Tidak berhenti pada persoalan seputar moral, ilmu fikih memperhatikan pula tema-tema yang berkaitan dengan kesehatan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir, “Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam melarang umatnya untuk buang air kecil di air yang tenang (diam).” (HR Ahmad, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Dikisahkan juga dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam ber-sabda, “Ikatlah kantong airmu (yang terbuat dari bahan dasar kulit), tutup semua perkakas yang berisi makananmu serta sebutlah nama Allah SWT. Dan bila kamu tidak memiliki penutupnya, maka tutuplah dengan apa saja, kayu misalnya.”
Pun demikian hadits yang berbunyi, “Tutuplah semua perkakas makananmu dan ikatlah kantong airmu (dari kulit). Ketahuilah bahwa satu malam dalam setahun akan ada wabah (epidemi) yang akan turun mengisi perkakas makananmu yang tidak kamu tutup atau kantong airmu (dari kulit) yang tidak kamu ikat. Ingatlah bahwa wabah akan mencemarinya.” (HR Imam Muslim).
Berdasarkan dari hadits-hadits tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa agama Islam mulai dari perkara yang paling sederhana sampai yang paling rinci telah mengajarkan kepada kita pola hidup yang sehat dan bersih. Tentu saja ajaran ini tidak semata-mata ingin menjaga makanan dan air agar tetap terbebas dari wabah bakteri namun sekaligus ditujukan buat menjaga kesehatan manusia itu sendiri.
Karena itu, setiap aspek ajaran Islam (melalui ilmu fikih) selalu berupaya meramu antara ajaran moral dan nilai kesehatan menja-di satu kesatuan yang utuh. Ini menyiratkan bahwa, dalam pandan-gan Islam, aspek moral berkaitan erat dengan aspek kesehatan, baik fisik maupun psikis. Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak kembali peristiwa yang menampilkan percakapan antara Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam de-ngan para sahabatnya terkait aspek moral dan kesehatan ini.
Diceritakan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersab-da, “Wahai para sahabatku! Berhati-hatilah dan waspadalah terhadap dua golongan yang dilaknat Allah.” Para sahabat kemudian, bertanya,
“Wahai Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, siapakah dua golongan yang dilaknat itu?” Lalu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. menjawab, “Dua golongan tersebut adalah mereka yang buang hajat sembarangan di jalan-jalan yang biasa dilewati oleh manusia, atau di bawah pohon yang biasanya dipakai buat berteduh.” (HR Imam Ahmad, Imam Muslim dan Abu Daud).
Hadits tersebut memiliki nilai penting bagi kehidupan manusia. Semisal dari aspek moral, buang hajat sembarangan akan memberikan dampak negatif yang dapat merugikan orang lain. Dilihat dari segi kesehatan, perilaku demikian dapat mencemari lingkungan yang akan berdampak terhadap ketidak-nyamanan kehidupan sosial manusia.
Melalui ilmu fikih, kita akan mengenal mana perilaku yang baik dan mana perilaku yang tidak baik. Dengan begitu, hak dan kewajiban kehidupan manusia akan terjamin secara berimbang. Bila kandungan ilmu fikih diterapkan dalam kehiduan sehari-hari, maka betapa dahsyatnya ajaran Islam: is akan mampu mengubah gaya hidup seseorang –baik dalam perilaku internal-individual maupun dalam perilaku eksternalsosial.
Sumber : Menyikap Rahasia Ibadah Dalam Islam – AsSyaikh Prof. DR. Abdul Halim Mahmud