Tahun Kedelapan Hijriyyah
- Pada tahun ini, datang perutusan Bani ‘Abdul Qais. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menyambut kedatangan mereka dengan ucapan, “Selamat datang orang-orang yang tidak nista (Khazaya) dan tidak menyesal (nidama). “Kepada pemimpin mereka, al-Asyaj, beliau berkata, “Engkau mempunyai dua sifat yang disukai Allah dan Rasul-Nya, yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa.”
Di antara perilakunya yang mengesankan adalah: pada waktu terjadi gerakan murtad di beberapa kabilah Arab, abasyah sama sekali tidak mau bersembah sujud kepada Allah di muka bumi selain di tiga masjid, yaitu Masjid Makkah, Masjid Madinah dan Masjid Abdul Qais.
- Amir bin al-Ash, Khalid bin Walid’, dan ‘Utsman bin Thalhah memeluk Islam pada tahun ini.
- Pada tahun ini pula, putri sulung Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Zainab, istri ‘Abu al-‘Ash bin ar,-RabI‘, wafat. Sesudah jenazahnya dimandikan dan dikafani, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menutup jasadnya dengan baju beliau agar putrinya mendapat berkah dari bekasnya.
- Juga terjadi pada tahun ini, kenaikan harga-harga kebutuhan hidup di Madinah. Kaum Muslim berkata kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.: “Wahai Rasulullah, tetapkanlah harga-harga bagi kita.” Beliau menjawab, “Allahlah yang menentukan harga-harga (al-Mus‘ir), yang menyempitkan rezeki dan melapangkannya. Dia-lah Pemberi rezeki.”
- Pada tahun ini pula terjadi Perang Mu’tah, dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. tidak turut serta di dalamnya. Penyebabnya adalah: Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengutus al-Harits bin ‘Umair al-Azdi dari Bani Lahab membawa surat beliau ke negeri Syam untuk disampaikan kepada Kaisar Romawi. Riwayat yang lain mengatakan, surat beliau untuk disampaikan kepada Raja Bushra (di daerah Hauran, termasuk di wilayah Syam yang seluruhnya berada di bawah imperium Romawi—-penerj.). Utusan beliau dihadang oleh Syarahbil bin ‘Amr al-Ghassani. Al-Harits lalu diikat, kemudian dipenggal lehernya. Tetapi, Syarahbil tidak mau mernbunuh utusan lainnya (yang menemani al-Harits). Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam sangat gusar ketika mendengar berita itu. Beliau lalu memberangkatkan pasukan Muslim yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Beliau berpesan, “Bila Zaid gugur, Ja‘far menjadi penggantinya, dan jika Ja’far gugur, maka Abdullah bin Rawahah penggantinya.” Sambil membawa panji perang Zaid bin Haritsah terjun ke medan laga hingga gugur. Panji pasukan Muslim kemudian diambil-alih oleh Ja‘far bin Abi Thalib radhiallahu anhu. Dia berperang mati-matian hingga tangan kanannya putus ditebas pedang musuh. Panji pasukan lalu dikibarkan dengan tangan kirinya, tetapi tangan kirinya putus juga. Panji segera didekapnya dengan dua pangkal lengannya yang tersisa. Dia tidak dapat lagi menangkis serangan musuh hingga akhirnya jatuh dan gugur. Berkaitan dengan peristiwa yang mengenaskan itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam konon pernah berkata, “Allah mengganti dua lengan Ja’far dengan dua sayap. Dengan dua sayap itu dia terbang ke surga.”
Selanjutnya panji pasukan diambil-alih oleh Abdullah bin Rawahah, dan dia berperang hingga gugur. Kemudian pasukan Muslim sepakat agar Khalid bin Walid mengambil alih panji. Khalid maju menyerang musuh sambil memegang panji. Pada akhirnya, di bawah pimpinan Khalid bin Walid, pasukan musuh dapat dikalahkan.
Sebelum berita tentang gugurnya Zaid, Ja‘far, dan Ibn Rawahah sampai kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam beliau sudah lebih dahulu mengatakan kepada para sahabat di Madinah: “Setelah pemegang panji, Zaid gugur, panji akan diambil- alih oleh Abdullah bin Rawahah, dan dia pun akan gugur.” Dengan mata berlinang, beliau melanjutkan, “Panji kemudian diambil-alih oleh Saifullah (yakni, Khalid bin Walid yang oleh beliau dijuluki “Pedang Allah”) dan, pada akhirnya, Allah memenangkannya dalam peperangan.” Ketika pasukan Muslim tiba kembali ke Madinah, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menyambut kedatangan mereka. Beliau berkata, antara lain, “Kalian bukan orang-orang yang melarikan diri, tapi orang- orang yang—insya Allah—akan mengulangi perang kembali.”
