Abu Darda’ r.a. mengatakan, “Jika kamu ingat kematian, anggaplah dirimu seperti salah seorang mereka.”
Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Orang yang bahagia ialah yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain.”Umar bin Abdul Aziz menjelaskan, “Tidakkah kalian sadari bahwa setiap hari, pagi dan petang, kalian tengah mempersiapkan bekal untuk pergi kepada Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung. Kalian akan meletakkan bekal tersebut di lubang tanah sebagai bantal. Kalian akan meninggalkan orang-orang tercinta, dan semua sarana-sarana kesenangan.”
Selalu memikirkan hal-hal di atas, serta rajin berziarah kubur dan menjenguk orang sakit, adalah cara untuk menyegarkan ingatan dalam hati terhadap kematian. Pada saat itu ia dalam posisi siap mati meninggalkan dunia yang penuh tipuan. Zikir di luar hati dan di ujung manisnya bibir tidak banyak berguna untuk membuat diri takut dan khawatir akan kematian. Ketika hati sedang terlena pada suatu kesenangan duniawi, segera ingatkan bahwa ia pasti akan meninggalkannya.
Pada suatu hari Ibnu Muthi’ memandang kagum rumahnya yang indah. Tiba-tiba ia menangis seraya berkata, “Demi Allah, seandainya tidak ada kematian aku pasti merasa bangga kepadamu (maksudnya rumahnya -red.) Dan seandainya aku mampu bertahan mengatasi sempitnya kubur, aku pasti merasa senang terhadap dunia.” Setelah itu ia kembali menangis lama sekali, sampai-sampai suaranya nyaris tak terdengar.
Sumber : Dibalik Tabir Kematian – Imam Al Ghazali