Begitu pula dalam firman Allah SWT kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam sebagai penerima risalah teragung dan terakhir :
واصبر نفسك مع الذين يدعون ربهم با لغداة والعشي يريدون وجهه
Dan bersabarlah engkau bersama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap rida-Nya (QS al-Kahfi [18]:28)
Allah SWT juga berfirman:
يا أيها المزمل * قم الليل إلا قليلا * نصفه او انقص منه قليل * اوزد عليه ورتل القرآن ترتيلا
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk ibadah) di malam hari. kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Quran itu dengan pedahan-lahan. (QS al Muzzammil [73]: 1-4)
Lalu Allah SWT berfirman:
ان لك فى النهار سبح طويل
Sesungguhnya, engkau pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (QSal-Muzzammi( [73]: 7)
Engkau sebagai penerima misi untuk menyampaikan ajaran dan mengumpulkan umat manusia di bawah misi tersebut maka bersiaplah untuk hal ini, menyendirilah untuk membaca al-Our’an, lakukan salat malam, dan zikir di antara Aku dan engkau.
وتبتل إليه تبتيلا
Dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (QS al-Muzzammil [73]: 8)
Sebab Ketiga, mengamalkan ilmu dan menerapkannya agar dapat membuahkan keyakinan dan kekuatan iman. Mengenai keyakinan yang kita sebut kekuatan dan kemantapan iman ini, ada beberapa tingkat. Yang pertama adalah ilmul-yaqin; yang kedua adalah ainul-yaqin. Kedua tingkat ini disinggung dalam QS at-Takatsur.
Ainul-yaqin adalah sebutan untuk tersingkapnya penghalang (hijab) dari hati, sehingga ia bisa menyaksikan obyek keimanan dengan mata hati, sebagaimana dia menyaksikannya dengan mata kepala.
Di atas semua itu adalah haqqul-yaqin. Ini adalah tingkat keimanan para nabi dan para pewaris mereka yang sempurna dari kalangan shiddiqin.
Termasuk kajian mendalam, apa yang dinyatakan oleh Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas (Bogor), “Sebetulnya di atas semua tingkat ini ada tingkat lain yang disebut haqiqatul-yaqin. Tapi, ini hanya milik satu orang saja, yaitu Nabi Muhammad bin Abdillah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam
Buktinya, Allah SWT telah memuliakan beliau dengan melihat-Nya secara langsung ketika beliau masih berada di dunia. Ini tidak pernah terjadi kepada siapapun sebelum atau setelah beliau. Sampai-sampai Malaikat Jibril pun berhenti di Sidratul Muntaha dan berkata, “Jika engkau maju maka engkau akan hancur. Namun, engkau dipanggil, maka majulah.” Jibril berkata, “Masing-masing dari kita memiliki maqam sendiri-sendiri yang sudah diketahui.”
Sumber: Ceramah Habib Umar bin Hafidz dalam Kongres Ulama ke-7 di Lirboyo