Sebagian riwayat menuturkan bahwa dalam Perang Mu’tah pasukan Muslim yang hanya berkekuatan kurang dari seper sepuluh kekuatan Romawi terdesak mundur dan nyaris terkalahkan. Akan tetapi, berkat taktik militer yang ditempuh Khalid bin Walid pasukan Muslim dapat menghindari kekalahan. Mereka berhenti sementara, lalu pulang ke Madinah untuk mempersiapkan kekuatan menghadapi peperangan berikutnya. Itulah sebabnya Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam berucap, “Kalian bukan orang-orang yang melarikan diri, melainkan orang-orang yang akan mengulang perang kembali.”
- Pada tahun ini pula terjadi Ghazwah al-Fath (penaklukan kota Makkah). Dalam peperangan ini Makkah jatuh ke tangan kaum Muslim. Ghazwah al-Fath disebut juga Fath al-Futuh dan al-Fath al-A‘zham. Dengan peperangan ini, sekalipun tidak sebesar Perang Mu’tah, Khandaq, dan Badr, Allah memenangkan agama-Nya, bala tentara-Nya, tanah dan Rumah Suci-Nya, al-Ka‘bah al-Musyarrafah. Peperangan ini dipicu oleh tindakan kaum Musyrik Quraisy yang membantu kabilah Bakr (sekutu mereka) dalam pertikaian bersenjata dengan kabilah Bani Khuza’ah, sekutu pihak Muslim. Dengan demikian, kaum Musyrik Quraisy berarti melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama dengan kaum Muslim di Hudaibiyyah. Bani Khuza ah menghadap Rasulullah saw. meminta bantuan untuk menghadapi Bani Bakr. Beliau mengirim utusan kepada Quraisy-untuk mengajukan tiga pilihan: membayar diyah (tebusan, ganti rugi) atas orang-orang yang mati terbunuh dari kalangan Bani Khuza’ah, atau lepas tangan dari Bani Bakr, dan pilihan ketiga berperang. Ternyata kaum Musyrik Quraisy lebih su- ka memilih perang. Pada tanggal 10 Ramadhan, ketika kaum Muslim sedang berpuasa, berangkatlah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersama pasukan berkekuatan besar menuju Makkah. Ketika telah sampai dekat ‘Asafan, beliau dan kaum Muslim berbuka puasa (menangguhkan pelaksanaan ibadah puasa). Setibanya di Murr azh-Zhahran, Abu Sufyan bin Harb (pemimpin besar kaum Musyrik Makkah) menemui Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Setelah berdialog dan berunding beberapa saat, pada akhirnya Abu Sufyan mau memeluk Islam dan meminta jaminan keselamatan bagi penduduk Makkah kepada beliau. Atas permintaan Abu Sufyan, beliau mengumumkan keputusan kepada penduduk, “Barangsiapa masuk ke dalam masjid (Masjid al-Haram), maka ia aman. Dan barang- siapa masuk ke rumah Abu Sufyan, maka dia aman.”
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersama pasukan memasuki kota Makkah, dan tidak terjadi bentrokan senjata. Beliau memerintahkan Khalid bin al-Walid bersama pasukannya masuk kota Makkah lewat dataran rendah Makkah. Di sana, dia berpapasan dengan sejumlah kaum Musyrik yang menghadangnya. Terjadilah pertarungan senjata dan berakhir dengan kekalahan pasukan Musyrik.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam kemudian berthawaf mengitari Ka‘bah, lalu masuk ke dalarihiya, dan membersihkannya dari patung-patung berhala, tisai pembersihan Ka’bah, beliau menyatakan pengampunan umum. Kepada penduduk Makkah yang dengan cemas berkerumun menanti keputusan apa yang hendak diambil Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam atas mereka, beliau bersabda, “Bubarlah, kalian semua bebas merdeka (thulaqa’)\” Kalimat sesingkat itu terkenal luas di kalangan penduduk Makkah dan tercatat dengan tinta emas dalam sejarah. Sejak itulah orang berbondong-bondong memasuki agama Allah, Islam.
