Soal : Apa arti hadits: “Hai Fatimah puteri Muhammad, hai Shafiyyah puteri Abdul Muthallib, selamatkan diri kalian dari neraka, sebab saya tidak dapat berbuat apa-apa untuk kamu?”
Jawab : Para ulama menjelaskan, bahwa antara hadits di atas dan hadits-hadits tentang keutamaan ahlu bait tidak ada pertentangan, sebab arti hadits di atas adalah, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam tidak dapat membuat sesuatu, baik bahaya maupun kemanfaatan untuk seseorang, tetapi Allah memberinya kekuasaan memberi manfaat kepada keluarganya, bahkan seluruh umatnya melalui syafaat umum dan khusus. Beliau tidak mempunyai kemampuan berbuat, kecuali apa yang dikuasakan oleh Allah kepadanya.
Demikian juga halnya sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam: “Aku tidak dapat menghindarkan sedikitpun siksa Allah dari kamu semua.” Artinya, hanya dengan diriku tanpa anugerah Allah yang diberikan-Nya kepadaku berupa hak memberi syafaat, maka aku tidaklah dapat berbuat menghindarkan kamu dari siksa Allah sedikitpun. Hanya semata-mata karena anugerah Allah yang diberikan kepadaku berupa hak memberi syafaat, aku menjadi dapat memohonkan ampunan untuk kamu (umatku).
Imam Ahmad bin Hajar pernah ditanya oleh seseorang: “Manakah yang lebih mulia, antara habib (keturunan Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam) yang bodoh dan orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya? Siapakah di antara keduanya yang lebih berhak dimuliakan, jika keduanya berada dalam satu tempat?” Imam Ahmad bin Hajar menjawab: “Masing-masing dari keduanya memiliki keutamaan yang agung. Adapun kemuliaan habib sekalipun bodoh, ia adalah dalam jasadnya terdapat darah dan daging mulia Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam yang tidak dapat ditandingi dengan apapun. Adapun kemuliaan orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya karena ia memberi manfaat kepada kaum muslimin dan memberi petunjuk kepada orang-orang sesat ke jalan Allah, mereka itu adalah penerus perjuangan para rasul Allah dan pewaris ilmu mereka. Adapun yang harus diutamakan jika keduanya berada dalam satu majlis adalah habib, berdasarkan hadits:
قدموا قريشا
“Dahulukanlah orang-orang Quraisy.”
Soal : Apa hukum orang yang mengingkari, bahwa Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam memiliki dzurriyah yang mempertemukan ras dengan beliau, dengan menggunakan dalil: Muhammad bukanlah bapak seseorang dari kamu semua?
Jawab : Pendapat seperti itu dan dalil yang dikemukakan jelas tidak benar, karena ayat tersebut diturunkan berkaitan dengan Zaid bin Haritsah ra. yang waktu itu Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam mengangkatnya sebagai anak angkat, Zaid seperti anak beliau dan mengatakan Zaid bin Muhammad. Kemudian Allah melarang mengangkat anak dan melarang memberi status hukum seperti anak kandung dengan ayat:
ادعوهم لآبآئهم هو اقسط عند الله
“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah.” (QS. 33, al-Ahzabs 5)
Setelah ayat ini turun, Zaid dipanggil dengan panggilan Zaid bin Haritsah. Ketika menjadi besar, maka dinikahkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam dengan puteri bibi beliau bernama Zainab binti Jahsy, kemudian terjadi perceraian. Setelah habis masa iddahnya, ia dipinang oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam untuk dinikahi sendiri. Allah mengawinkan beliau dengan Zainab seperti dalam firman-Nya:
فلما قضى زيد منها وطرا زوجناكها
“Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia.” (QS. 33, al-Ahzab: 37)
Orang-orang munafik berkata: “Muhammad menikahi istri anaknya yang tidak pernah berlaku di kalangan masyarakat” Kemudian Allah Swt menurunkan ayat sebagai jawaban cibiran orang-orang munafik:
ما كان محمد أبا أحد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبيين
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. 33, al-Ahzab: 40)
Para ulama sepakat, bahwa di antara khushusiyyah Nabi Shalallahu Alaihi WaAlihi Wa Shahbihi Wasalam adalah anak-anak puteri beliau bernasab kepada beliau semuanya secara sah, berdasarkan sabda beliau:
إن الله جعل ذرية كل نبي فى صلبه و جعل ذريتى فى صلب علي بن ابى طالب
“Sesungguhnya Allah menjadikan keturunan semua nabi pada sulbinya, dan Allah menjadikan keturunanku pada sulbi Ali bin Abi Thalib.” (HR. Imam at-Thabrani)
لكل بنى اب عصبة إلا ابني فاطمة فأنا و ليهما و عصبتهما
“Setiap anak laki-laki seorang ayah memiliki ashabah (penerima bagian ashabah), kecuali dua putera Fatimah, karena akulah wali keduanya dan ashabah mereka berdua.” (HR. al-Hakim)
Sumber : Tanya Jawab Akidah Ahlussunnah wal Jamaah Karya Al-Habib Zein bin Ibrahim bin Smith Al-Alawi Al-Husaini