Tahun Keenam Hijriyyah
- Di tahun keenam hijriyyah inilah ibadah haji mulai disyariatkan, demikian menurut riwayat yang sahih di kalangan mayoritas penganut mazhab Syafi‘i. Sebagian yang lain mengatakan, pada tahun kelima hijriyyah. Penetapan kewajiban ibadah haji itu didasarkan pada firman Allah dalam.Alquran:
… وَللهِ عَلىَ النّاَس ِحِجّ اْلبَيْتِ… [آل عمران : 97]
Menunaikan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah… (QS3:97).
- Pada tahun ini terjadi musim gersang, dan kaum Muslim mendirikan shalat istisqa’ (shalat mohon turun hujan). Kemudian turunlah hujan tepat pada bulan Ramadhan.
- Pada tahun ini juga terjadi gerhana matahari, dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Melakukan shalat kusuf (shalatgerhana matahari.)
- Pada tahun ini pula, turun ayat yang menetapkan hukum zhihar.[1] Penyebabnya adalah ucapan seorang Muslim bernama Aus bin Shamit kepada istrinya, Khaulah binti Malik, “Engkau bagiku sama dengan punggung ibuku sendiri!” Berkaitan dengan itu turun ayat pertama hingga keempat Surah al-Mujadilah.
- Pada tahun ini terjadi Ghazwah Hudaibiyyah dan Ba ‘atur-Ridhwan.[2] Penyebabnya adalah: Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mimpi memasuki al-Bait (Ka’bah al-Mukarramah) bersama para sahabat dengan aman, dalam keadaan bercukur rambut kepala dan kuku terpotong pendek. Beberapa waktu kemudian Rasulullah saw. bersama kaum Muslim keluar meninggalkan Madinah berangkat ke Makkah dengan maksud melakukan umrah. Tetapi karena terhalang oleh sikap kaum Musyrik Quraisy, beliau tidak dapat masuk ke Makkah. Karena itu beliau ber-tahallul di perbatasan. Dalam ghazwah itu teijadilah Baiatur-Ridhwan. Sebab terjadinya pernyataan sumpah setia (baiat) itu adalah berita tentang terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan r.a. yang diutus oleh Rasulullah saw. untuk berunding dengan para pemimpin Quraisy di Makkah. Sehubungan dengan peristiwa itu turun firman Allah sebagai berikut:
لَقدْ رَضِيَ اللهُ عَن ِاْلمُؤْمِنِيْنَ إذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ… [الفتح : 18]
Sesungguhnya Allah ridha terhadap orang-orang beriman, ketika mereka berjanji setia (bersumpah setia) kepadamu (hai Nabi) di bawah pohon… (QS48: 18)
Pada peristiwa Ghazwah Hudaibiyyah itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengadakan perjanjian perdamaian dengan kaum Musyrik Quraisy, peijanjian yang pada lahirnya menunjukkan kekalahan kaum Muslim, tetapi pada hakikatnya adalah kemenangan bagi mereka. Dalam perjanjian tersebut disepakati tiga hal penting: (1) Jika ada orang dari pihak Quraisy yang datang kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam (di Madinah), beliau harus mengembalikan kepada mereka. Sebaliknyajika ada pengikut Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam yang datang kepada Quraisy, mereka tidak akan mengembalikannya kepada beliau; (2) Peperangan antara kedua pihak dihentikan (gencatan senjata) selama 10 tahun untuk menjamin keamanan bagi semua orang; (3) Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan kaum Muslim di tahun itu tidak jadi masuk Makkah (untuk berumrah). Kesempatan untuk itu ditangguhkan hingga tahun mendatang.
Keuntungan yang dapat dipetik dari gencatan senjata itu antara lain:
- Kaum Muslim yang lemah yang berada di Makkah terjamin keselamatannya.
- Banyak orang Quraisy yang tertarik masuk ke dalam agama Islam, akibat pergaulan mereka dengan kaum Muslim dan setelah mereka datang ke Madinah, mereka mendengar sendiri Kalamullah (firman-firman Allah dalam Alquran) dan menyaksikan sendiri mukjizat-mukjizat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
- Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mendapat kesempatan leluasa untuk mengajarkan berbagai soal agama kepada kaum Muslim, melakukan surat-menyurat dengan raja-raja dan para penguasa negeri yang belum memeluk Islam. Pada akhirnya kaum Muslim menyadari bahwa terhalangannya mereka masuk ke Makkah dan kembalinya lagi ke Madinah; semua itu pada lahirnya nampak sebagai kekalahan, tetapi pada hakikatnya merupakan kemenangan dan menambah kekuatan.