- Pada tahun kedelapan hijriyyah ini teijadi pula Ghazwah Hunain.[1] Penyebab terjadinya adalah: Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menerima laporan dari para sahabatnya, bahwa orang-orang Hawazin (kabilah yang terkenal bertabiat keras dan berkeberanian tinggi) sedang bergerak maju untuk memerangi kaum Muslim. Untuk menghadapi mereka Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengerahkan hampir semua pasukan al-Fath (pasukan yang baru saja menaklukkan Makkah) serta orang-orang Makkah yang baru memeluk Islam dan mau bergabung. Dalam peperangan ini, pada mulanya, pasukan Muslim menderita kekalahan, tetapi kemudian Allah menolong mereka hingga berhasil meraih kemenangan. Allah berfirman dalam Alquran:
لقَدْ نَصَرَ كُمُ اللهُ فِيْ مَوَاطِنَ كَثِيْرَةٍ وَّيَوْمَ حُنَيْنٍ إذْ أعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ اْلأرْضَ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلّيْتُمْ مُدْبِرِيْنَ [ التوبة : 25]
Sunggun Allah telah menolong kalian (hai kaum beriman) di berbagai medan perang. Dan (ingatlah) akan Perang Hunain, ketika itu kalian congkak membanggakan banyaknya jumlah (pasukan kalian). Ternyata jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat sedikit pun kepada kalian. Dan bumi yang luas itu kalian rasakan menjadi sempit, kemudian kalian lari ke belakang, mundur dan bercerai-berai. (QS 9: 25)
Perang Hunain berakhir dengan kemenangan di pihak Muslim. Musuh lari tunggang langgang ke lembah Authas, dan di sana teijadi perang Authas dan kaum Muslim mendapat kemenangan. Kemudian musuh lari ke Tha‘if, berlindung dalam benteng. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersama pasukan bergerak mengejar mereka kemudian mengepung benteng itu, tetapi kemudian Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam bersama pasukan membiarkannya. Beliau kembali ke Ji’ranah dan tinggal di sana selama lima belas hari.
Usai membagi harta rampasan perang, beliau berihram, kemudian berangkat ke Makkah untuk melakukan umrah. Umrah itu merupakan umrah ketiga yang dilakukan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Usai menunaikan umrah, beliau pulang ke Madinah. Beberapa hari kemudian datang orang-orang Hawazin menghadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dengan maksud hendak memeluk Islam. Mereka minta agar beliau mengembalikan kepada mereka harta benda dan para wanita keluarga mereka yang menjadi tawanan perang. Beliau mempersilakan mereka memilih: pengembalian para wanita keluarga mereka, atau harta-benda mereka. Mereka memilih pengembalian para wanita keluarga mereka. Ternyata di antara wanita-wanita itu ada Syima’ binti al-Harits, saudara perempuan sepersusuan dengan beliau. Ketika beliau mengetahui bahwa wanita itu adalah saudara perempuan sepersusuannya, beliau mempersilakan Syima’ untuk duduk di atas rida’ yang sengaja beliau hamparkan sebagai alas. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam memberikan seorang budak lelaki dan seorang budak perempuan kepada Syima’.
Kepada utusan Hawazin yang datang menghadap, beliau berkata, “Beritahulah Malik bin ‘Auf (pemimpin Hawazin): jika dia datang kepadaku sebagai Muslim, akan kukembalikan kepadanya semua keluarganya, harta-bendanya, dan akan kuberi seratus ekor unta.” Mendengar tawaran tersebut, Malik bin Auf berangkat meninggalkan Tha’if menuju Madinah. Namun, dia bertemu dengan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam di Ji‘ranah, atau Makkah, dan menyatakan kesediaannya memeluk Islam. Beliau lalu memberikan kepadanya apa yang telah dijanjikan. Ternyata Malik bin Auf kemudian menjadi seorang Muslim yang baik. Dialah yang dalam sebuah bait syairnya menyatakan:
Tak pernah kulihat dan kudengar
ada yang seperti dia.
Di kalangan manusia tak ada orang
seperti Muhammad!
