Hendaknya pembicaraan seorang ‘alim terhadap mereka berkisar terhadap masalah yang dibawa oleh mereka dihadapannya Apabila mereka datang untuk mengakadkan nikah, maka hendaknya yang ia sampaikan kepada mereka adalah masalah yang berkaitan dengan hak-hak wanita. Diantaranya seperti mahar, nafkah dan menggauli mereka dengan baik atau hal-hal yang semisalnya.
Contoh lain, apabila mereka datamg untuk mengadakan akad jual beli secara tertulis diantara mereka, maka hendaknya yang ia sampaikan kepada mereka yang berkaitan dengan masalah kesaksian dan tata cara jual beli yang sah serta juga mana yang tidak sah dan yang semisalnya.
Demi Allah!!! Hal ini lebih baik disampaikan pada saat itu. daripada membicarakan hal-hal yang tidak perlu dan yang tidak ada kaitannya dengan permasalahan yang mereka bawa. Apalagi jikalau tidak ada kaitannya dengan permasalahan seputar agama sama sekali. Karenanya sangatlah tidak pantas seorang ‘alim terbawa oleh alur pembicaraan yang tidak ada artinya dan tidak meluangkan waktunya untuk urusan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan agama.
Inilah keterangan kami bagaimana sepatutnya seorang ‘alim menjadikan pergaulannya bersama kalangan awam hendaknya digunakan untuk mengajari dan menasehati mereka. Karena hal mi sudah menjadi tugas yang sangat penting bagi seorang ulama, sebab kebanyakan orang telah dikuasai oleh kelalaian, kebodohan dan berpaling dari ilmu.
Apabila ternyata para ulama membantu mereka melakukan hal ini dengan cara tidak mau menyebarkan ilmunya ataupun menasehati mereka, maka kerusakan akan menyebar di mana-mana. Hal ini sebagaimana realita yang bisa disaksikkan oleh mata. Karena kebiasaaan kalangan awam untuk mengabaikan urusan agama, sedangkan para ulamanya berdiam diri tidak mau mengajari ataupun mengenalkan mereka akan urusan agama.
Termasuk tugas dan etika terpenting bagi para ulama adalah memberi contoh kepada masyarakat dengan perbuatan sebelum ia berbicara. Tidaklah ia menyeru kepada mereka untuk melakukan kebaikan, melainkan ia adalah orang yang paling memelihara hal itu dengan perbuatannya. Tidaklah ia melarang mereka melakukan satu kejelekan, melainkan ia adalah orang yang paling menjauhi perbuatan itu.
Hendaknya tujuannya untuk mencari ilmu, mengajarkannya dan mengamalkannya semata-mata karena Allah SWT dan mengharap akhirat saja, tanpa terselubungi oleh niatan lainnya. Diantaranya seperti menghendaki ketenaran, menginginkan harta aiau kekuasaan atau persoalan materi lainnya. Dalam hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:
من طلب علما مما يبتغى به وجه الله ليباهى به العلماء أو ليماري به السفهاء ، أو ليصرف به وجوه الناس إليه لقي الله وهو عليه غضبان
Artinya: “Barangsiapa yang menuntut ilmu yang ditujukan karena Allah, lalu ia menggunakan ilmu itu untuk membanggakan diri dihadapan para ulama atau untuk mendebat orang-orang bodoh atau untuk menarik minat orang banyak kepadanya, niscaya ia akan menghadap kepada Allah SWT sedangkan Allah SWT dalam keadaan marah kepadanya.”
Ya Allah, berilah kami manfaat pada apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Ajarkanlah kepada kami apa yang bermanfaat bagi kami serta tambahkanlah ilmu kepada kami. Segala puji bagi Allah SWT atas segala keadaan. Dan kami berlindung kepada Allah SWT dari sifat-sifat penduduk neraka.
Sumber : Nasihat dan Wasiat Imam Haddad Jilid 1