karena hal itu biasa kejadian bagi setiap orang.
Kalau Nabi mengatakan beliau bermimpi maka orang-orang kafir akan menjawab dingin: “Ya, baiklah! Besok malam boleh mimpi lagi, kamipun bisa bermimpi serupa kamu”.
Mimpi tidak akan membikin heboh dan tidak membikin fitnah. Maka ayat ke 60 dalam surat Isra’ ini langsung menjadi dalil bahwa Isra’ dan Mi’raj itu bukan mimpi tetapi dilakukan dalam waktu sadar.
Inilah i’itiqad kaum Ahlussunnah wal Jama’ah. Inilah perbedaan yang prinsipil antara mereka dengan kaum Mu’tazilah yang tidak mempercayai Isra’ dan Mi’raj dengan tubuh dan ruh karena tidak masuk akal, menurut mereka.
Sumber : 40 Masalah Agama Karya KH. Siradjuddin Abbas