Salah satu peristiwa yang terjadi dalam suasana Perang Hunain adalah: sejumlah kaum Anshar berani menyalahkan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengenai pembagian ghanimah, karena sebelum mereka menerima bagian, barang-barang ghanimah telah habis. Kepada mereka beliau menjawab, “Apakah kalian tidak rela melihat orang-orang lain pergi membawa kambing dan unta, sedangkan kalian sendiri pulang ‘membawa’ Nabi? Sekiranya bukan karena hijrah, niscaya aku menjadi orang Anshar. Seumpama aku melihat banyak orang berjalan melalui lembah atau lereng, niscaya aku berjalan melalui lembah dan lereng gunung yang dilalui kaum Anshar. Kaum Anshar adalah syi’ar (lambang kehormatan), sedangkan orang-orang lain (selain mereka) adalah ditsar (selimut).”9
- Pada tahun ini pula, dari Makkah Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengutus Khalid bin Walid kepada kabilah Bani Judzaimah (anak suku Ban! Kinanah) untuk mengajak mereka memeluk agama Islam. Itu teijadi pada bulan Syawal, yakni tidak beberapa lama setelah kota Makkah jatuh ke tangan kaum Muslim (Ghazwah al-Fath). Orang-orang Bani Judzaimah tidak menyambutyakan itu dengan baik. Mereka bersikeras menolak mengikrarkan “Kami masuk Islam,” bahkan berulang-ulang mengucapkan, “Kami penganut Shabi’ah,[2] kami penganut Shabi’ah.” Menghadapi kenyataan itu, Khalid tidak dapat mengendalikan diri. Sebagian mereka dibunuh dan sebagian lainnya ditawan. Mendengar berita tersebut Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam berkata, “Ya Allah, aku berlepas diri dari (tidak bertanggungjawab atas) apa yang diperbuat oleh Khalid.” Dua kali beliau mengucapkannya. Kemudian beliau mengutus ‘Afi bin Abi Thalib membawa uang banyak untuk membayar diyah (tebusan, ganti rugi) kepada keluarga masing-masing korban pembunuhan dan untuk mengganti harta benda mereka yang hilang. Sisa yang masih tinggal diberikan oleh Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu kepada mereka sebagai tambahan, disertai ucapan, “Ini saya berikan kepada kalian sebagai pengganti atas apa yang tidak diketahui Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan yang kalian juga tidak mengetahui (bagaimana hal itu dapat terjadi).
Sepulangnya dari Bani Judzaimah, ‘Ali segera melapor kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dan beliau berkata, “Engkau telah bertindak tepat dan baik.”
- Pada tahun ini pula Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengutus Khalid bin al-Walid ke Nikhlah dengan tugas menghancurkan berhala yang bernama ‘Uzza. Nikhlah adalah nama sebuah tempat yang terletak antara Makkah dan Tha’if. Khalid menghancurkannya hingga luluh-lantak. Bersamaan dengan itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengutus ‘Amr bin al-‘Ash untuk menghancurkan berhala Bani Hudzail yang bernama Suwa‘. Dan ‘Amr menghancurkan berhala itu.
- Tidak lama setelah Makkah jatuh ke tangan kaum Muslim, Ka’ab bin Zuhair datang menghadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam di Madinah. Dia masuk Islam, bertobat atas kesalahan yang telah diperbuat. Dengan kasidahnya yang terkenal, dia minta syafaat kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Si Su’ad menjauh dan hatiku kini menjadi hancur
Mengikuti jejaknya tak menjadikanku terbelenggu.
Terjadi pula di tahun ini, Ghazwah Dzatus-Salasil (pasukan berantai). Konon disebut dengan nama itu karena kaum Musyrik, ketika menghadapi pasukan Muslim, mengikat kaki masing masing dengan rantai agar tidak dapat lari namun, ada pula yang menyatakan, nama itu berasal dari nama sebuah sumur (sumber air), tempat berakhirnya pertarungan senjata. Penyebabnya adalah: Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengutus sejumlah sahabat dan mengangkat ‘Amr bin al-‘Ash sebagai pemimpin mereka. Tugas mereka ialah mengajak orang-orang Arab badawi (orang-orang pedusunan yang hidup mengembara di padang pasir) agar mereka mau menerima dan memeluk Islam. Akan tetapi, di tengah perjalanan, rombongan dari Madinah itu dihadang musuh. Kemudian Amr bin al-‘Ash minta tambahan pasukan kepada Rasulullah. Beliau memenuhi permintaan itu dengan mengirim para sahabat terdekat,’ Abu Bakar ash-Shidiq, ‘Umar bin al-Khaththab, dan Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah. Pertarungan berlangsung dan berakhir dengan kemenangan di pihak kaum Muslim.
- Di tahun ini, ‘Itab bin As-yad melakukan ibadah haji. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam telah menguasakan kota Makkah kepadanya sejak usai Penaklukan. Jadi, ‘Itab bin As-yad adalah guber« nur pertama kota Makkah di masa Islam. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam berpesan kepadanya untuk memperlakukan penduduk Makkah dengan baik, dengan berkata: “Sesungguhnya mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang pilihan-Nya.”
- Pada tahun ini pula lahir Ibrahim, putra Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dari Mariyah al-Qibthiyyah.
- Juga pada tahun ini, Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, Abu Sufyan bin al-Harits, ‘Abdullah bin Umayyah al-Makhzumi, dan Abu Quhafah (ayah Abu Bakar ash-Shiddiq) memeluk Islam.
[1] Nama tempat yang terletak di antara Makkah dan Tha’if.
[2] Nama agama kuno, disebutkan dalam Alquran, di antara orang-orang Ahlul-Kitab ada yang menjadi pemeluk agama tersebut. Mereka bermukim di Harran, sebuah kota kuno terletak di sungai Efrat dan Tigris (baina an-nahrain)—penerj.