Soal : Apa hukum tawassul, dan apa pendapat ulama tentang tawassul?
Jawab : Keyakinan golongan Ahlussunah adalah, bahwa di antara sebab dan akibat merupakan hal yang wajar. Artinya, Allah menjadikan pengaruh-pengaruh pada segala sesuatu melalui sebab-sebab. Dia menciptakan rasa panas (pembakaran) ketika api menjilat benda yang terbakar, Allah menciptakan pemutusan ketika pedang menebas benda yang terputus, Allah menciptakan kesembuhan ketika si sakit menelan obat, dan demikianlah seterusnya. Orang yang mempercayai pendapat (madzhab) seperti ini adalah orang mukmin yang sejati.
Tawassul dengan para kekasih Allah, baik para nabi atau para wali merupakan bagian daripada hal di atas. Kita golongan Ahlussunnah wal Jamaah menjadikan mereka sebagai perantara dan sebab yang wajar antara kita dan Allah dalam nencapai maksud, karena kedekatan mereka kepala Allah, karena kedudukan mereka di sisi Allah dan karena kecintaan Allah kepada mereka, dan kecintaan mereka kepada-Nya, tanpa meyakini bahwa mereka mampu membuat sesuatu. Kita hanya tabarrukan dengan mereka, karena mereka adalah orang-orang yang dikasihi Allah. Dia selalu mengabulkan doa mereka dan menerima pemberian pertolongan (syafaat) mereka. Di dalam hadits qudsi disebutkan:
ولا يزال عبدى يتقرب الي بالنوافل حتى احبه فإذا احببته كنت سمعه الذى سمع به وبصره الذى يبصر به ويده التى يبطش بها و رجله التى يمشى بها ولئن سألنى لأعطيته ولئن استعاذنى لأعيذنه
“Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya, penglihatannya, tangan dan kakinya. Apabila ia memohon kepada-Ku, maka Aku beri, dan apabila ia meminta perlindungan, maka Aku lindungi.” (HR. Imam al-Bukhari)
Apabila yang dimaksudkan tawassul seperti di atas, maka tidak ada perbedaan antara tawassul dengan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang telah meninggal dunia. Orang-orang yang membeda-bedakan antara tawassul dengan orang-orang yang hidup (boleh) dan tawassul dengan orang-orang yang telah meninggal (tidak boleh), sepertinya mereka berkeyakinan, bahwa orang-orang yang hidup memiliki kekuasaan atau pengaruh, sedang orang yang telah mati tidak memilikinya. Sedangkan kami golongan Ahlussunnah wal Jamaah berkeyakinan, bahwa setiap orang yang hidup atau yang mati tidak memiliki kemampuan atau pengaruh membuat manfaat maupun madharat. Kemampuan dan pengaruh membuat sesuatu itu hanya milik Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Sumber : Tanya Jawab Akidah Ahlussunnah wal Jamaah Karya Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini