Tahun Kesepuluh Hijriyah
- Pada tahun ini, seorang pemimpin bujailah (kabilah) dari Yaman bernama Jarir bin ‘Abdullah al-Bajli masuk Islam. Di dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan. Muslim) disebutkan bahwa dia (Jarir) pernah berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam tidak lagi menghijabku[1] dan saat melihatku beliau tertawa (tersenyum).” ‘Umar bin al-Khathab radhiallahu anhu menamainya, “Yusuf umat ini” karena sangat tampan paras mukanya. Kendati dia masuk Islam agak belakangan, namun dia memainkan peranan yang besar dalam perjuangan membela Islam.
- Pada tahun ini pula Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengutus Jarir bin ‘Abdullah mendatangi Takhrib (Dzil-Khulshah), nama sebuah berhala milik Bani Khats’am. Mereka naik haji ke sana, berthawaf mengitarinya dan menyembelih kurban di depannya. Mereka menyamakannya dengan Ka’bah. Karena itu mereka menamainya Ka‘bah Yamaniyyah (Ka’bah Yaman). Jarir membakar berhala itu.
- Di tahun ini pula Jarir diutus lagi oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam ke Yaman untuk menemui Dzu Kila‘ dan Dza ‘Amr. Dua-duanya adalah raja-raja yang berkuasa di negeri Yaman. Jarir mengajak keduanya memeluk agama Islam.
- Juga, pada tahun ini datang menghadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam utusan dari Bani al-Harits bin Ka‘ab mewakili penduduk Najran. Mereka datang menghadap beliau diantar oleh Khalid bin Walid.
- Di tahun itu turun firman Allah tentang wasiat, yaitu:
يآَيّها الذين آمنوا شهادة بينِكم إذا حضرَ أحدكم الموتُ حين الوصيّةِ اثنان ذوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ… [المائدة : 106]
Hai orang-orang beriman, apabila ada seorang dari kalian yang menghadapi kematian dan dia hendak berwasiat, maka hendaklah wasiat itu disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kalian… (QS 5:106)
- Pada tahun kesepuluh hijriyyah ini, Farwah bin ‘Amr al-Judzami mengirim utusan untuk memberi tahu beliau tentang keislamannya. Dia menghadiahkan seekor kuda dan bagal betina kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Farwah adalah orang Arab yang bekerja sebagai pejabat pemerintahan Romawi untuk mengurus kepentingan masyarakat Arab yang tinggal berdekatan dengan wilayah kekuasaan Romawi. Farwah sendiri bertempat tinggal di Mu‘an. Ketika berita keislamannya didengar oleh penguasa Romawi, dia ditangkap, dijebloskan ke dalam penjara dan dipancung kepalanya. Waktu diseret hendak dibunuh dia mendendangkan sebuah bait:
Kuraih kemuliaan Muslimin karena diriku
menyerahkan diri dan kedudukanku kepada Tuhanku.
- Di tahun ini pula Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Mengutus Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu ke Yaman menggantikan Khalid bin Walid. Ali radhiallahu anhu kembali dari yaman di bulan haji (dzul-hijjah) dalam keadaan memakai pakaian ihram, dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Sedang berada di Makkah untuk menunaikan ibdah Haji Wada‘. Beliau bertanya, “Dengan apa engkau menenangkan (penduduk Yaman)?” Ali menjawab, “Dengan (cara) yang ditempuh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam.”
- Di tahun ini, Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam juga mengutus Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy‘ari ke Yaman.
- Masih di tahun yang sama, muncul orang yang bernama al-Aswad al-‘Unsi. Dia seorang tukang tenung, kemudian mengaku dirinya sebagai “nabi” dan raja Yaman, dan hari demi hari masalah itu bertambah besar. Karena itu, berangkatlah Mu‘adz bin Jabal dan bertemu dengan Abu Musa di Marib. Untuk menghindari bahaya dari al-‘Unsi, dua orang sahabat itu menuju Hadhramaut (tidak langsung ke Yaman). Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam mengirim surat kepada orang- orang yang masih tetap beriman di Yaman. Kepada mereka beliau menyuruh berusaha keras untuk membunuh al-‘Unsi. Pada akhirnya al-‘Unsi mati dibunuh oleh Bahmah Fairuz, salah seorang Raja di Yaman. Sejak kemunculan hingga kematiannya kurang lebih empat bulan. Demikian menurut Ibn al-‘Imad di dalam kitab Syadmrat.
- Di tahun ini pula Ibrahim, putra Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dari istri beliau Mariyah al-Qibthiyyah, wafat dalam usia satu setengah tahun.
- ‘Adi bin Hatim datang menghadap Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam lalu memeluk Islam, juga di tahun kesepuluh ini, dan keislamannya baik.
- Terjadi pula di tahun ini, Musailamah al-Kadzdzab mengaku dirinya seorang “nabi.” Di dalam suratnya yang dikirim kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam., Musailamah mengatakan bahwa dia adalah mitra (syarik) Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam dalam tugas kenabian. Beliau menjawabnya dengan tegas, mendustakannya, dan menyebutnya dengan al-Kadzdzab (Pendusta).
