Salah seorang penguasa menanyakan masalah takdir kepada al-lmam Muhammad bin Wasi’ ra, beliau menjawab: “Tetanggamu penduduk kuburan lebih patut engkau pikirkan daripada sibuk masalah takdir.”
Sudah menjadi sikap golongan kebenaran kalangan salaf dan khalaf mengimani sepenuhnya masalah takdir yang baik dan buruk, mereka telah bersepakat akan hal ini sambil menahan diri menggunakan masalah takdir sebagai alasan untuk meninggalkan kewajiban atau mengerjakan larangan.
Mereka memandang hal ini sebagai dosa terbesar, jadi apabila engkau termasuk dalam golongan yang benar, maka ikutilah jalan mereka karena kalau tidak engkau telah mendengar firman Allah SWT tentang orang-orang yang mengikuti selain jalan orang beriman, kalau belum dengarkanlah sekarang.
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نول ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا (115
Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(Qs. an-Nisaa’ ayat: 115).
Ketahuilah, bahwasannya tidak diperkenankan bagi seorang mukmin meyakini dalam dirinya ia tidak akan mendapat bahaya upun dosa apabila meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan haram hanya karena alasan ia dikendalikan oleh takdir.
Seandainya apabila ia telah melakukan atau meninggalkan sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah SWT, kemudian ia berdalih menyalahkan takdir yang menguasai dirinya sedangkan ia mampu memilih dan membedakan, berarti ia telah melakukan suatu dusta dan dosa yang besar.
Aku takut bencana ini melanda sebagian orang yang memiliki ilmu dan kesalehan apalagi kalangan awamnya, hal ini bisa dibuktikan pada mereka yaitu tidak adanya rasa penyesalan kala mereka melakukan perbuatan yang dicela oleh syariat Sebaiknya seorang mukmin yang merasa demikian pada dirinya takut kepada Allah SWT, berusaha sebisa mungkin untuk mengusirnya dari dirinya.
Maka hendaknya ia sadar bahwa Allah SWT tidak akan memaafkannya hanya karena alasan takdir dan tidak akan menerimanya selama ia masih diberi pilihan. Apabila engkau mendengar seorang muslim memakai alasan yang tidak benar ini, maka tegurlah ia dan beritahukan padanya bahwa dosanya menggunakan alasan takdir untuk meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan.
Maka hal itu akan lebih besar daripada dosanya meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan itu sendiri. Hendaknya ia takut kepada Allah SWT dan tidak mengumpulkan dua bencana sekaligus dalam dirinya serta menggiring dirinya pada murka Allah SWT dari dua sisi.
Membahas masalah takdir dan menggunakannnya sebagai peringatan kala turunnya bencana dan musibah tidak dipandang salah oleh syariat. Hal ini sebagai bantahan terhadap diri sendiri yang berbuat salah dan bukan sebagai pembelaan diri dihadapan yang Allah SWT. Karena hamba yang terkena musibah, apabila mengetahui bahwa yang menurunkan musibah kepadanya adalah Tuhannya sendiri Yang Maha sayang kepadanya.
Dan dengan musibah yang telah Allah SWT tetapkan baginya ini, maka ia yakin bahwa di dalamnya terdapat keberuntungan dan kebaikan yang banyak baginya. Maka keyakinan ini akan membuatnya menerima dan pasrah kepada Allah SWT yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.
Dari penjelesan ini sudah jelas bagimu bahwa menggunakan alasan takdir saat meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan merupakan perkara yang berbahaya dan tercela. Maka hindarilah hal mi dan alasan ini akan bermanfaat saat menghadapi bencana dan musibah tetapi manfaatnya hanya terbatas bagi orang yang mengerti tentang Allah SWT
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:
ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرأها إن ذلك على الله يسيرا (22) لكيلا يأسوا على ما فاتكم ولا تفرحوا بما ءاتكم والله لا يحب كل مختال فخور (23
Artinya: “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Kami jelaskan yang demikian itu agar engkau jangan terlalu berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan agar engkau jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orangyang sombong lagi membanggakan diri.’ (Qs. al-Hadiid ayat: 22 – 23).
Apabila seorang hamba tatkala tertimpa musibah ia teringat akan derajat tinggi dan penghapusan dosa yang Allah SWT janjikan kepadanya sebagai imbalan atas musibah ini, hal ini baik sekali dan nasehat semacam ini lebih bermanfaat bagi kalangan awam juga lebih dekat dengan pemahaman mereka.
Karena penjelasan mengenai ketentuan ‘azali juga takdir membutuhkan kecerdasan dan pengertian yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang, berbeda dengan perkara janji akhirat semua bisa memahaminya begitu juga masalah ancamannya.
Oleh karena itu, mengingatkan masalah pahala dan siksa manfaatnya akan lebih merata dikala turunnya musibah dan melakukan ibadah dan kemaksiatan. Oleh karena itu, engkau lihat Kitabullah dan sunah Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dipenuhi uraian tentang janji dan ancaman juga nasehat tentang keduanya.
Perhatikanlah nasehat ini semoga engkau mendapat petunjuk, pasrahlah kepada Allah SWT sesungguhnya Allah SWT mencintai orang-orang yang pasrah, tiada daya maupun kekuatan kecuali milik Allah SWT yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Sumber : Nasihat dan Wasiat Imam Haddad Jilid 1