PERJALANAN DI TAHUN DUKA
Ketika Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam untuk menyampaikan risalah secara terang-terangan, kaumnya memusuhi beliau dan memeranginya secara liar dan ganas. Walau demikian, kedzoliman kaumnya tidak menjadi penghalang masuknya iman ke dalam sanubari sebagian keluarganya yang dekat dan sebagian kaumnya yang mengenal kejujurannya. Bagaimana mungkin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam memberitakan kepada manusia kabar yang dusta tentang Tuhan alam semesta, padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam tidak pernah berdusta seumur hidupnya kepada siapapun?. Kaumnya mengetahui betul darinya tentang hal ini dan tentang kejujurannya.
Dalam menyiarkan risalah Tuhannya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam membutuhkan pembela yang setia membela dan mendukungnya terhadap orang-orang kafir yang memusuhinya dan memeranginya, dan pembela yang mendukung serta menghiburnya saat kesedihan melanda hatinya ketika beliau berada di dalam rumahnya. Abu Tholib sang paman tercinta yang setia membelanya hingga akhir hayat saat orang-orang kafir mengganggunya dan Khadijah sang istri tercinta yang menghiburnya di rumah saat kesedihan mengirim bala tentaranya.
Selama sepuluh tahun keduanya setia membela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam dengan segenap harta, jiwa dan raga hingga akhir hayat. Tepat setelah sepuluh tahun dari kenabian keduanya dipanggil oleh Allah di saat yang sangat berdekatan. Kesedihan melanda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam hingga dinamakan tahun itu sebagai tahun kesedihan. Tatkala itulah orang-orang kafir makin merajalela dalam memusuhi, mendzolimi dan memerangi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam. Hingga akhirnya beliau pergi ke kota Thoif untuk meminta dukungan dan pembelaan dari penduduknya terhadap orang-orang kafir Makkah. Namun hancur segala harapan ketika beliau mendapati penduduk Thoif lebih ganas dan bengis terhadapnya dari pada penduduk Makkah. Beliau diusir secara tidak terhormat dan dihujani dengan cacian dan batu. Di perjalanan pulang dari Thoif di suatu kebun beliau menangis dan mengadu kepada Tuhannya:
اللهم إليك أشكو ضعف قوتي ﴿﴾ و قلة حيلتي ﴿﴾ و هواني على الناس ﴿﴾ يا أرحم الراحمين أنت رب المستضعفين ﴿﴾ و أنت ربي ﴿﴾ إلى من تكلني؟ ﴿﴾ إلى بعيد يتجهمني؟ ﴿﴾ أم إلى عدو ملكته أمري؟ ﴿﴾ إن لم يكن بك علي غضب فلا أبالي ﴿﴾ و لكن عافيتك هي أوسع لي ﴿﴾ أعوذ بنور وجهك الذي أشرقت له الظلمات ﴿﴾ و صلح عليه أمر الدنيا و الآخرة ﴿﴾ من أن تنزل بي غضبك ﴿﴾ أو تحل علي سخطك ﴿﴾ لك العتبى حتى ترضى ﴿﴾ و لا حول و لا قوة إلا بالله
“Wahai Allah, hanya kepada-Mu aku mengadu akan lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya jalan yang dapat aku tempuh serta kehinaanku di mata manusia. Wahai Tuhan yang kasih sayangnya lebih besar dari para penyayang manapun, Engkau adalah Tuhan kaum yang tertindas dan tertekan, dan Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapa Engkau hendak menyerahkan diriku? Apakah kepada orang yang jauh yang akan menindasku? Atau kepada musuh Engkau lemparkan diriku? Selama kemurkaan-Mu tidak Engkau tumpahkan kepadaku maka sungguh aku tidak peduli dengan semua derita itu. Namun afiyah dan kelembutan-Mu lebih aku harapkan. Aku berlindung dengan Cahaya Wajah-Mu yang terbit menghapuskan segala kegelapan, yang dengannya mengalir segala perkara dunia dan akhirat, aku berlindung dengannya dari kemurkaan-Mu yang hendak Engkau tumpahkan kepadaku, dan dari kemarahan-Mu yang akan menghampiriku. Engkau berhak menegur hingga Engkau ridho. Dan tiada kemampuan dan kekuatan melainkan dengan Allah.”
