KEHARUSAN MENGIKUTI JAMAAH UMAT ISLAM
DAN ULAMA SALAFUS SHALEH
Soal : Apa yang harus dilakukan oleh setiap orang Islam ketika terjadi perbedaan?
Jawab : Ketahuilah, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, benar-benar telah memerintahkan menetapi golongan mayoritas umat Islam, ketika terjadi ikhtilaf (perselisihan). Beliau memberitahukan, sesungguhnya umatnya terpelihara dari persepakatan sesat atau salah dalam urusan agama. Di dalam beberapa hadits beliau menjelaskan tentang hal ini, antara lain:
إن أمتي لا تجمع على ضلالة فإذا رأيتم الإختلاف فعليكم باالسواد الأعظم
“Sesungguhnya umatku tidak dapat bersepakatan membuat kesesatanApabila kamu semua melihat perselisihan, maka kamu harus menetapi golongan terbesar.”
عن ابن عمر رضي الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ان الله لا يجمع أمتى على الضلالة أبدا ويد الله مع الجماعة فاتبعوا السواد الاعظم. ومن شذ شذفي النار
Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi Saw. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak menghimpunkan umat untuk membuat kesesatan selama-lamanya. Kekuasaan itu disertakan pada jama’ah, maka ikutilah golongan paling besar (Banyak), barangsiapa yang memencilkan diri, maka terpencil dalam neraka.” (HR. at-Turmudzi dan al-Hakim)
قال صلى الله عليه وسلم سألت ربى أن لا يجمع أمتي على ضلالة فأعطا نيها
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda: “Saya telah memohon kepada Tuhanku Allah, agar tidak menghimpunkan umat bersepakat atas suatu kesesatan, dan Dia memenuhi permohonan itu kepadaku.” (HR. Imam Ahmad)
Para ulama berkata:
Dengan ucapan Alhamdulillah, golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah sejak zaman permulaan sampai kini senantiasa merupakan golongan terbesar. Dengan demikian, maka tidak salah, bahwa golongan Ahlus Sunnah merupakan golongan yang selamat yang tetap berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah (hadits) dan apa yang diikuti oleh para sahabat, tabi’in dan pemuka-pemuka para imam ahli ijtihad yang mereka ini merupakan generasi terdahulu dari umat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Golongan Ahlus Sunnah inilah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam:
إن بنى إسرائيل افترقت على اثنتيني وسبعين ملة وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين ملة كلها فى النار إلا ملة واحدة قالوا من هي يا رسول الله؟ قال من كان على مثل ما أنا عليه وأصحابى
“Sesungguhnya Bani Isra’il berpecah menjadi 72 aliran, dan umatku akan berpecah menjadi 73aliran, semuanya masuk dalam neraka kecuali satu aliran” Para sahabat bertanya: “Siapakah satu aliran itu, ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “Siapa yang menetapi apa yang aku dan sahabat-sahabatku menetapinya” (HR at-Turmudzi dan al-Baihaqi)
Soal : Apa yang harus dilakukan oleh orang yang belum mencapai tingkatan ijtihad?
