Para ulama menerangkan: Adapun sabda Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam:
إذا جآءكم من ترضون دينه وخلقه فزوجوه الا تفعلوا تكن في الأرض فساد كبير
“Apabila datang (melamar salah seorang keluargamu) kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (terimalah). Jika tidak kamu lakukan, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar di muka bumi.”
Hadits tersebut tidak mengandung dalil yang menunjukkan peniadaan mempertimbangkan kafa’ah dalam nasab, sebab arti hadits tersebut adalah: “Apabila kamu semua tidak menyukai agama dan akhlak baik yang menyebabkan kebaikan dan hanya menyukai harta yang menyebabkan prilaku menyimpang dan jelek, maka akan terjadi suatu fitnah dan kerusakan.”
Demikianlah disebutkan oleh Sayyid Muhammad al-Murtadha al-Zabidi dalam syarah kitab al-lhya’: “Apabila dipertanyakan tentang Zainab binti Jahsyi al-Qurasyiyyah yang dinikahkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam dengan Zaid bin Haritsah, dan Fatimah binti Qais al-Fihriyyah dengan Usamah bin Zaid, maka para ulama menjelaskan, bahwa hal itu adalah karena khusushiyyah Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam Di antara khusushiyyah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam adalah hak menikahkan wanita dengan pria manapun yang dikehendakinya, sekalipun tanpa ada ridha darinya atau tanpa ridha wali-walinya berdasarkan firman Allah Swt.:
النبي اولى بالمؤمنين من انفسهم
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama dari orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.”
Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam bersabda:
انا ولى كل مؤمن
“Saya adalah wali setiap orang mukmin.”
Menurut kisahnya adalah, sesungguhnya Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam melamar Zainab untuk dikawinkan dengan Zaid bin Tsabit, dan saudara Zainab menolak, tetapi Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam mendesak Zainab padahal ia enggan. Kemudian turunlah ayat:
وما كان لمؤمن ولا مؤمنة إذا قضى الله ورسوله امرا ان يكون لهم الخيرة من امرهم
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS. 33, al-Ahzab: 36)
Ketika ayat ini turun, maka Zainab berkata: “Apakah engkau ridha ia untukku, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya, saya ridha.” Kemudian beliau menikahkan Zainab dengan Zaid. Para ulama berkata: Zainab tidak rela menikah dengan Zaid, karena ia menganggap tidak kafa’ah dari segi nasab. Tetapi persoalannya adalah, perintah Rasul wajib ditaati, maka ia menjalaninya. Demikian pula dengan Fatimah binti Qais. Pada mulanya Fatimah tidak rela dinikahkan dengan Usamah, sehingga Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam berkata kepadanya:
طاعة الله وطاعة رسوله خير لك
“Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya itu lebih baik untukmu.”
Fatimah kemudian rela menikah dengan Usamah bin Zaid.
Andaikata kafa’ah tidak perlu dipertimbangkan kecuali dalam masalah agama saja, maka tentu Zainab dan Fatimah tidak menolak Zaid dan Usamah yang kedua pria ini termasuk pemuka sahabat dan termasuk orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam.
Sumber : Tanya Jawab Akidah Ahlussunnah wal Jamaah Karya Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini