Arti kemampuan adalah, seseorang memiliki apa saja yang butuhkan dalam perjalanan haji untuk pulang perginya yang meliputi bekal dan kendaraan juga hal-hal yang termasuk dalam keperluan itu seperti memberi nafkah bagi anak isteri yang wajib ia nafkahi juga yang lainnya sampai ia kembali dari haji.
Kemampuan ini berbeda-beda menurut keadaan masing-masing dan menurut letak tempatnya jauh dan dekatnya. Barangsiapa yang memaksa diri untuk berhaji karena kerinduannya kepada Baitullah al-Haram dan kesungguhannya untuk menunaikan ibadah fardhu ini, sedangkan ia bukan orang yang mampu dari segala sisinya, berarti keimanannya lebih sempurna dan pahalanya lebih besar, tetapi dengan syarat ia tidak mengesampingkan hak-hak Allah swt
Karena hal ini, kalau ia tetap melakukannya, maka ia terkena dosa. Misalnya ia berangkat haji tetapi ia mengesampingkan apa-apa yang Allah swt wajibkan atasnya dalam memberi nafkah dan tidak boleh menyia-nyiakan keluarganya tanpa perbekalan sedikitpi” untuk mereka, atau perjalanannya bergantung pada meminta-minta atau menaruh harapan kepada orang lain.
Atau karena perjalanan ini ia meninggalkan salah satu shalat wajib atau untuk perjalanannya ia melakukan perbuatan haram, maka mereka yang berangkat haji dengan cara ini, sedangkan Allah sendiri telah mengizinkannya untuk tidak menunaikannya, dikarenakan ia memang tidak mampu. Maka ibaratnya orang yang semacam ini adalah, ia membangun sebuah istana impian dengan menghancurkan sebuah kota yang nyata.
Hal ini kami peringatkan, karena banyak dari kalangan awam yang melakukan perjalanan haji dengan cara demikian. Mereka mengira dengan berhaji semacam ini, maka mereka mendekatkan diri kepada Allah swt, padahal pada hakekatnya mereka akan semakin jauh dari-Nya. Hal ini dikarenakan mereka tidak melakukannya dengan cara yang benar. Apabila dalam haji yang fardhu saja demikian keadaannya, maka sudah barang tentu pada haji yang sunnah pasti hukumannya lebih berat.
Penjelasan ini kami tujukan kepada orang yang tidak mampu, sedangkan bagi orang yang mampu dan kuat telah kami jelaskan bahwa ia sangat dianjurkan untuk segera menunaikan ibadah haji, dan sitelahnya ia disunnahkan untuk tidak meninggalkan haji yang sunnah.
Salah seorang salafunasshalihin ra berkata: “Paling sedikitnya tidak berlalu lima tahun melainkan ia telah melakukan satu ibadah haji.”
Sumber: Nasihat dan wasiat Imam Haddad Jilid 1