Berkata Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad dalam kitab Nasoih Ad Diniyyah prihal Shalat::
Perihal Shalat
Ketahuilah, wahai saudara-saudara sekalian, moga-moga Allah Ta’ala tambahkan kami dan kamu dengan pengetahuan agama, dan memimpin kami ke jalan yang lurus, serta menghindarkan kami dari segala kejahatan, diri dan kemahuan hawa nafsu bahwasanya Shalat itu adalah tiang agama, dan sepenting-penting asas Islam yang lima sesudah dua kalimah syahadat.
Duduknya pada sisi agama, laksana pada sisi tubuh. Jika orang tidak boleh hidup tanpa kepala, demikian pula dengan agama, tidak boleh teguh tanpa Shalat. Demikian maksud dari sebuah Hadits.
Moga-moga Allah Ta’ala menggolongkan kami dan kamu ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa memelihara Shalat, senantiasa mendirikan Shalat dan khusyu’ di dalam Shalat, serta menjaga waktu-waktu Shalat. Demikianlah bunyi firman Allah Ta’ala yang telah mensifatkan para hambaNya yang Mu’minin di dalam kitabNya:
حفظوا على الصلوت والصلواة الوسطى وقوموا لله قنتين (238) (البقرة : 238
“Periharalah Shalat, dan Shalat pertengahan, serta tegaklah berdiri mematuhi perintah Allah.” (AI-Baqarah: 238)
Shalat yang fardhu itu ialah lima: Zohor, Asar, Maghrib, Isya’ dan Subuh. Lima Shalat yang tersebut ini tidak harus ditinggalkan sama sekali pada bila-bila masa pun, selagi seseorang itu sempurna akal dan fikirannya. Sekalipun dalam keadaan tua, lemah dan sakit tenat.
Adapun Shalat pertengahan itu, sebagaimana yang ditunjuk oleh sebuah Hadits yang sahih, ialah Shalat Asar. Allah Ta’ala telah menyebut Shalat ini kerana kelebihan dan keutamaannya, dan perkaranya pun telah terkenal dan termasyhur di dalam Islam, sehingga sampai sebab turunnya kelonggaran pada Shalat khauf (Shalat ketika dalam bahaya).
Ceritanya begini: Apabila kaum Muslimin sedang giat berjuang bersama-sama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam salah satu ghazwahnya (peperangannya), Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah berShalat dengan pejuang pejuang Muslimin itu Shalat Zohor seperti caranya yang biasa, manakala kaum Musyrikin berada dekat dengan tempat itu, sedang melihat perbuatan kaum Muslimin. Apabila mereka selesai Shalat, berkata setengah kaum Musyrikin kepada setengahnya: Kita harus menyerang mereka itu, ketika mereka sedang berShalat, niscaya kita akan menguasai mereka. Berkata yang lain pula: Sesudah ini, mereka akan berShalat lagi, suatu Shalat yang mereka lebih utamakan daripada datuk-nenek mereka dan anak cucu mereka. Yakni, Shalat Asar. Pada masa itulah turun Saiyidina Jibril kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membawa petunjuk Shalat khauf Cuba perhatikan, betapa besarnya kelebihan Shalat Asar itu, sehingga ia dikenal oleh kaum Musyrikin juga.
Berfirman Allah Ta’ala:
منيبين إليه واتقوه وأقيموا الصلواة ولا تكونا من المشركين (31) الروم :31
“Dalam keadaan kembali kepada Allah Ta’ala , dan takutlah kepadaNya, serta dirikanlah Shalat, dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang mempersekutukan Allah Ta’ala .” (Ar-Rum: 31)
Perkataan inaabah berarti: kembali kepada Allah Ta’ala . Taqwa: takut kepada Allah. Dan mendirikan Shalat, yakni mengerjakannya dengan cara dan tertib yang diperintah oleh Allah Ta’ala.