- Pada akhir tahun kesepuluh hijriyyah ini, dilaksanakan ibadah Haji Wada‘ atau Hijjatul-Wada’ (Ibadah Haji Perpisahan). Disebut demikian karena Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam akan meninggalkan umatnya dan tidak akan menunaikan ibadah haji lagi. Disebut juga dengan Hijjatul-Islam, karena beliau tidak pernah berangkat haji dari Madinah kecuali pada saat itu. Pada waktu-waktu sebelumnya beliau menunaikan ibadah haji beberapa kali di Makkah. Disebut dengan nama Hijjatul-Balagh karena Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam menyampaikan syariat Allah kepada manusia pada waktu ibadah haji ini, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Tidak ada lagi prinsip-prinsip ajaran Islam dan kaidah-kaidahnya yang belum dijelaskan oleh beliau. Setelah beliau menjelaskan syariat haji, menerangkan serta menguraikannya, Allah menurunkan firman-Nya kepada beliau ketika sedang wuquf di ‘Arafah :
… اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام ديناً…
[ الما ئدة : 3]
… Hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan nikmat-Ku kepada kalian, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama kalian… (QS 5:3)
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam berangkat dari Madinah pada hari Sabtu, minggu terakhir bulan Dzul-Qa‘dah, bersama semua istri beliau dan anggota keluarga dari Dzul-Halifah. Para ahli riwayat berbeda pendapat mengenai tempat beliau berihram. Pendapat yang kuat (mendekati kebenaran) ialah bahwa beliau sekaligus berihram di tempat itu, mengingat peijalanan itu merupakan peijalanan terakhir. Setelah semua berkumpul di Dzul-Halifah, Asma’ binti ‘Umais (istri Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu anhu) melahirkan anak lelaki, Muhammad bin Abu Bakar. Oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam Asma’ disuruh mandi, mengencangkan perut sedikit (dengan kain), dan mengenakan secarik kain yang agak lebar pada tempat yang mengeluarkan darah, lalu berihram.
Pada hari minggu tanggal 4 Dzul-Hijjah, beliau beserta rombongan memasuki kota Makkah siang hari melalui dataran tinggi. Beliau tinggal di Makkah hingga tanggal delapan. Selama tinggal di Makkah beliau shalat di tempat beliau tiba, di pinggiran Makkah, bersama kaum Muslim. Beliau meng-qashar (menyingkat, mengurangi jumlah rakaat) shalat pada hari Minggu, Senin, Selasa dan Rabu. Dan pada hari Kamis beliau bersama kaum Muslim berangkat ke Mina dan menginap di sana malam Jumat. Hari Jumat beliau wuquf di ‘Arafah. Di sana beliau mengucapkan khutbah yang amat penting. Dalam khutbah itu beliau mengokohkan kaidah-kaidah agama Islam sekaligus menghancurkan kaidah-kaidah syirik danjahiliyah. Di dalam khutbahnya, beliau menetapkan pengharaman perbuatan-perbuatan yang diharamkan juga oleh agama-agama lain, yaitu pembunuhan (pertumpahan darah), perkosaan terhadap harta milik orang lain dan mencemarkan kehormatan orang lain. Beliau menempatkan kebiasan-kebiasan buruk jahiliyyah di bawah telapak kaki (yakni harus dibuang) dan mengharamkan semua bentuk riba jahiliyyah.
Beliau mewasiatkan (mewanti-wanti) agar kaum pria (kaum suami) berlaku baik terhadap kaum wanita (para istri). Beliau menyebut apa yang menjadi kewajiban dan hak kaum istri. Yang menjadi kewajiban para suami terhadap para istrinya antara lain adalah jaminan penghidupan (pemberian rezeki, nafkah) dan pakaian secara baik-baik serta tidak mempersempitnya dengan cara apa pun. Kaum suami dibolehkan memukul (dengan batas tertentu) istri-istri yang memasukkan lelaki lain yang tidak disukai suami ke dalam rumahnya. Beliau juga mewanti-wanti umatnya agar tetap berpegang terguh pada Kitab Allah. Beliau menegaskan bahwa mereka (kaum Muslim) tidak akan sesat selagi mereka tetap memegang teguh Kitabullah. Beliau memberi semua yang telah beliau sampaikan kepada mereka. Beliau minta kepada mereka agar mengucapkan apa yang akan mereka katakan dan akan mereka saksikan. Mereka (serentak) menyatakan, “Kami bersaksi bahwa Anda telah menyampaikan, menunaikan (risalah) dan telah memberi petunjuk (nasihat).” Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam kemudian menengadah ke langit mohon kesaksian Allah atas (pernyataan) mereka, tiga kali berulang-ulang. Beliau lalu menyuruh semua orang yang hadir (mendengarkan wasiat beliau) supaya menyampaikannya kepada yang tidak hadir.
[1] Yang dimaksud dengan “tidak lagi menghijabku” adalah mengizinkan aku berbicara dan bergaul dengan siapa pun.