Aku kemudian datang kepada beliau dan kuucapkan salam kepadanya. Kemudian beliau bertanya kepadaku tentang sebab kondisiku tadi. Lalu aku menceritakan kepadanya tentang orang yang ingin membunuhku di perjalanan. Beliau berkata, “Wahai anakku, setelah wafatnya Nabi akan muncul tiga puluh Dajjal lebih, dan orang itu mungkin salah satunya.” Kemudian aku berkata kepada beliau/Sesungguhnya kedudukanmu di kota Fas sangatlah besardi sisi ulama dan para raja. Dan ucapanmu didengar oleh para raja.” Di masa itu, kerajaan Fas dan sekitarnya hingga sampai ke Talalat, berada di bawah pemerintahan Sultan Ahmad. Tepatnya di tahun sembilan puluh di abad kesepuluh. Sultan Ahmad memiliki niat yang baik kepada asy-Syaikh Abdurrahman karena ia adalah seorang yang taat beragama dan berhati-hati.
Asy-Syaikh Abdurrahman telah menunaikan ibadah haji dan pada saat itu bertemu dengan asy-SyaikhMuhammadal-Bakriy.Beliaubertanyakepadaku tentang nasabku. Maka aku menjelaskan bahwa nasabku kembali kepada Abu al-Wakil dari Anqad dan al-Faidhah. Beliau berkata,’Apakah hubunganmu dengan Umar bin Ibrahim?” Aku menjawab, “Beliau adalah datukku.”Dari pihak siapa?” tanyanya lagi. Aku jawab, “Aku adalah Yusuf bin Abid bin Muhammad bin Umar.” Beliau kemudian merasa takjub dengan keadaanku dan bertanya, “Bagaimanakah dulu para penuntut ilmu hijrah mendatangi kalian untuk mendatangi agama dan mendapatkan nafkah, lalu sekarang engkau mencarinya dari selain keluargamu? Aku termasuk orang yang belajar dari orang yang belajar kepada datukmu Umar bin Ibrahim.” Lalu aku menjelaskan kepadanya fitnah yang terjadi di antara anak-anak Thalhah bin Ya’qub yang menjadi sebab rusaknya daerah itu. Sehingga di Maroko muncul sekelompok orang yang hanya berpenampilan seperti orang-orang baik dan mengaku dirinya seorang wali. Lalu aku berjalan mencari hembusan yang datang dari para pendahulu. Namun aku tidak mendapatinya, kecuali setiap orang merasa dirinya tidak mampu mendapatkan apa yang dulu didapatkan oleh orang-orang pada masa lalu. Beliau berkata kepadaku, “Hal seperti itu telah lenyap saat ini.” Kemudian beliau memerintahkanku untuk tinggal di tempatnya. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku menginginkan pergi ke arah timur. “Kau ingin menunaikan haji?” Aku menjawabnya, “Tidak, aku tak memiliki kendaraan untuk menunaikan haji.” Lalu beliau bertanya lagi, “Lalu kemanakah kau ingin pergi?” Aku berkata, “Aku memohon pendapatmu, aku hendak mengunjungi asy-Syaikh Muhammad bin Abu al-Hasan al-Bakriy.” Aku tak tahu jika asy-Syaikh Muhammad al-Bakriy telah menunaikan haji. Beliau berkata, “Ya, jika itu maumu, maka aku tidak akan menolaknya, akan tetapi janganlah meminta-minta kepada manusia (di jalan), maka kau akan berada dalam sesuatu yang dilarang. Sebab Allah menyebutkan bahwa meminta-minta adalah perbuatan keji. Seorang muslim tidak boleh meminta-minta kecuali dalam kondisi sangat darurat. Sedangkan apa yang datang kepadamu tanpa kau minta, terimalah. Begitu pula janganlah kau mendatangi pintu para raja.” Lalu beliau memberikan kabar kepadaku dengan kabar yang menyenangkan. Lalu aku membaca ayat al-Quran di awal surat al-Baqarah. Aku telah mempelajari bagaimana cara orang-orang yang menghafal al-Quran dan mengeluarkan huruf-hurufnya. Lalu aku bertanya kepada asy-Syaikh tentang bagaimana bacaan jin. Maka beliau menjewer telingaku dan berkata, “Apa yang menyebabkanmu bertanya hal itu wahai anak Abu al-Wakil?” Beliau mengucapkan hal itu dalam keadaan memegang telingaku lalu mengusapnya dengan dua tangannya yang mulia sambil tersenyum. Lalu beliau mendoakan keberkahan bagiku dan berkata, “Jika kau bertemu dengan asy-Syaikh Muhammad al-Bakriy, sampaikan salamku kepadanya.” Lalu beliau memberikan uang beberapa dirham kepadaku dan memerintahkan seseorang untuk mengantarkan aku kepada seorang wanita tua shalehah. Ketika sampai di sana wanita itu berkata, “Wahai Tuan, jika engkau memiliki banyak cerita, jika kau memiliki suatu kabar, maka sampaikanlah kepadaku. Sebab para wanita tak dapat mencapai tempat-tempat yang dicapai oleh para pria.” Kemudian beliau meminta doa kepadaku dan aku meminta doa kepadanya. Beliau memberiku sembilan puluh dirham dan meminta kepadaku agar mendoakannya wafat dalam keadaan khusnul khatimah.
Sumber: Perjumpaan Yusuf bin ‘Abid dengan syaikh Abu Bakar bin Salim