Jawab : Setiap orang mukmin yang mengikuti syariat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam wajib mempercayai apa yang di terangkan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah yang tegas dan jelas. Dalam hal seperti ini, ia harus berpegangan ucapan ulama-ulama yang terkenal di kalangan orangorang khusus dan awam, sebagaimana imam-imam yang berjumlah empat orang, yaitu: Imam as-Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hambal dan imam selain mereka. Orang yang taqlid kepada salah seorang dari mereka dalam beramal dengan dalil kitab al-Quran dan as-Sunnah yang mereka pahami, menurut Allah orang itu selamat dalam taqlid tersebut, karena Allah telah memperkenankan para ahli ijtihad agar berijtihad, dan orang ahli taklid untuk bertaqlid. Dia berfirman:
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS- 16, an-Nahl: 43)
Maka jelaslah, bahwa orang yang bukan ahli ijtihad harus taklid kepada salah seorang dari imam ahli ijtihad. Itulah jalan orangorang mukmin, dan orang yang bukan ahli ijtihad itu seharusnya tidak mendakwakan ijtihad dan mengambil hukum-hukum dari al-Qur’an dan as-Sunnah secara langsung, tanpa membutuhkan taklid kepada para imam ahli ijtihad, karena sejak zaman sahabat dan tabi’in hukum-hukum dan kaidah-kaidah Islam telah ditetapkan, penggalian hukum-hukum dan kaidah-kaidah Islam tersebut dari al-Quran dan as-Sunnah telah sempurna dan atas dasar hukum dan kaidah tersebut kitab-kitab ushul dan furu telah disusun. Sehingga bagi generasi sesudah mereka cukup merujuk pada hukum-hukum tersebut dan taklid kepada para ulama yang bobot keilmuannya telah diketahui oleh kalangan orang-orang khusus dan awam.
Soal : Apa manfaat ikhtilaf antara para imam ahli ijtihad?
Jawab : Perlu dimengerti, bahwa ikhtilaf yang terjadi antara para imam ahli ijtihad itu merupakan suatu rahmat dari Allah SWT untuk umat ini. Sesungguhnya mereka itu tidak berbeda pendapat dalam masalah-masalah ushul (pokok). Perbedaan di antara mereka hanya terbatas pada masalah furu’ karena tidak adanya ketetapan nash yang qath’i tentang hukum masalah-masalah tersebut. Ikhtilaf dalam masalah-masalah seperti itu membuat kemudahan dan kelonggaran bagi semua orang serta membebaskan mereka dari kesulitan, kebingungan dan keputusasaan yang hal itu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. sebelumnya, berdasarkan firman-Nya:
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
وما جعل عليكم فى الدين من حرج
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. 22, al-Hajj: 78)
Disebutkan juga dalam suatu hadits Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam:
إختلاف أمتي رحمة
“Perbedaan umatku itu suatu rahmat.”
Hadits ini ditakhrij oleh Syaikh al-Muqaddasi dalam kitab al Hujjah dan dikutip oleh as-Suyuthi dalam kitab al-Khashais al-Kubra.
Imam al-Khatib dari Isma’il bin Abu al-Mujalid meriwayatkan: Sesungguhnya khalifah Harun al-Rasyid berkata kepada Imam Malik bin Anas: “Hai Abu Abdillah, kami akan menulis kitab ini (Al-Muwattha’) dan kami menyebarkannya ke seluruh negara Islam.” Imam Malik berkata: “Hai Amirul Mukminin, sesungguhnya ikhtilaf di antara ulama itu merupakan rahmat untuk umat ini, masing-masing (ulama) mengikuti hadits yang paling shahih menurutnya, masing-masing mengikuti petunjuk dan masing-masing menghendaki ridha Allah.
Hendaknya diketahui, bahwa ulama yang berselisih pendapat dalam masalah-masalah furu’, mereka itulah yang diisyaratkan dalam firman Allah SWT:
ولا يزالون مختلفين إلا من رحم ربك
“Mereka senantiasa berselisih pendapat Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (QS. Hud: 118-119)
Mereka itulah ulama yang dirahmati Allah dan tentu saja ikhtilaf mereka merupakan rahmat.
Adapun orang-orang yang berbeda pendapat dalam masalah-masalah ushul atau dasar agama, maka bukanlah orang-orang yang dirahmati dan bukan pula orang-orang yang diridhai kecuali mereka yang sesuai dengan kebenaran (haq), yaitu orangorang Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tetap berpegang teguh pada apa yang diamalkan oleh Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan para sahabat beliau.
Sumber : Terjemah Kitab al-Ajwibah al-Ghaliyah Fi ‘Aqidah al -Firqah an-Najiyah
Karya Habib Zain bin Ibrahim bin Smith