Wasiat Ulama Mengenai Taqwa
Berkata para ulama ridhwanullahi ‘alaihim: Taqwa itu adalah menuruti perintah Allah Ta’ala dan meninggalkan laranganNya lahir dan batin, seraya merasakan bahwa kebesaran yang hakiki itu adalah bagi Allah SWT yang patut kita merasakan kehebatan, ketakutan dan kegerunan terhadapNya.
Sebagian para Mufassirin pula mengertikan maksud firman Allah: Bertaqwalah kepada Allah dengan sesungguhnya taqwa, yakni: Allah Ta’ala itu harus ditaati, tiada boleh dimaksiati; harus diingati, tiada boleh dilupai; dan harus disyukuri, tiada boleh dikufuri. Sebab itu jika seseorang hamba ditakdirkan mempunyai seribu diri yang lain kepada dirinya, atau seribu umur lagi kepada umurya, tidak mampu bertaqwa kepada Allah dengan sesungguhnya taqwa, sekalipun ia sanggup membelanjakan semua harta kekayaan yang ada di dalam tangannya untuk tujuan mentaati Allah dan mencintaiNya. Yang demikian itu disebabkan amat besar hak Allah Ta’ala ke atas hamba-hambaNya, dan juga kerana amat hebat kebesaran Allah dan amat mulia kedudukanNya serta tinggi kemuliaanNya.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wasallam sebagai orang yang amat sempurna penunaiannya terhadap hak-hak Allah Ta’ala telah berkata dalam doanya yaitu sebagai suatu pengakuan dari baginda akan ketidak-upayaannya hendak menunaikan sepenuh kesyukuran kepada Allah Ta’ala:
أعوذ برضاك من سخطك, وبمعافاتك من عقوبتك, وأعوذبك منك, لا أحصي ثناء عليك, أنت كما أثنيت على نفسك
“Aku berlindung dengan keridhaanMu daripada kemurkaanMu, dan dengan keampunanMu dari pembalasanMu, dan aku berlindung denganMu daripadaMu, tidak mampu aku menghitung kepujian ke atasMu, seperti yang Engkau memuji atas ZatMu sendiri.”
Dan sebagaimana yang telah difahamkan kepada kami, bahwa Allah SWT telah menciptakan Malaikat, yang dari sejak diwujudkannya hingga akhir hayatpun, akan senantiasa beruku’ dan bersujud ter-hadapAllah Ta’ala, dan akan senantiasa bertasbih dan membesarkanAllah Ta’ala, tidak pernah bosan atau lelah, dan mereka tiada mempunyai tugas-tugas yang lain selain itu. Kelak bila tiba Hari Kiamat nanti, maka Malaikat itu akan berkata kepada Allah Ta’ala:
سبحنك! ولك الحمد ما عرفناك حق معرقتك! ولا عبد ناك حق عبادتك!
“Maha Suci Engkau, wahai Tuhan! BagiMu segala pujian. Kami tiada mengenal–Mu dengan sebenarnya pengenalan. Kami tiada beribadah kepadaMu dengan sebenarnya ibadat.”
Sebagian ulama berkata, bahwasanya firman Allah Ta’ala yang bermaksud: Bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenarnya taqwa; yaitu ayat ini telah mansukh (dibatalkan) dengan ayat lain yang
berbunyi:
فاتقوا الله ما استطعتم. (التغابن: 16)
“Bertaqwalah kepada Allah sekadar yang mampu olehmu kerjakan.” (QS. At-Taghabun: 16)
Sebagian yang lain pula berkata: Ayat yang kedua ini menerang-kanmaksud ayat pertama, dan bukanlah ia sebagai nasikh (pembatal). Saya harap mudah-mudahan maksud yang kedua inilah yang betul, sebab Allah Ta’ala – dan bagi-Nya segala puji – tiada memberatkan sesuatu jiwa melainkan sekadar yang mampu dilakukannya, meskipun jika Dia mahu, memang Dia berhak memerintahkan apa saja yang dikehendaki-Nya, sebab Allah SWT. berhak untuk melakukan apa saja sekehendak kemahuanNya di dalam kerajaanNya dan kekuasaan-Nya. Akan tetapi Dia senantiasa meringankan dan memudahkan.
Lihat firmanNya berikut:
يريد الله أن يخفف عنكم وخلق الإنسان ضعيفا. (النساء: 28
“Allah ingin memberikan keringanan bagimu, kerana manusia itudiciptakan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa’: 28)
FirmanNya lagi:
يريد الله بكم اليسر, ولا يريد بكم العسر. (البقرة: 185
“Allah mau memberikan keringanan bagimu, dan tiada (sekali-kali) mau memberikan kesulitan. ” (QS. AI-Baqarah: 185)