Allah mendengar rintihan dan tangisan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam. Beberapa waktu sekembali beliau dari Thoif ke kota Makkah, Allah memanggil beliau dalam perjalanan Isra dan Mi’raj yang agung. Peristiwa Isra dan Mi’raj terjadi pada malam senin 27 Rajab satu tahun sebelum Hijrah ke kota Madinah sebagaimana pendapat yang masyhur. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshori dan Abdullah ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhum berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa sallam lahir pada hari senin, dan pada hari senin beliau diutus, dan pada hari senin dimi’rajkan ke langit, dan pada hari senin beliau wafat”.
Tatkala Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam berada di Hijir Ismail di samping Ka’bah, berbaring tidur bersama dua lelaki (Hamzah bin Abdul Muttholib dan Ja’far bin Abi Tholib), maka datanglah Jibril dan Mikail serta bersamanya malaikat yang lain yaitu Isrofil. Para malaikat membawa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi washohbihi wasalam hingga ke sumur zam-zam dan melentangkannya. Pada saat itu yang memimpin kejadian ini adalah malaikat Jibril.
Diriwayat lain, bahwa pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam sedang tidur dirumahnya, terbuka atap rumah Nabi dan turunlah Jibril lalu membelah bagian atas dada Nabi, hingga bawah perutnya. Lalu berkata Jibril kepada Mikail, “Berikanlah aku semangkok air zam-zam agar aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya”. Lalu dia keluarkan hatinya dan membasuhnya hingga tiga kali dan mencabut apa-apa yang mengganggu hatinya. Datanglah Mikail membawa tiga mangkok air zam-zam, lalu di datangkan satu mangkok dari emas yang penuh dengan hikmah dan iman lalu menuangkanya ke dada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam, dan memenuhinya dengan kebijaksanaan dan keilmuan lalu keyakinan serta keislaman, setelah itu dirapatkan kembali dada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam dan menstempelnya dengan stempel nubuwah.
Lalu didatangkan buroq yang indah serta berpelana dan bertali kekang. Buroq adalah hewan yang berwarna putih yang lebih tinggi dari keledai dan lebih kecil dari baghal (hasil perkawinan antara kuda dan keledai). Langkahnya sejauh mata memandang, memiliki dua telinga yang panjang. Apabila mendaki gunung maka terangkat lebih tinggi kaki belakangnya, dan jika dia turun maka terangkat lebih tinggi kaki depannya. Buroq memiliki dua sayap di bagian pinggulnya yang membantu kakinya agar lebih cepat. Pada saat Rasul ingin menaikinya, buroq pun berontak untuk dinaiki oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam. Jibril meletakan tangannya ke buraq, lalu berkata, “tidakkah kau malu wahai buroq!! demi Allah tidak ada yang menaikimu seorang makhluk yang lebih mulia darinya.” Maka Buroq pun tenang dan merasa malu sehingga keringatnya membasahi tubuhnya, lantas Rasulullah pun menaikinya. Buroq adalah kendaraan para anbiya sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam berjalan dan Jibril berada di sebelah kanannya dan Mikail di sebelah kirinya. Ibnu sa’ad berkata : bahwa yang memegang pelananya adalah Jibril, dan yang memegang tali kekangnya adalah Mikail. Maka berjalanlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam dan Jibril hingga sampai pada belantara yang dipenuhi kebun kurma.
Jibril berkata, “turunlah dan shalat di sini”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam pun shalat lalu naik Buroq kembali. Jibril bertanya, “Ya Rasulullah, tahukah dimana engkau shalat tadi?”. Rasul menjawab, “tidak”. Jibril berkata, “tadi engkau shalat di Thaybah (kota Madinah) dan ke situlah kelak kau akan berhijrah.”
