Oleh : ad-Da’i ilallah al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz
Shalat merupakan sarana penghubung antara seorang hamba dengan penciptanya. Dijadikan sejuk kedua mata ini dengan shalat. Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menghadapi perkara-perkara yang berat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam selalu mengambil wudhu’ dan bergegas menghadap kepada Allah swt dan mendirikan shalat.
Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam sering mengatakan kepada Sahabat Bilal bin Rabah ra: ‘Arihni biha ya Bila.’ 35 Namun sayangnya manusia di zaman sekarang banyak yang tidak memahami apakah maksud dan faedah mendirikan shalat. Mereka sangat menyepelekan shalat, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang melalaikannya.
Kita, sebagai umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam hanya dengan dua raka’at saja sudah diberi balasan pahala yang begitu besar oleh Allah swt. Shalat merupakan tiang dalam agama ini. Perintah shalat merupakan perintah teragung dalam risalah kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Shalat merupakan perintah terbesar diantara perintah yang lainnya. Perintah shalat ini merupakan kekhususan bagi umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
35 Wahai Bilal, senangkanlah aku dengan mendengarkan suara adzan. Hal ini menunjukkan sebagai waktu untuk mendirikan shalat.
Semua perintah Allah swt kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam diterima melalui perantara Malaikat Jibril as, namun perintah yang satu ini lain dari pada yang lainnya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dipanggil langsung kehadirat Allah swt melalui mi’raj untuk mendapatkan perintah shalat lima waktu.
Inilah yang menjadikan perintah shalat ini begitu teramat agung dan istimewa. Bayangkan… Bertemunya antara makhluk yang sangat dicintai oleh penciptanya36 dengan Sang Maha Pencipta. Oleh karena itu, hendaknya kita memperhatikan shalat kita.
Khusyu’ dalam shalat merupakan kunci kesempurnaan dan gambaran dzahir diterimanya shalat kita. Shalat yang tidak khusyu’ digambarkan seperti jasad tanpa ruh.
Bayangkan, jikalau ada seseorang yang memberikan hadiah kepada seorang raja atau kepada seorang pembesar, namun yang kita berikan adalah seorang hamba sahaya yang tanpa ruh.37 Pasti kita akan dicaci-maki, bahkan dihukum oleh raja atau si pembesar itu, karena kita telah menghadiahkan sebuah bangkai kepadanya.
Dengan hati yang hadir. Maksudnya merasakan kehadiran hati ketika mengucapkan kalimat-kalimat dalam shalat dan ketika melakukan gerakan dalam shalat.Sedikitnya ada enam syarat untuk mendapatkan shalat yang khusyu’:
- Harus memahami makna-makna yang dibaca di dalam shalat.
- Hendaknya kita mengerjakannya dengan perasaan ta’dzim, penghormatan dan pengagungan terhadap yang sedang kita hadapi, yaitu Allah swt.
- Harus memiliki rasa takut terhadap yang sedang kita hadapi, yaitu Tuhan semesta alam.
- Memiliki pengharapan dengan sungguh-sungguh, bahwa shalat yang kita kerjakan, akan diterima oleh Allah swt.
- Memiliki perasaan malu terhadap Allah swt, karena kita merupakan makhluk yang penuh kekurangan di sisi-Nya.
Kesempurnaan khusyu’ dalam shalat diantaranya dapat kita peroleh dengan tidak memikirkan yang lainnya,38 melainkan hanya kepada Allah swt semata.
36 Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
37 Yaitu hamba sahaya/budak yang sudah dalam keadaan mati/tak bernyawa.
38 Konsentrasi dalam shalat.
Sumber : Berada di taman Surga bersama Cucu sang Nabi