KATA PENGANTAR MASALAH ISRA’ DAN MI’RAJ
- Ummat Islam hampir di seluruh dunia, termasuk Ummat Islam di Indonesia, merayakan malam 27 Rajab tiap-tiap tahun, yaitu malam yang dinamai “Malam Mi’raj”.
Malam 27 Rajab tiap-tiap tahun dianggap malam suci, malam kramat, malam bersejarah dan malam luar biasa, karena pada malam serupa itu dahulu Nabi Besar Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam melakukan Isra dan Mi’raj, yaitu berjalan dari Mekkah ke Baital Maqdis (Palestina) dan dari sana naik ke langit sampai ke langit kesatu, kedua, ketiga, keempat, kelima keenam, ketujuh dan terus naik lagi sampai ke Sidratil Muntaha dan sampai pada suatu tempat yang bernama Mustawa. Perjalanan itu dianggap sebagai suatu mu’jizat yang besar dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam yaitu suatu pekerjaan luar biasa dari Nabi-nabi, yang tidak sanggup manusia biasa mengerjakannya. Oleh karena hal itu luar biasa lantas dikagumi, lalu dihormati, dirayakan dan dibesarkan, sesuai dengan keadaannya masing-masing. Perayaan itu adalah bukti kecintaan seseorang Muslim kepada Nabinya, bukti kasih sayangnya dan bukti keimanannya yang tulus ikhlas.
Dari segi lain dapat dilihat, bahwa perayaan Mi’raj tiap tahun adalah suatu syi’ar dari kebesaran Islam, suatu kebanggaan dari ummat Islam yang mempunyai juga hari-hari besar sebagai ummat lain.
- Tetapi sayang sekali, bahwa pada waktu-waktu yang akhir terdengar pula di Indonesia fatwa-fatwa baru yang mengatakan bahwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hanya dilakukan dalam mimpi saja atau dengan ruh saja, dus bukan dengan ruh dan tubuh dalam sadar, sebagai yang dipercayai selama ini. Salah seorang Guru Besar dalam satu Universitas di Indonesia, selanjutnya akan kita sebut GUBE saja) berpidato di hadapan umum dan pidatonya itu dibukukan, mengatakan bahwa mi’raj dengan tubuh tidak masuk akal. Nabi Muhammad ketika itu hanya bermimpi. Ada pula orang mengemukakan pendapat-pendapat Ibnu Arabi, seorang gembong Syi’ah, yang mengatakan bahwa yang mi’raj hanyalah ruh Nabi saja, bukan tubuh beliau.
Fatwa ini hampir sesuai dengan pendapat orang-orang Kuresy yang dikepalai oleh Abu Jahil, yang mengatakan kepada Nabi bahwa isra’ dan mi’raj adalah nonsens saja, tak masuk akal.
- Kita sebagai ummat Islam yang bertanggung jawab atas kemurnian Agama yang kita anut sangat khawatir mendengar atau membaca fatwa-fatwa ini, apalagi kalau fatwa itu terbit dari seorang guru besar Universitas yang sudah banyak mempengaruhi mahasiswa-mahasiswa yang akan menjadi pemimpin rakyat di kelak kemudian hari. Apalagi fatwa-fatwa itu dapat mengakibatkan hal-hal yang serius dalam lingkungan Agama kita, umpamanya :
- Isra’ dan Mi’raj tidak akan dirayakan lagi, karena tidak ada orang di dunia ini yang merayakan mimpi.
- Syi’ar Islam bertalian dengan ini akan lenyap dan mungkin hari besar Nasional Mi’raj Nabi ditiadakan akhirnya karena Mi’raj itu dianggap tidak terjadi.
- Rakyat banyak akan kurang penghargaannya kepada ibadat sembahyang, karena sembahyang itu diperintahkan kepada Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sedang beliau dalam mimpi.
- Dan lain-lain akibat negatip.
- Oleh karena itu saya usahakan mengarangkan risalah ini dengan nama Masalah Isra’ dan Mi’raj.
Isi risalah ini saya bagi dua, yaitu:
- Mi’raj dengan ruh dan tubuh.
- Peninjauan atas pendapat sdr. GUBE.
Bacalah baik-baik.
Sumber : 40 Masalah Agama Karya KH. Siradjuddin Abbas