Firman Allah Ta’ala lagi:
قد أفلح المؤمنون (1) الذين هم فى صلاتهم خشعون (2) والذين هم عن اللغو معرضون (3) والذين هم للزكوة فعلون (4) والذين هم لفروجهم حفظون (5)
إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمنهم فإنهم غيرملومين(6) فمن ابتغي وراء ذلك فأولئك هم العادون (7)والذين هم لأمنتهم وعهدهم راعون (8) والذين هم على صلوتهم يحافظون (9) (المؤمنون:1-9)
“Sungguh telah menang (berbahagia) orang-orang yang beriman. Yang berlaku khusyu’ dalamShalat mereka. Yang telah menjauhkan diri dari perkataan yang kotor. Yang terhadap perintah zakat mematuhi. Yang memelihara kehormatannya. Melainkan kepada isteri-isteri mereka, ataupun kepunyaan tangan kanannya (sahaya perempuan), maka sesungguhnya mereka itu tidak tercela. Maka barang siapa yang mengingini selain itu. merekalah orang orang yang melanggar batas. Dan mereka yang memelihara amanat dan janjinya. Dan mereka yang senantiasa memelihara Shalat Shalat mereka.” (AI-Mu’minun: 1-9)
FirmanNya lagi:
إلا المصلين (22) الذين هم على صلاتهم دائمون(23) المعارج : 22-23
“Kecuali orang-orang yang mengerjakan Shalat. Yang tetap Dalam mengerjakan Shalat itu.” (Al-Ma’arij: 22-23)
Allah Ta’ala telah mengecualikan mereka itu dari jenis manusia yang sentiasa berduka cita dan tidak sabar, tatkala ditimpa kesusahan; dan tidak bersyukur, tatkala mendapat kesenangan. Seolah-olah Allah S.W.T. berkata bahwasanya orang yang sebenar-benar Shalat, bukanlah orang yang selalu berduka cita atau senantiasa berkeluh kesah dan tidak bersyukur. Pada pendapatku, ketiga-tiga sifat ini adalah dihitung munkar, sedang Allah Ta’ala telah berfirman:
وأقم الصلوة إن الصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر ولذكر الله أكبر (العنكبوت : 45
“Dan dirikanlah Shalat itu, sesungguhnya Shalat itu melarang perbuatan keji dan munkar. dan sesungguhnya mengingati Allah itu lebih utama.” (Al-‘Ankabut: 45)
Orang yang berShalat, serta memelihara segala waktu-waktu Shalat, akan dihalang oleh Shalatnya dari mengerjakan segala yang dicegah Allah, seperti sifat-sifat yang tersebut di atas tadi, dan selainnya dari perkara-perkara yang dibenci Allah Ta’ala.
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
صلوا كما رأيتموني أصلي
“Shalatlah sebagaimana kamu lihat aku Shalat.”
Tegasnya, orang yang berShalat itu harus menurut tatacara dan tertib yang ditunjuk oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam Shalatnya, seperti mana yang kita contohi dari para ulama salaf dan khalaf radhiallahu-‘anhum. Hanya orang yang berShalat sedemikian itulah yang dihitung orang yang mendirikan Shalat dan memelihara Shalat di sisi Allah Ta’ala.
Hakikat Shalat lahir dan batin
Ada dua hakikat bagi Shalat, yaitu; hakikat lahir dan hakikat batin. Shalat seseorang itu tidak akan dikira sempurna, melainkan dengan melaksanakan kedua-dua hakikat ini sekaligus.
Adapun hakikat lahir itu, ialah: Berdiri, membaca, ruku’, sujud dan seumpama itu dari tugas-tugas Shalat yang lahir.
Adapun hakikat batinnya, ialah seperti khusyu’, hadir hati, tulus ikhlas yang sempurna, meneliti dan memahami makna-makna bacaan, tasbih dan seumpama itu dari tugas-tugas Shalat yang batin.
Tugas Shalat yang lahir ialah bahagian badan dan anggota. Manakala tugas Shalat yang batin ialah bahagian hati dan rahasia kebatinannya. Yang kedua inilah tempat yang diperhatikan Allah terhadap setiap hambaNya, yakni hati dan rahasia dalam dirinya.
Berkata Imam Ghazali rahimahullah: Perumpamaan orang yang mendirikan Shalat secara hakikat lahir saja, serta mengalpakan hakikat batinnya, penaka seorang yang menghadiahkan seorang puteri yang sudah mati, tiada bernyawa Jagi, kepada seorang maharaja agung. Dan perumpamaan orang yang alpa dalam mendirikan hakikat Shalatnya yang lahir, penaka seorang yang menghadiahkan seorang puteri yang kodong kaki-tangannya, buta pula matanya, kepada seorang raja. Kedua-dua orang ini akan dimurkai raja disebabkan hadiahnya. Mereka akan disiksa dan dianiaya oleh raja kerana menghina kedudukan raja, serta mengabaikan haknya.
Imam Ghazali menyambung lagi, katanya: Samalah perumpamaannya dengan anda yang menghadiahkan Shalatmu itu kepada Allah Ta’ala . Awas, janganlah sampai anda menghadiahkan Shalat itu dengan sifat-sifat yang tersebut, sehingga anda patut menerima siksaan Allah Ta’ala. Sekian maksudnya.