Buroq pun berjalan dengan cepat bagaikan kilat, serta melangkahkan telapak kakinya sejauh pandangan mata. Lalu Jibril berkata, “turunlah dan shalat di sini”. Maka Rasulullah pun shalat lalu menaiki Buroq kembali.Jibril bertanya, “Ya Rasulullah, tahukah dimana tadi engkau shalat?”. Rasul menjawab, “tidak”. Jibril berkata, “tadi engkau shalat di kota Madyan di suatu pohon yang dahulu Nabi Musa pernah berteduh di situ.”
Buroq pun berjalan dengan cepat bagaikan kilat, lalu Jibril berkata, “turunlah dan shalat di sini”. Maka Rasulullah pun shalat lalu menaiki Buroq kembali. Jibril berkata, “Ya Rasulullah, tahukah dimana tadi engkau shalat? Rasul menjawab, “tidak”. Jibril berkata, “tadi engkau shalat di bukit Tursina dimana dahulu Nabi Musa bermunajat dengan Allah subhanahu wa ta’ala.”
Lantas sampailah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam dan Jibril hingga ke suatu tempat yang tampak darinya istana dan bangunan-bangunan negeri Syam. Jibril berkata, “turunlah dan shalat di sini”, maka rasul pun shalat dan naik Buroq kembali, dan Buroq pun berjalan dengan cepat secepat kilat. Lalu Jibril berkata, “Taukah engkau dimana tadi engkau shalat?”. Rasul berkata, “tidak”. Jibril berkata, “tadi engkau shalat di Bait Lahm, ditempat itulah Nabi Isa di lahirkan.”
Tatkala di perjalanan Rasul melihat jin ifrit mengincar beliau sambil membawa api, setiap Rasul menengok pasti ifrit berada di hadapannya. Jibril berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam, “maukah engkau aku ajarkan suatu kalimat, apabila engkau mengucapkannya maka akan padam apinya dan dia akan jatuh tersungkur pada wajahnya?”. Maka berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shohbihi wa salam, “ajarkan aku wahai Jibril.”
Jibril berkata :
أَعُوذُ بِوَجْهِ اللهِ الكَرِيمِ وَ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّات الَّتِي لاَ يُجَاوِزُ هُنَّ بَرٌّ و لا فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاء وَ مِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا وَ مِنْ شَرِّ ما ذَرَأَ فِي الأَرْضِ وَ مِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَ مِنْ فِتَنِ الَّليْلِ وَ النَّهَارِ وَ مِنْ طَوَارِقِ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ إِلاَّ طَارِقًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَا رَحْمَن
“Aku berlindung dengan kemuliaan Allah Yang Maha Dermawan dan dengan firman-firman Allah yang sempurna yang tidak bisa ditembus oleh orang baik maupun orang jahat, dari keburukkan yang turun dari langit, dan dari keburukkan yang naik ke langit, dan dari keburukkan makhluk yang ada di bumi, dan dari keburukan yang keluar dari bumi, dan dari fitnah siang dan malam, dan dari kejadian yang datang tiba-tiba di siang dan malam, kecuali sesuatu kejadian yang datang membawa kebaikan, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih”
ifrit langsung tersungkur jatuh serta padam apinya. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai kepada suatu kaum yang sedang menanam benih dan pada saat itu pun benih yang ditanam langsung panen seketika, setiap dipanen kembali tumbuh seperti semula untuk dipanen kembali dengan seketika. Rasul bertanya, “Wahai Jibril apa ini?”, Jibril berkata, “mereka adalah para Mujahid di jalan Allah, dilipat gandakan kebaikan mereka hingga tujuh ratus kali lipat, dan apapun yang mereka infaqkan di jalan Allah maka Allah akan menggantikannya dan mengganjarnya.”