Bagi yang akan menghatamkan al-Qur’an, hendaknya menghatamkannya di permulaan malam atau di pagi hari hingga ia bisa mendapati waktu istighfarnya para malaikat Allah swt dan agar ia bisa mendapatkan bagian istighfarnya.
Dalam sebuah atsar disebutkan: “Barangsiapa yang menghatamkan al-Quran di waktu apapun di malam hari, nwka pan, malaikat akan beristighfar untuknya sampai pagi hari. Sedangkan yang menghatamkan di waktu siang hari, maka malaikat akan beristighfar untuknya hingga petang.”
Tentu saja isi do’a para malaikat untuk seorang hamba semuanya berisi kebaikan dan kebahagiaan. Arti do’a para malaikat adalah permintaan ampun dan mendoakan kebaikan untuk mereka. Di saat menghatamkannya, hendaknya ia memperbanyak doa, karena saat itu sangatlah mulia dan penuh berkah. Hal ini juga termasuk saat-saat dikabulkannya do’a dan turunnya rahmat.
Dalam kesempatan ini, al-lmam an-Nawawi ra berkata: “Hendaknya doa yang paling banyak dipanjatkan saat khatam al-Quran adalah yang berkaitan dengan kebaikan urusan umat Islam.”
Beliau ra juga menyebutkan beberapa do’a yang sebaiknya dipanjatkan saat khatam al-Qur’an. Hal ini dijelaskan dalam Kitab at-Tibyan karya beliau ra. Sebuah kitab yang sangat berharga, berisi tentang kumpulan tata krama pengemban al-Qur’an dan pembacanya. Kitab ini wajib dipelajari oleh para pengemban al-Qur’an.
Diantara hal yang perlu diamalkan dengan tekun terutama di waktu-waktu yang penuh berkah itu adalah membaca wirid yang penuh berkail yang biasa dibaca dan ditekuni di banyak negeri, biasa dilakukan di masjid-masjid antara Maghrib dan Isya’ serta setelah Shalat Subuh. Hal ini dikenal dengan sebutan bacaan hizib selama seminggu. Dimulai pada Malam Jum’at dan dikhatamkan pada Hari Kamis depannya.
Telah diriwayatkan dari Sayyidina L’sman bin ‘Affan ra, bahwasannya beliau ra memulai membaca al-Qur’an pada Malam Jum’at dan menghatamkannya di Malam Kamis. Wirid ini sesuai dengan riwayat di atas hanya dari segi permulaan dan penutupannya. Adapun dari segi pembagian bacaan menjadi tujuh, hal ini disesuaikan dengan pembagiannya atau yang hampir niendekarinya. Hal ini dinukil dari riwayat Sayyidina Usman bin ‘Allan ra dan para salafunasshalihin ra lainnya.
al-Faqih al-lmam al-‘Allamah Abu Abdullah bin ‘Abbad ra, yang mana beliaulah yang mensyarahkan” Kitab al-Hikam, sewaktu menyebutkan hizib mingguan dalam salah satu suratnya, ia mengatakan: “Hal ini termasuk bidah hasanah yang perlu ditekuni di zaman seperti ini. yang mana tambah hari, tambah melemah syi’ar-syi’ar dalam agama ini.”
Akan tetapi bagi yang menekuni wirid ini, hendaknya tidak melupakan dua adab penting yang sering dilupakan oleh kebanyakan orangyang menekuninya. Kedua adab itu adalah:
Pertama, hendaknya bacaan al-Qur’annya jangan hanya sebatas wirid ini saja. Karena biasanya dibaca secara kelompok, sehingga ia mendapatkan bagian bacaannya hanya sedikit.
Kedua, hendaknya ia menghindari hal-hal yang sering dilakukan oleh sebagian orang yang lalai. Yaitu sebagian orang mengantuk sewaktu membaca, hingga ia tidak sadar giliran bacaannya sampai ada yang membangunkannya.
Ada juga yang berbicara dengan teman sebelahnya sementara yang lain membaca sampai tiga gilirannya. Perbuatan ini kurang baik, bahkan tergolong perbuatan yang makruh dan tercela. Terutama apabila dilakukan dalam masjid. Karena berbicara di masjid selain dzikir dan al-Qur’an hukumnya sangat dimakhruhkan.
Disebutkan dalam sebuah riwayat:
“Berbicara dalam masjid ibarat memakan kebaikan, sebagaimana api menghanguskan kayu bakar.”
Kami sengaja mengingatkan dua adab ini karena kami melihat kebanyakan yang membaca wirid melupakan kedua adab ini, dan orang yang dibacakan al-Qur’an dihadapannya sedangkan ia mengantuk atau berbicara keadaannnya sangat membahayakan karena seolah-olah ia berpaling dan melalaikan al-Qur’an, bagi yang bertakwa kepada Allah swt dan mengagungkan kehormatannya hendaknya menghindari hal ini.
Sumber: Nasihat dan wasiat Imam Haddad Jilid 1