Wafat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam wafat pada usia 63 tahun. Ada yang mengatakan lain dari hal itu. Beliau wafat pada hari Senin, tanggal 12 bulan Rabi ‘al-Awwal setelah menderita sakit selama empat hari. Jenazah suci beliau dikebumikan pada malam Rabu. Pada detik-detik menjelang ajalnya, beliau memasukkan tangannya ke dalam air di bokor, lalu sambil mengusap wajah beliau berdoa, “Ya Allah, tolonglah aku menghadapi sakaratul maut.” Jenazah beliau dikafani dengan kain selimut berwarna kekuning-kuningan. Para sahabat terkejut, ‘Umar bin Khaththab tidak percaya bahwa beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam wafat. ‘Utsman bin Affan saking kagetnya menjadi gagu, ‘Ali bin Abi Thalib diam termangu. Di antara semua yang hadir tidak ada yang lebih tabah daripada ‘Abbas dan Abu Bakar ash-Shiddiq—radhiyallahuanhum ajmain.
Mengenai soal memandikan jenazah beliau, para sahabat berbeda pendapat, apakah dimandikan bersama pakaian beliau atau tidak. Dalam keadaan serba bingung mereka mengantuk dan tidur. Terdengar suara tak diketahui dari mana asalnya. Suara tersebut mengatakan, “Mandikan beliau bersama pakaiannya!” Mereka kaget dan terjaga, lalu mulai memandikan jenazah beliau sebagaimana yang diserukan suara tadi. Yang bertugas memandikan jenazah beliau ialah ‘Ali bin Abi Thalib, al-‘Abbas dan dua orang anak lelakinya yaitu al-Fadhl dan Qatsam, serta dua orang maulanya, Usamah dan Syaqran. Pemandian itu disaksikan oleh Aus bin Khauli dari kaum Anshar. ‘Ali bin Abi Thalib yang mengusap jenazah beliau tidak melihat ada sesuatu yang keluar dari tubuh beliau. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, hidup dan mati Anda tetap dalam keadaaan sangat baik.”
Jenazah suci beliau dikafani dengan kain putih tidak berjahit, tanpa gamis dan tanpa sorban. Hanya beberapa lipat kain yang juga tidak dijahit. Kemudian jenazah dishalati oleh kaum Muslim secara munfarid, tidak berjamaah dan tidak diimami siapa pun. Liang kuburnya dialasi dengan qathifah (permadani) berwarna merah. Setelah jenazah beliau dimasukkan ke dalam liang lahad, kemudian ditutup dan di atasnya ditumpuk batu bata sebanyak sembilan buah.
Menjelang penguburan jenazah beliau kaum Muslim berbeda pendapat, apakah lahdan atau syiqqan,9 pada waktu itu di Madinah ada dua orang yang biasa mengelola penguburan jenazah, yaitu Abu Thalhah biasa mengubur secara lahdan, dan Abu ‘Ubaidah yang biasa mengubur secara miring. Pada akhirnya kaum Muslim sepakat menyerahkan masalah cara penguburan jenazah beliau kepada salah satu dari dua orang tersebut yang datang lebih dulu, dialah yang akan mengerjakan penguburan. Ternyata yang datang lebih dulu adalah orang yang biasa mengubur jenazah secara lahdan, yaitu Abu Thalhah. Kemudian dialah yang mengatur cara penguburan jenazah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Penguburan dilakukan di dalam rumah ‘A’isyah radhiallahu anha Kelak, jenazah Abu Bakar dan ‘Umar—radhiyalldhuanhum-—dikuburkan juga di tempat itu.
9. Mungkin yang dimaksud penulis : apakah telentang ataukah miring-penerj