Aku menceritakan mimpiku itu kepada asy-Syaikh Muhammad al-Bakriy di hadapan banyak orang. Lalu beliau merasa senang dengan mimpiku itu dan berkata, “Masalah itu aku nanti yang akan mengatasinya, insya Allah” Lalu beliau bertanya kepadaku tentang tokoh-tokoh di Maroko. Siapa menitip salam kepada beliau, maka dijawabnya salam itu. Seperti salam dari asy-Syaikh Abdurrahman dan asy-Syaikh Abdushshadiq, juga selain dari mereka berdua. Aku berhadapan dengan beliau, namun tetap saja kewibawaannya menyusup ke hatiku, karena beliau berpenampilan seperti seorang raja.
Begitulah asy-Syaikh Muhammad al-Bakriy. Kewibawaannya saat menjawab salam dari mereka yang menitipkan amanat kepadaku, la berkata kepadaku,
“Apakah engkau tak datang ke tempat ini kecuali hanya ingin mengunjungiku?”
“Benar”
“Allah-lah saksi atas ucapanmu?”
“Allah saksi atas ucapanku, bahwa aku tak datang dari negeriku dan keluargaku, kecuali karena aku mendengar tentang majelis para ulama dan yang memiliki mata rantai kepada thariqah para sufi. Mereka mengatakan kepadaku bahwa jika seorang quthb (pemimpin wali) boleh menampakkan dirinya di hadapan manusia maka ia adalah asy-Syaikh Muhammad bin al-Hasan al-Bakriy. Ketika namamu disebut-sebut oleh orang-orang saleh dan jalan hidupmu yang dikenai lurus, maka hal itu yang menjadikan semangatku bergerak menuju ke hadiratmu.”
Beliau merasa takjub dengan ucapanku, hingga kemudian memuji orang-orang Maroko. Beliau menceritakan bahwa di antara mereka ada yang berjalan meninggalkan daerahnya menuju ke arah timur karena ingin berziarah. Sebagian dari mereka memiliki nasab kepada Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Kemudian seseorang yang duduk di tempat itu bertanya, “Apakah perbedaan antara para syarif dari belahan bumi timur dengan nasab selainnya?” Asy-Syaikh menjawab, “Disunnahkan mengikuti jalan para datuk mereka yang mulia.” Lalu beliau berkata, “Para syarif yang berasal dari Maroko, khususnya keturunan Idris al-Akbar, dan para keturunan mereka yang mengikuti jalan kakeknya yang tak dapat dipikul oleh raja di zaman itu, nasab mereka hingga sekarang sangat otentik.” Begitulah ucapan asy-Syaikh al-Bakriy.
Lalu kami pergi bersama beliau menuju makam asy-Syaikh Ahmad al-Badawiy dan tinggal di desa tempat makam itu berada. Desa itu termasuk daerah bagian Mesir dan berjarak sekitar lima marhalah (± 205 Km). Kemudian beliau pulang bersama kafilah menuju ke Mesir. Di beberapa waktu, jika beliau melihatku dalam keadaan di atas tandu, maka beliau memanggilku dan mencari kabar tentang kepergianku menujunya dan tentang para wali yang kutemui. “Perjalananmu sampai ke tempatku ini dengan berkendaraan atau berjalan kaki?” Maka aku memberitahukan kepadanya bahwa aku sedikit menunggangi kendaraan dalam perjalananku dan sisanya berjalan kaki hingga sampai ke hadiratnya yang mulia. Saat beliau melihat tanda-tanda lelah dalam diriku sebab perjalananku, ia meriwayatkan tentang sekelompok orang yang mengunjungi Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam Lalu Nabi Saw bersabda tentang mereka, “Barangsiapa yang ingin melihat pemuda surga, maka hendaklah ia melihat kepada para pengunjungku ini.” Beliau menyampaikan hadits itu mengisyaratkan kepadaku. Ini adalah kabar gembira bagiku dari beliau ra. Begitulah kondisiku bersama beliau dalam perjalanan pulang menuju Mesir. Selama perjalanan, beliau berulang kali mengatakan kepadaku, “Allah menyaksikanmu, apakah kau tak bergerak dari Maroko hanya karena orang-orang Maroko yang memiliki kedudukan di sisi-Nya memujiku seperti yang kau sebutkan?” Aku menjawab, “Benar wahai asy-Syaikh, tuntutlah aku di hadapan Allah jika aku berdusta kepadamu. Dan aku akan menuntutmu di sisi Allah jika kau mengetahui al-Ism al-a’zham” dan agar kau ajarkan hal itu kepadaku.” la berkata kepadaku, “Apa yang kau inginkan dari al-ism al-a’zham?” Aku menjawab, “Agar dengannya aku dapat mencari Pemilik nama itu.” Asy-Syaikh Muhammad berkata, “Apakah pengertian al-lsm al-‘A’zham itu?” Aku memahami maksud asy-Syaikh bahwa ia ingin menjelaskan bahwa beliau mengenal Pemilik nama itu tanpa mengenal nama-nya yang merupakan al-lsm al-A’zham. Maka aku menjawabnya, “Barangsiapa tak mengenal nama, maka ia tak akan mengenal yang memiliki nama.” Beliau menjawab ucapanku tadi hanya dengan senyuman. Aku mengucapkan hal itu hanya karena ingin bermanja dengannya.
Sumber: Perjumpaan Yusuf bin ‘Abid dengan syaikh Abu Bakar bin Salim