Banyak pula keistimewaan lain yang diperoleh kaum Muslim dari peristiwa di atas, antara lain: Turunnya firman Allah yang menegaskan keridhaan Allah kepada kaum beriman yang membaiat Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam di bawah pohon (Baiat ar-Ridhwan). Turunnya firman Allah yang lain yang lebih menegaskan dan merinci keridhaan Allah, yaitu:
والسبقون الأولون من المهاجرين واللأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رَّضِيَ اللهُ عنهم ورضوا عنه واعدَّ لهم جنَّتٍ تَجْرِيْ تحتها الأنهار خلدين فيهآ ابدًا ذلك الفوز العظيمُ
[التوبة : 100]
, Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (memeluk Islam) di antara kaum orang yang mengikuti (jejak) mereka dengan baik; Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah. Bagi mereka Allah menyediakan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal selama lamanya. Itulah keuntungan yang amat besar. (QS 9: 100)
Para ulama mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang turut serta dan menyaksikan peristiwa “Baiat ar-Ridhwan.”
Kisah sejarah mengenai berlangsungnya perjanjian tersebut berbuntut pada peristiwa Abu Jandal bin Suhail. Pada saat penandatanganan perjanjian Hudaibiyyah sedang berlangsung, dia berada di bawah lindungan kaum Muslim. Padahal ayah Abu jandal sendiri, Suhail, adalah yang mewakili kaum Musyrik Quraisy dalam perjanjian itu. Kepada Rasulullah saw dia berkata, “Hai Muhammad, inilah gugatan saya yang pertama kepadamu. Engkau harus mengembalikan dia (Abu Jandal) kepada saya.” Abu Jandal ketika di Makkah termasuk Muslim yang banyak mengalami siksaan dari kaum Musyrik. Namun Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam harus mengembalikannya ke Makkah sesuai dengan perjanjian yang baru saja ditandatangani. Beliau berkata kepada Abu Jandal, “Sabarlah dan bertawakallah kepada Allah. Kita tidak boleh mengkhianati peijanjian, Allah akan melepasmu dari kesedihan dan memberikan jalan keluar bagimu.”
- Di tahun keenam hijriyyah ini, seorang Muslim yang bernama Abu Bushair keluar meninggalkan Makkah lari ke Madinah. Orang-orang Quraisy mengirim seorang utusan kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam untuk mengembalikannya. Abu Bushair dikembalikan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Ia pulang ke Makkah bersama utusan yang menuntut pengembaliannya dari Madinah. Akan tetapi dalam perjalanan dia mencari akal untuk dapat membunuh utusan Quraisy yang menemaninya, dan pada akhirnya dia berhasil membunuhnya. Lalu dia pulang kembali ke Madinah dan melapor pada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. “Ya Rasulullah, Allah telah memenuhi apa yang menjadi tanggungan Anda. Anda telah mengembalikan saya kepada mereka, namun kemudian Allah menyelamatkan saya dari kejahatan mereka.” Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam memahami perkataan Abu Bushair. Karena itu beliau lalu bersabda, “Celaka, itu dapat mengobarkan peperangan!” Abu Bushair juga memahami kekhawatiran Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Karenanya ia tidak tinggal di Madinah, tapi pergi ke kawasan pantai, tempat kaum Musyrik Quraisy berlalu-lalang melalui jalan yang menuju ke negeri Syam. Mendengar berita keberadaan Abu Bushair di kawasan tersebut, sejumlah kaum lemah (mustadh‘afin) di Makkah segera menyusul dan menggabungkan diri. Di kawasan itu mereka tidak memberi kesempatan kepada orang-orang Quraisy untuk melewati jalan itu. Setiap orang Quraisy yang mereka tangkap, langsung dibunuh. Tiap kafilah Quraisy yang mereka jumpai, dirampok dan dijarah.
Pada akhirnya kaum Musyrik Quraisy menulis surat kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. minta agar bersedia menampung mereka (Abu Bushair dan kawan-kawan) di Madinah, dan orang-orang Quraisy tidak akan menuntut mereka kembali ke Makkah. Permintaan orang-orang Quraisy itu disetujui Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam., dan tidak lama kemudian Abu Bushair dan kawan-kawannya tiba di Madinah menghadap beliau. Peristiwa itu merupakan mukzizat dan karamah.
