Pendahuluan
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji hanya milik Allah SWT Tuhan penguasa alam. Semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan besar Nabi kita, Muhamad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, beserta keluarga besarnya dan para sahabatnya. Aamiin…!
فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا ……
“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.” (QS Al-Kahfi [18]: 10).
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami. Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia.” (QS Ali Imran [3]: 8).
[1] Mengenal Pentingnya Ilmu Fikih
Dalam agama Islam, ilmu fikih merupakan sebuah ilmu yang senan-tiasa setia menemani perjalanan seorang Muslim. Ilmu fikih menga-jarkan dan membimbing tata cara beragama serta bernegara. Dari ilmu fikih pula seorang Muslim belajar bersikap, balk dalam hubungan vertikal sebagai makhluk yang beragama maupun hubungan horizontal sebagai makhluk sosial. Bahkan dalam batas yang lebih jauh, ilmu fikih tidak hanya mengatur pola hidup seorang Muslim dari pagi sampai malam, dari lahir hingga mati, tetapi juga mengatur segala bentuk tindakan lanjutan yang berkaitan dengan peninggalan-pening-galan seorang Muslim setelah kematiannya; yaitu sebuah perilaku adil dalam pembagian harta waris.
Ilmu fikih mengajarkan pula bagaimana agar seorang Muslim bisa menjadi pribadi yang ideal. Dengan begitu, is tidak hanya berhasil menjadi manusia yang taat beragama, namun juga menjadi manu-sia yang peka terhadap lingkungan sosialnya. Dalam hubungan sosial kemanusiaan, ilmu fikih akan membantu menyeleksi tindakan dan pernyataan seseorang untuk dikategorikan menjadi baik dan tidak baik, perilaku positif atau perilaku negatif. Bagi umat Islam, ilmu fikih merupakan undang-undang pegangan kehidupan.
Sebagai undang-undang kehidupan, ilmu fikih telah terbukti ber-hasil menjelaskan pelbagai macam persoalan, sekaligus memberikan penyelesaiannya. Situasi ini bisa ditengarai melalui kategori-kategori hukum Islam dalam ilmu fikih itu sendiri yang berupa wajib, sunnah, haram dan makruh. Dalam praktik kehidupan seorang Muslim, hukum-hukum ini menjadi penting untuk direalisasikan.
Ilmu Fikih sebagai Pegangan Praktis Kehidupan
Jika kita menilik hadits-hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam secara detail dan teliti, akan kita dapati betapa sempurnanya ajaran agama Islam ini. Di antara ilmu-ilmu Islam lainnya, ilmu fikih memiliki kedudukan penting sepanjang sejarahnya. la berfungsi sebagai kontrol moral bagi kehidupan seorang Muslim. la juga sebagai rambu-rambu dan undang-undang kehidupan sosial. Hal ini setidaknya diperlihatkan bagaimana fikih memberi aturan-aturan etis kehidupan manusia hingga ke hal-hal yang dianggap paling sederhana sekalipun. Semisal hal yang berkaitan dengan wewangian (parfum) yang tidak mengandung alkohol.
Dikisahkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Barangsiapa yang diberikan kepadanya satu tetes aroma wewangian, janganlah is menolaknya. Karena, is merupakan bawaan yang ringan dan mampu menyebarkan aroma harum.”
Diriwayatkan dari Abu Sa’id r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda terkait minyak wangi misik, “la adalah bahan cairan yang dapat meng-harumkanmu (memberikan aroma sedap kepadamu).”
Oleh sebab itu, kita sebagai umat Islam hendaknya selalu beretika dengan menjaga dill agar tetap suci dan wangi.
Selain itu, fungsi ilmu fikih sebagai kontrol moral juga terlihat dalam perkara berhias. Artinya, bila berhias itu ditujukan untuk gamer perhiasan dan kesombongan, maka perkara-perkara tersebut justru akan tertolak lantaran menjadi tidak baik. Hal ini seperti hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Tidak akan bisa masuk surga bagi siapa saja yang di hatinya terdapat kesombongan, meskipun sebesar atom.”
Sumber : Menyikap Rahasia Ibadah Dalam Islam – AsSyaikh Prof. DR. Abdul Halim Mahmud