PEMBUKA KATA
Sudah menjadi adat kebiasaan bagi Ummat Islam, khususnya Ummat Islam Indonesia, membaca dzikir yaitu kalimat-kalimat suci, seperti:
لاإله إلا الله . لاإله إلا الله . لاإله إلا الله
Kalimat ini biasa dibaca bersama-sama atau sendiri-sendiri pada waktu sesudah mengerjakan sembahyang atau ketika mendo’a selamatan di rumah-rumah.
Biasanya dibaca sebanyak hitungan biji tasbih yaitu 100 X dan ada juga yang membaca 200 atau 300 kali, sesuai dengan kesanggupan masing-masing.
Kalimat-kalimat dzikir itu banyak macamnya, di antaranya ada yang berbunyi:
الله . الله . الله . الله
Allah – Allah – Allah – Allah – Allah. saja. Ada pula yang membaca:
يا لطيف . يا لطيف – يا حي – يا قيوم – يا رحمن – يا رحيم
Dan ada pula yang membaca:
يا فتاح – يا عليم – يا رزاق – يا كريم
Dan ada pula yang membaca :
لاإله إلا الله , محمد رسول الله – لا إله إلا الله ,محمد رسول الله
Dan lain-lain banyak lagi.
Biasanya sesudah dzikir lantas mendo’a memohon kepada Allah SWT untuk ini dan itu menurut kehendak masing-masing.
Ada kalimat do’a sebagai yang pernah dibaca dan diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan ada pula do’a hizib, do’a yang dikarang dan yang telah diamalkan oleh orang saleh-saleh, oleh auliya-auliya, oleh mursyid-mursyid dan lain-lain.
Menurut Madzhab Imam Syafi’i RHL. dan menurut i’itiqad Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah Dzikir dan Do’a itu sunnat hukumnya diberi pahala sekalian pembaca.
Imam Nawawi seorang ulama besar dalam lingkungan Madzhab Syafi’i berfatwa sebagai yang tersebut dalam kitabnya “Al Adzkaar” :
اعلم ان الذكر محبوب في جميع الأحوال إلا في أحوال ورد الشرع باستثنائها . (الأذكار ص 12
Artinya:
“Ketahuilah, bahwa dzikir itu baik sekali diamalkan di mana saja dan bila saja, kecuali dalam waktu-waktu dan hal-hal yang dilarang oleh syara” (Al Adzkaar: 12).
Dan Imam Nawawi berkata lagi:
اعلم أنه كما يستحب الذكر يستحب الجلوس في حلق أهلها وقد تظاهرت الأدلة على ذلك . ( الأذكار ص 8
Artinya:
“Ketahuilah, sebagaimana dzikir itu sunnat hukumnya, begitu juga duduk dalam lingkungan orang yang dzikir, sunnat juga, karena banyak dalil-dalil yang menyatakan hal itu”. (Al Adzkaar: 8).
Imam Ghazali, seorang Ulama besar dalam lingkungan Madzhab Syafi’i, juga memfatwakan begini:
قال الإمام الغزالي : فليس بعد تلاوة كتاب الله عز وجل عبادة تؤدى با للسان أفضل من ذكر الله ورفع الحاجات بالأدعية الخالصة إلى الله تعالى . ( إحياء علوم الدين ج 1 ص 295
Artinya :
“Maka tiadalah ibadat lisan yang paling tinggi, kecuali membaca al Quran, yang melebihi dzikir, dan mendo’a dengan ikhlas kepada Tuhan” (Ihya Ulumuddin, jilid 1, 295).
Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah seluruhnya berpendapat bahwa membaca dzikir dan berdo’a adalah suatu ibadat yang sangat tinggi harganya di hadapan Tuhan dan karena itu sunnat hukumnya.
Tersebab itulah maka Ummat Islam di Indonesia yang kebanyakan menganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah sangat rajin berdzikir dan berdo’a pada tiap-tiap sudah sembahyang atau pada waktu-waktu yang khusus.
Akan tetapi sayang sekali, ya sayang sekali, dalam masyarakat timbul fatwa-fatwa dan ocehan-ocehan yang merendahkan dzikir dan do’a dengan mengatakan umpamanya:
- Membaca dzikir sebagai yang diamalkan oleh orang-orang kuno itu tidak ada alasannya dari Qur’an dan Hadits dan tidak ada dikerjakan pada masa Nabi.Arti Dzikir bukan begitu katanya, tetapi mengingat kebesaran Tuhan dalam hati, mengaji dan bertabligh, bukan duduk bersama-sama membaca La illaha illalah, kata mereka.
- Ah, dzikir-dzikir saja, apakah bisa perut kenyang dengan dzikir!
- Ah, do’a ke do’a saja, apakah bumi bisa bergeser dengan do’a!
- Ah, do’a-do’a saja, sedang orang lain sudah ke bulan.
- Dan lain-lain ocehan.
Akibat kampanye ocehan anti do’a dan dzikir maka banyaklah orang enggan berdzikir dan berdo’a karena orang yang berdzikir dan mendo’a dianggap kuno, tak modern.
Lihatlah sekarang:
- Sesudah sembahyang Jum’at, sesudah assalamualaikum, orang serempak berdiri dan buru-buru keluar mesjid seperti burung dalam sangkar yang dibukakan pintunya.
- Sesudah sembahyang lima waktu orang tak mendo’ a dan berdzikir lagi.
- Di rumah-rumah orang tak ada mendo’a lagi, agak malu, karena yang mendo’a itu adalah orang kuno-kuno,
- Di pekuburan orang tak bertahlil dan tak mendo’a lagi, karena katanya tak sampai pahalanya kepada mayat. Untuk menggantikan do’a orang berpidato di atas pekuburan.
- Dan lain-lain contoh
Saudara-saudara yang saya hormati.
Untuk mengembalikan keyakinan Ummat Islam kepada baiknya dzikir dan do’a saya susun risalah kecil ini dan dimasukkan dalam lingkungan buku “40 Masalah Agama”, karena pengarang berkeyakinan bahwa dzikir dan do’a itu adalah suatu ibadat yang paling tinggi, yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul kepada seluruh Ummat Islam.
Mudah-mudahan kaum tersesat bisa kembali dari kehilafannya.
Sumber : 40 Masalah Agama Karya KH. Siradjuddin Abbas