Mungkinkah Lailatul Qadar di Luar Bulan Puasa ?
Oleh : al-‘Allamah al-Habib Salim bin Abdullah asy-Syatiri
Di awal pembicaraannya, al-Habib Salim bin Abdullah asy-Syatiri, mengkritik kebiasaan manusia yang cenderung malas beribadah pasca berakhirnya Bulan Ramadhan. Dengan membawakan kiaah yang dialami oleh Sayyidina Abubakar ash-Shiddiq ra pasca wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Saat itu para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam banyak yang putus harapan hingga hampir-hampir meninggalkan Islam karena kepergian sang panutan sejati.
Dengan lantang dan tegasnya, Sayyidina Abubakar ash-Shiddiq ra berkata: “Barangsiapa yang menyembah Muhammad, ketahuilah bahwa ia telah wafat dan barangsiapa yang menyembah Allah swt, maka sesungguhnya Dia akan selalu hidup dan tidak akan pernah mati selamanya.”
Orasi Sayyidina Abubakar ra ternyata berhasil membakar semangat dan menggugah hati para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam yang sangat terpukul dengan berita menyedihkan itu, hingga mereka tersadarkan akan kefanaan dunia seisinya. Tak terkecuali Sayyidina Umar bin Khattab ra yang terkenal keras dan sensitive atas segala hal yang menyinggung martabat Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Begitu pula al-Habib Salim asy-Syatiri yang memberikan semangat kepada masyarakat Hadramaut untuk kembali ke Allah swt pasca berakhirnya Bulan Suci Ramadhan. Dihadapan masyarakat Kota Tarim, Hadhramaut, tepatnya di Masjid Jami’ Tarim. Setelah Asar di akhir Bulan Ramadhan, beliau ceramah mengenai semangat beribadah pasca Ramadhan.
Habib Salim berkata: “Barangsiapa yang menyembah Allah karena Bulan Ramadhan, ketahuilah sesungguhnya Bulan Ramadhan telah berakhir. Dan Barangsiapa menyembah Allah karena Allah semata, maka sesungguhnya Dia selalu hidup dan tidak pernah mati.”
Kata-kata bijak Habib Salim ini merupakan peringatan keras akan pentingnya kembali kepada Allah swt tanpa menghiraukan ruang dan waktu, mengingat mayoritas umat muslim masih sering mederita kealpaan batin pasca berakhirnya Bulan Ramadhan dan seakan-akan Allah swt tidak patut diagungkan kecuali pada Bulan Ramadhan saja.
Kutipan ucapan beliau mengajarkan kita agar mengganti pemahaman makna penghambaan seorang hamba temporary yang dianut oleh masyarakat awam menjadi hamba yang permanen, hal ini akan membuat kita lebih dewasa dalam mengamalkan ibadah tanpa ketergantungan waktu dan tempat.
Jika seseorang telah berhasil menjadi hamba yang permanen pasca berakhirnya Bulan Ramadhan, maka ia telah sukses meraih predikat hamba kelas menengah ke atas. Layaknya gelar haji mabrur bagi orang yang telah pergi haji. Gelar mabrur diberikan kepada orang yang semakin baik dan taat beribadah pasca pulang dari hajinya.
Mengenai Lailatul Qadar, dalam pandangan madzhab al-Imam Malik, al-Imam asy-Syafi’I dan al-Imam Hambali, mengatakan bahwa Lailatul Qadar hanya terjadi di Bulan Ramadhan saja.
Sedangkan al-Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa malam sepesial yang dihususkan bagi umat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam ini tidak terjadi hanya pada Bulan Suci Ramadhan saja seperti yang telah diyakini oleh mayoritas umat muslim, akan tetapi malam mulia itu mungkin juga terjadi pada bulan-bulan lainnya.
Menguatkan argument Madzhab Hanafi, al-Imam Ali al-Khawwas. Seorang ulama sufi juga berpendapat bahwa malam Lailatul Qadar adalah semua malam yang dilalui oleh seorang hamba dengan kekhusyu’an ibadah mendekatkan diri pada Sang Khaliq, entah itu Bulan Ramadhan atau bukan.
Al-Imam asy-Sya’rani adalah salah seorang ulama berpengaruh dari Mesir memiliki saksi hidup perihal terjadinya Lailatul Qadar di luar Bulan Ramadhan. Dalam kitabnya al-Mizan al-Kubra, beliau menceritakan bahwa saudaranya yang bernama Afdhaluddin pernah merasakan kenikmatan serta ciri-ciri Lailatul Qadar pada Bulan Rabiul Awwal dan Rajab.
Ia berkata, bahwa makna ayat ‘Inna anzalnahu fi lailatul qadar’ adalah malam pendekatan. Karenanya semua malam yang dilalui dengan taqarrub atau mendekatkan diri pada Sang Pencipta, maka malam itu adalah malam Lailatul Qadar.
Meskipun banyak riwayat yang menyinggung pengkhususan Lailatul Qadar hanya pada Bulan Ramadhan, namun hal itu tidak menafikan terjadinya malam mulia ini pada bulan-bulan lainnya. Karena menurut versi al-Imam Abu Hanifah, Lailatul Qadar adalah ‘Jenis’.
Meskipun demikian, Lailatul Qadar di Bulan Ramadhan lebih sering terjadi dibandingkan bulan lainnya. Sebab pada saat puasa, hati mayoritas manusia menjadi lembut dan mudah mendapatkan pancaran nur Ilahi, tidak seperti bulan lain dimana hati mereka sangat keras. WAllahu a’lam….
SUMBER : BERADA DI TAMAN SURGA BERSAMA CUCU NABI