Dalam mukaddimah, ini aku akan menceritakan secara sederhana tentang sebab-sebab perjalananku dari negeri Maroko menuju ke daerah Yaman dan Hadramaut. Semua itu karena panjangnya perjalananku dan ketakutanku akan kematian yang datang secara mendadak. Aku ingin menceritakan alasan perjalananku dari negeri Maroko ke negeri Timur, sebagaimana al-lmam al-Manshurbillah dan para Imam lainnya yang menceritakan alasan perjalanan al-lmam Idris bin Abdullah bin al-Hasan al-Mutsanna menuju ke Maroko.
Maka aku akan menceritakannya dengan pertolongan dan taufik dari Allah Swt sebagai berikut:
Ketahuilah wahai saudaraku di jalan Allah, semoga Allah menjadikan kita tergolong mereka yang saling mencintai karena Allah, begitu pula aku dan mereka yang ingin mengambil manfaat dari alasan perjalananku. Demikian pula dari pembahasan lain semenjak kelahiranku hingga hari ini seperti dari letak kotaku, orang-orang yang merupakan keturunan al-lmam Idris, dan lain-lainnya.
Kelahiranku ada di batas tahun enam puluh lima dan enam puluh enam pada abad kesepuluh. Aku lahir di sekitar al-Faidhah, yaitu daerah yang terletak di antara kota Fas dan kota Talmasan yang berjarak sekitar lima marhalah (± 207 Km – Penerj.). Ada sebuah daerah yang makmur bernama Anqad. Di sana terdapat kabilah, golongan dan banyak suku-suku. Diantaranya terdapat kabilah Zanatih’ dengan jumlah besar yang tinggal di daerah al-Faidhah dan al-Bahri
“Kabilah dari suku Barbar. Lihat kitab Nihayah al-Arab karya Qalqasyandiy hal 273 yang termasuk daerah di Maroko. Sedangkan di bawah rasi bintang Banat Na’asy dan lembah yang bernama Zabaziy, terdapat kabilah Bani Ya’la yang merupakan kabilah besar dan berbahasa Suryan (bahasa Iram). Begitu pula kabilah-kabilah arab penduduk Ibil, Khail dan Ghanam. Mereka termasuk kabilah yang ternama di arab yang ada di negeri Anqad. Mereka dinamakan kabilah anak-anak Thalhah bin Ya’qub, yaitu datuk mereka yang merupakan seorang waliy yang dikubur di sebuah desa yang masih bagian dari Anqad. Sedangkan di bawah negeriku hingga kebelahan timur, terdapat sebuah negeri yang bernama Asla dan Isli. Di negeri itu terdapat para guru besar yang dijuluki dengan “Zurarah”. Di antara mereka adalah asy-Syaikh Musa bin Abdul’ali az-Zarariy. Asy-Syaikh Thalhah bin Ya’qub bin Ya’qub -yang anak keturunannya saat ini ada di Sinan sebelum negeri Anqad- menimba ilmu dari beliau. Suatu ketika Thalhah yang termasuk murid az-Zarariy bermimpi bahwa dirinya seperti buang air kecil dan mengeluarkan api. Maka ustadznya yang bernama az-Zarariy berkata seraya menakwilkan mimpinya, “Kelak akan keluar darimu keturunan yang manusia akan mengambil manfaat dari mereka dan tertimpa bahaya karena mereka.” Mendengar itu Thalhah berkata, “Jika begitu, aku tidak akan menikah.” Maka Ustadznya berkata, “Segala sesuatu yang sudah ditetapkan Allah pasti akan terjadi.” Dan begitulah, ketetapan Allah adalah suatu perkara yang pasti terjadi. Sebagaimana yang telah disebutkan, maka keluarlah darinya keturunan yang disebut sebagai kabilah anak-anak Thalhah bin Ya’qub. Mereka adalah sekelompok orang yang datang dari Maroko di tahun tujuh puluh pada abad kesepuluh.
Kemudian di Anqad terdapat pula suatu kabilah yang bernama al-Ahlaf yang berdiam juga di antara kota Fas. Begitu pula kabilah anak-anak Maryam dan kabilah al-‘Ubbad yang termasuk kabilah yang kuat pula. Kemudian yang lainnya di Anqad juga terdapat kabilah Asyja’, Qanan, Mahaya dan lain-lainnya yang merupakan cabang dari kabilah anak-anak Thalhah dan al-Ahlaf.
Sumber: Perjumpaan Yusuf bin ‘Abid dengan syaikh Abu Bakar bin Salim