Dahulu ada seorang yang bernama asy-Syeikh Ahmad bin Ali Makarim ra, ia suka menghadiri majelis al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi ra, ia selalu menulis berbagai macam niat di balik jendela rumahnya, lalu apabila ingin keluar rumah menuju pasar ia selalu membacanya, diantara niat-niat itu:
‘Aku niat memberi pinjaman orang yang mau pinjam, aku niat mencari rezeki halal, aku niat melindungi harga diriku, aku niat menolong kerabatku, aku niat menafkahi anak, isteri dan keluargaku.’ Niat-niat ini beliau tanamkan dalam hati hingga ketika keluar beliau diliputi keberkahan dari Allah swt.
Alkisah ada seorang yang bernama asy-Syeikh Umar al-‘Ubadi ra yang berasal dari Kota Ghurfah lalu pindah ke Kota Aden. Ia memiliki perniagaan di beberapa kota, diantaranya terdapat di Kota Aden dan di Kota Syihir.
Pada suatu hari ia kedatangan al-Habib Abdullah bin Idrus al-Habsyi ra, beliau sudah lanjut usia berangkat ke Kota Aden, karena terdesak oleh hutang yang melilitnya, beliau singgah ke rumah asy-Syeikh Umar al-‘Ubadi ra ini, karena mereka berdua memang dari kota yang sama.
Sesampainya di sana, asy-Syeikh Umar al-‘Ubadi ra menyambutnya dengan penuh kehangatan: ‘Selamat datang wahai Habib Abdullah, apa tidak salah engkau datang kemari sedang engkau sudah berusia lanjut, apakah engkau memang ingin meninggal disini? Bukankah di sini jauh dari keluargamu dan di sana banyak Para auliya’?’
Beliau menjawab: ‘Aku hanya singgah saja disini, karena rencananya aku akan melanjutkan perjalanan menuju Tanah Jawa (Indonesia) karena aku terbelit hutang sebesar tujuh ratus riyal dan aku terpaksa ke sana, karena anakku ada di sana dan aku ingin ia melunasi hutangku.’
Mendengar hal ini, asy-Syeikh Umar al-‘Ubadi ra ini berencana dalam hatinya: ‘Nanti kalau ada keuntungan pada penjualan hari ini akan aku berikan kepada habib ini.’
Sesudah itu beliau meminta izin keluar sebentar ke tokonya guna melihat hasil penjualan hari ini, ternyata setelah diperiksanya hasilnya tepat tujuh ratus riyal tidak kurang dan tidak lebih.
Dengan senang hati ia kembali menemui habib itu seraya mengabarkan: ‘Wahai habib, keperluanmu telah terpenuhi. Ini ada rezeki dari Allah untukmu tanpa ada unsur jasa dari orang lain, sedangkan untuk ongkos pulang dan oleh-oleh untuk keluarga di rumah biar nanti dari pecintamu ini.’
Kemudian al-Habib Abdullah bin Idrus al-Habsyi ra, menjawab: ‘Semoga Allah membalas kebaikanmu.’ Lihatlah betapa hebatnya niat-niat mereka itu, karena itu belajarlah niat-niat yang baik.
Pahalanya sudah dicatat di sisi Tuhannya dan Allah swt akan memberinya balasan yang terbaik di sisi-Nya. Sebagaimana firman Allah swt didalam al-Qur’an: ‘T daklah Tuhanmu mendzalimi seorang hamba-Nya.’ Dan Allah swt tidak menyia-nyiakan pahala orang yang telah berbuat baik. Tetapi mana orang semacam ini? Terkadang mudah bagi seseorang mengeluarkan uang hanya demi kesenangan atau untuk mengadakan pesta yang bersifat semu yang dibarengi dengan unsur pamer dan lain sebagainya.
Bahkan diantara kita ada yang rela menghabiskan uang yang banyak jumlahnya untuk kepuasan dirinya. Apa kiranya ia juga bakal mengeluarkan uang dengan jumlah yang sama atau mungkin setengah atau seperempatnya untuk ia sedekahkan atau ia belanjakan di jalan Allah swt dan Rasul-Nya.
al-Imam Abu Hanifah ra apabila telah membangun sebuah rumah, beliau ra menyedekahkan uang dalam jumlah yang sama dengan biaya pembangunan rumah itu.
Karena hendaknya kalian jadikan sejarah hidup para salafunasshalihin sebagai contoh, teladan serta panutan bagian kalian.
Karena dengan sifat-sifat inilah mereka bisa unggul dan menjadi teladan bagi kalian. Ilmu-ilmu yang mereka pelajari telah benar-benar membekas di hati-hati mereka, hingga akhirnya mereka bisa mengambil manfaatnya. Wallahu a’lam.
SUMBER : BERADA DI TAMAN SURGA BERSAMA CUCU NABI