- Terjadi pula di tahun ini Ghazwah Dzi Qird, di suatu tempat dekat kota Madinah. Ghazwah itu disebut juga “Ghazwah al-Ghabah.” Penyebabnya adalah: di tempat itu Rasulullah saw. mempunyai beberapa ekor unta betina yang berusia siap berkembangbiak (liqah) dan digembalakan di sana. Empat puluh orang gerombolan penunggang kuda Bani Ghathafan di bawah pimpinan ‘Uyainah bin Hishn al-Fazari tiba-tiba menyergap unta-unta beliau yang sedang digembalakan oleh Dzarr bin Abi Dzarr al-Ghifari. Mereka menjarah dan membawa kabur unta-unta itu serta membunuh penggembalanya, bahkan istri Abu Dzarr (ibu si penggembala kambing) mereka tawan. Keluarlah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. bersama sejumlah pasukan Muslim dari Madinah untuk mengejar dan menghancurkan mereka. Berkat pertolongan Allah, gerombolan ‘Uyainah akhirnya dapat ditumpas habis.
- Juga terjadi di tahun ini beberapa sarriyah, diantaranya yang terjadi di bawah pimpinan ‘Ukasyah, Muhammad bin Maslamah dan putusan di bawah pimpinan Abu Ubaidah. Sariyyah lainnya adalah: sarriyah di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah ke pemukiman Bani Sulaiman, kemudian ke daerah Ish dan Wadil-Qura; sariyyah di bawah pimpinan ‘Abdurrahman bin ‘Auf, sarriyah di bawah pimpinan Ali bin Abi Thalib ke pemukiman Bani Sa’ad bin Bakr; sariyyah di bawah pimpinan Ibnu‘Atik ke pemukiman Ibn Rafi‘; sa riyyah dibawah pimpinan Amr bin Umayyah adh-Dhamiri dan Salmah bin Aslam dengan tugas rnemerangi gembong kaum Musyriki, Abu Sufyan bin Harb.
- Pada tahun ini, Saudara kandung Imam Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu. yaitu ‘Aqil bin Abi Thalib memeluk Islam. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. menyambut keislaman Aqil dengan ucapan, “Aku mencintaimu karena dua alasan: pertama, karena engkau kerabatku, dan kedua,karena aku mengetahui benar kecintaan pamanku, Abu Thalib, kepadamu.” Demikian menurut penuturan Ahmad bin Hanbal dan al-Bukhari di dalam Kitab Al-Adab al-Mufrad.
- Pada tahun ini ‘pula Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menyiapkan surat-surat yang hendak dikirim kepada raja-raja dan para penguasa di berbagai negeri. Dihyah al-Kalbi diutus ke Kaisar (Romawi), Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi kepada Kisra (Maharaja Persia), Amr bin Umayyah adh-Dhamin kepada Raja Najasyi (Ethiopia-Habasyah), Hathib bin Abi Balta‘ah kepada Muqauqis .(penguasa Mesir), Syuja’ bin Wahb kepada al-Harits bin Abl Syamr al-Ghassani. dan Salqh bin Amr al-‘Amhi kepada Haudzah bin Ali al-Hanafi.
- Terjadi pula di tahun ini insiden ‘Irniyyin. Sebabnya adalah: beberapa orang dari Akl dan Arinah datang menghadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallamdi Madinah. Mereka lalu memeluk Islam. Mereka tidak kerasan tinggal di Madinah, sehingga beliau menyarankan mereka untuk meninggalkan Madinah dan diberi seekor unta, tetapi mereka harus mau minum air kencingnya, tidak hanya susunya saja. Beliau menyarankan demikian karena beliau tampaknya sudah mengetahui niat mereka yang tidak ikhlas untuk memeluk Islam. Mereka mengiyakan saran beliau dan akan melakukannya sebelum berangkat. Benar, mereka lalu membuktikan kesanggupannya. Tiba-tiba mereka berteriak menyatakan keluar dari Islam (murtad), membawa lari unta itu dan membunuh seratinya.
Karena perbuatan itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam segera memberangkatkan pasukan Muslim untuk mengejar dan menangkap mereka.
[1] Ucapan seorang suami atau pernyataannya yang menyamakan kedudukan istrinya dengan kedudukan ibunya sendiri, atau menganggap istrinya sebagai ibunya sendiri.
[2] Pernyataan sumpah setia kaum Muslim yang menegaskan mereka bersedia mati syahid membela kebenaran Allah, melawan kaum Musyrik Quraisy.
Mohon doanya ustdz. Biar manfaat buat ane dan umat dlm mmbaca insyaallah menyampaikannya kpd kaum muslimin. Aamiin