Hadits 215
Humaid bin Mas’adah al-Bashri menceritakan kepada kami, dari Humadi bin al-Aswad, dari Usamah bin Zaid, dari az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah ra., ia berkata:
“Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam tidak pernah berbicara dengan cepat seperti yang kalian lakukan. Akan tetapi, beliau berbicara dengan kata-kata yang jelas dan tegas. Orang yang duduk bersamanya akan dapat menghafal (kata-katanya dengan baik).” (HR. at-Tirmidzi, Bukhari dan Muslim)
Hadits 216
Muhammad bin Yahya menyebutkan kepada kami, dari Abu Qutaibah (Salm bin Qutaibah), dari Abdullah bin al-Mutsanna, dari Tsumamah, dari Anas bin Malik ra., ia berkata:
“Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sering mengulang-ulang kalimat yang disabdakannya sebanyak tiga kali agar dapat dipahami.” (HR. at-Tirmidzi dan al-Hakim)
Hadits 217
Sofyan bin Waki’ mengungkapkan kepada kami, dari Jumai’ bin Umar bin Abdurrahman al-Ijli, dari seorang laki-laki dari Bani Tamim (masih termasuk keturunan Abu Halah, suami pertama Khadijah, yang bernama Abu Abdullah), dari seorang anak Abu Halah, dari al-Hasan bin Ali, ia berkata:
“Aku pernah bertanya kepada pamanku (dari ibu), Hindun bin Abu Halah, dimana ia adalah orang yang sangat tahu tentang pribadi Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, “Ceritakan kepadaku cara bicara Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam!”
Hindun bertutur: “Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam selalu bersedih, senantiasa berfikir, tidak ada istirahat baginya, suka lama berdiam diri, tidak mau berbicara tanpa ada kebutuhan, memulai dan mengakhiri perkataan dengan membaca basmallah, berbicara dengan kata-kata yang ringkas tapi penuh makna, perkataannya merupakan pemisah (antara kebenaran dengan kebatilan). Perkataannya tidak berlebihan sekaligus tidak kurang. Perkataannya tidaklah kering dan tidak pula mencela. Perkataannya selalu mengagungkan kenikmatan meski sedikit yang bisa ia didapatkan. Tidak pernah mencela sedikitpun dalam perkataannya. Beliau memuji makanan dan minuman, dan tidak pernah jatuh pada kemarahan dunia serta pada apa yang terdapat di dalam dunia. Apabila kebenaran itu terzalimi, maka tidak ada apapun yang bisa melawan kemarahannya sampai kebenaran itu tegak. Beliau tidak marah untuk dirinya sendiri, begitu pula tidak mencari kemenangan untuk dirinya sendiri. Apabila beliau memberi isyarat, maka akan menggunakan semua jari tangannya. Apabila beliau terkagum (dengan sesuatu), maka akan membalikkan telapak tangannya. Apabila beliau berbicara, maka pergerakan tangannya serasi dengan perkataannya, dan memukulkan telapak tangan kanan ke jempol tangan kiri bagian dalam. Apabila beliau marah, maka akan berpaling dan menjauhkan diri dari penyebab kemarahan itu ,dan jika beliau senang, maka akan memejamkan matanya. Kebanyakan ketawa beliau hanya berupa senyuman. Beliau tertawa manis bagaikan salju putih yang merupakan benih awan.” (HR. at-Tirmidzi dan al-Baihaqi)
Sumber: Kepribadian Rasulullah Karya Imam at-Tirmidzi