Meraih Keberkahan Baginda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Bagian 4
Oleh: al-Imam al-‘Arifbillah al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf
Manusia diciptakan semata-mata untuk mengikuti Baginda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Agar ia meniti jejak Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan menaiki kedudukan yang dahulunya dinaiki oleh para pengikutnya yang mulia sampai ia melihat kedudukan itu. Apa kedudukan itu? Kedudukan itulah yang Allah swt sebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di kebun-kebun dan sungai-sungai, pada kedudukan sejati di sisi Maha Raja Yang Maha Perkasa.” (Qs. al-Qamar ayat: 54).
Para ulama mengatakan: ‘Tidaklah seseorang dapat menginjakkan kakinya dalam meniti jalan Baginda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, kecuali setelah ia dapat merasakan manisnya al-Qur’an, nikmatnya shalat dan nikmatnya menjadi umatnya manusia teragung, yaitu Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.’
Barangsiapa yang telah merasakan manisnya al-Qur’an atau lezatnya shalat atau nikmatnya hadir di majelis yang baik atau nikmatnya saat mendengarkan hadis Baginda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dibacakan, maka orang inilah yang akan meletakkan kakinya dalam meniti jejak Nabawi.
Disaat itu ia akan merasakan sesuatu seperti yang diungkapkan salah seorang ulama sufi: ‘Apabila penduduk surga dapat merasakan apa yang kami rasakan, niscaya mereka hidup dalam keadaan yang indah.’
Apakah kehidupan yang indah itu? Masing-masing kita menganggap kehidupan yang indah terletak pada makanan yang lezat, wanita yang cantik, perkakas yang lux, rumah mewah atau penampilan perlente? Ketahuilah, bahwa inilah yang diyakininya sebagai kehidupan yang indah.
Padahal kehidupan indah bukanlah yang ini! Kehidupan yang indah itu telah dijelaskan oleh Tuhan kita:
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang baik dalam keadaan yang penuh nikmat.” (Qs. al-Infithar ayat: 13).
Para ulama mengatakan: ‘Kenikmatan di dunia itu adalah saat mereka merasakan nikmatnya membaca al-Qur’an. Karena mereka merasakan seakan-akan mendengar langsung firman ini dari pembicaranya yaitu Allah swt. Seandainya ia telah mendengar langsung dari pembicaran-Nya, maka mungkinkah ia tidak akan khusyu’? Atau ia tidak merasa nikmat? Atau ia tidak menyendiri dengan-Nya di malam hari.’
Mereka yang meninggalkan tidur malam itu, apakah kiranya ada yang lebih nikmat dari tidur malam? Sewaktu tidur manusia merasakan kenikmatan, karena dirinya istirahat dan tenang. Namun justru mereka ini malah mendapatkan kenikmatan tatkala meninggalkan tidur di malam hari.
Karena saat itu mereka sedang bermesraan dengan kekasih-Nya, asyik bermunajat dan berbicara dengan-Nya, hingga mereka mendapatkan kenikmatan yang tidak tertandingi sama sekali, meskipun oleh nikmatnya tidur, hidup di dunia atau bahkan seluruh kenikmatan yang bisa dirasakan oleh panca indra ini.
al-Imam al-Habib Abdullah bin Abubakar al-Aydrus ra menceritakan: ‘Ada salah seorang ulama sufi melatih dirinya untuk tidak tidur di malam hari sampai beberapa lama.
Hingga pada suatu malam kira-kira di penghujung malam saat ia tengah duduk, tiba-tiba dihinggapi rasa kantuk, padahal ia sendiri sudah terbiasa tidak tidur malam, karena semalaman sibuk bermunajat kepada Tuhannya.
Dan akhirnya ia pun tertidur, dalam tidurnya ia bermimpi berjumpa dengan Allah swt. Semenjak itu ia berusaha untuk tidur sebentar lantaran didalam tidur itu ia mendapat kemuliaan untuk dapat berjumpa dengan Tuhannya.
Saat ditanya, si ulama sufi tersebut menjawab: ‘Aku melihat kekasih hatiku dalam tidurku. Sehingga aku lebih mencintai istirahat dan tidur.’
al-Imam al-Habib Abubakar bin Abdullah al-Aydrus al-‘Adani ra mengatakan: ‘Telah ditegakkan bagi kalangan yang suka bermunajat dikegelapan malam tanda-tanda kasih sayang Allah.’
al-Imam asy-Syeikh Ali bin Abibakar as-Sakran ra berkata: ‘Sesungguhnya bangun malam itu lebih baik daripada tidur, meskipun hanya untuk mencari kayu bakar atau hanya untuk memotong kayu saja, apalagi dengan orang-orang yang bermesraan dengan Tuhannya di malam hari, beribadah dan menyendiri dengan-Nya.
Karena di waktu itu pikiran lagi tenang dan tidak ada kesibukan, jadi kita bisa lebih berkonsentrasi dengan kekasih-Nya, menikmati menyendiri dan ibadah dengan Tuhannya.’
Selain itu, kebanyakan waktu turunnya rahmat hanya tiba saat orang menyendiri dengan Tuhannya di malam hari, meskipun seluruh waktu bagi para wali yang telah bersih hati mereka merupakan waktu turunnya rahmat dan kelembutan dari Tuhan.
SUMBER : BERADA DI TAMAN SURGA BERSAMA CUCU NABI